Kupi Beungoh
Diam atas Rusaknya Demokrasi Indonesia, Universitas di Aceh Menanti Kiriman BH dari Jakarta?
Belum pernah ada pelaksanaan Pemilu sekasar ini yang mana Presiden bertindak untuk membela mati-matian Capres/Cawapres tertentu.
Kampus Turun Gunung
Di tengah kekacauan demokrasi itu, sejumlah rektor dan guru besar (profesor) dari Perguruan Tinggi ternama di Pulau Jawa turun gunung.
Mereka melakukan kritik dan protes atas perusakan demokrasi di Indonesia.
Beberapa pimpinan kampus besar di Pulau Jawa bersuara lantang, seperti UGM Yogyakarta, UII Yogyakarta, Universitas Padjadjaran Bandung, Institute Teknologi Bandung, UI Jakarta, UIN Jakarta, Universitas Brawijaya Jawa Timur, ITS Surabaya hingga Universitas Muhammadiyah Surakarta (Solo) turun dari menara gading.
Sejumlah rektor dan guru besar yang idealis itu tak dapat menerima demokrasi Indonesia diobok-obok oleh segelintar kelompok haus kekuasaan demi kepentingan kelompok mereka.
Dilansir Kompas.com, hingga Selasa (05/02/2024), terdapat 30 Perguran Tinggi yang sudah menyatakan sikap dan melakukan protes kepada Presiden Joko Widodo atas sejumlah tindakannya yang mencoreng demokrasi di Indonesia (Lihat: Daftar Kampus yang Kritik Sikap Jokowi dalam Pilpres 2024, https://www.kompas.com, edisi 6 Februari 2024).
Baca juga: Jokowi, dan Suara Kritis dari Kampus
Dari daftar 30 nama Perguruan Tinggi tersebut, dari Aceh tercatat hanya nama Unimal Lhokseumawe yang melakukan protes pada Selasa 5 Februari 2024.
Sementara Peruruan Tinggi lainnya, terutama yang berada di Jantong Hate rakyat Aceh, yaitu Universitas Syiah Kuala (USK) dan UIN Ar-Raniry, hingga kini lebih memilih bersikap diam, sami’na wa atha’na alias tunduk patuh pada arahan menterinya Jokowi di Jakarta.
Dalam hal ini, Profesor Mahfud MD, mantan Menko Polhukam dan Cawapres dari PDI-P dan PPP, memberi pernyataan bahwa ada intervensi dari penguasa agar kampus-kampus lain untuk diam atau membaca pernyataan sikap seperti yang telah dikonsepkan. Apa rektor dan profesor di Aceh mau dicucuk hidung juga?
Sejumlah aktivis di Banda Aceh menuding pimpinan perguruan tinggi dan akademisi di Aceh tidak bernyali, takut bersuara dalam melawan kezaliman (baca: https://aceh.tribunnews.com, Elemen Sipil Aceh: Akademisi Mulai Takut Bersuara Terkait Kemunduran Demokrasi, edisi 05/02/2024).
Aceh Jadi Penakut?
Perasaan takut di kalangan pimpinan Perguruan Tinggi di Aceh adalah fenomena baru.
Sebab, kalau kita buka lembaran sejarah Aceh, tak ada catatan rasa kecut alias pengecut dalam kepemimpinan di Aceh. Aceh masa lampau identik dengan heroisme.
Di masa Kerajaan Aceh, tercatat nama Sultan Muhammad Daud Syah yang secara terbuka melawan dan memerangi Belanda yang hendak “intervensi” dalam pemerintahan di Aceh.
Demikian pula deretan pemimpin sebelum dan sesudahnya. Tak ada jiwa pengecut dalam sejarah kepemimpinan Aceh.
Baca juga: Kenapa Kampus-Kampus di Aceh Masih Diam dan Tidak Ikut Bersuara Terkait Kondisi Bangsa Saat Ini?
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.