Jurnalisme Warga
Bergiat di Kebun Sawit Sambil Menunggu Waktu Wisuda
Joko Supriyono, saat memberikan sambutan pada pembukaan Rapat Kerja Cabang Gapki Aceh di Sabang, 22 November 2021, berkisah bahwa dari kebun Sungai Li
Penyulaman dalam dunia persawitan adalah menyeleksi bibit yang mati dan pertumbuhannya tidak normal. Seleksi bibit dilakukan ketika bibit berumur empat dan sembilan bulan. Bibit yang tumbuh tidak normal, terserang penyakit, dan memiliki kelainan genetik atau cacat fisik sebaiknya dibuang dan diganti dengan bibit yang baru.
Bicara tentang sawit tidak pernah habis-habisnya. Di kampung saya banyak warga yang tertarik pada kebun sawit karena alhamdulillah sawit bisa menyejahterakan kehidupan warga.
Abang saya pun selaku orang yang mengelola bibit kecambah sawit semakin hari semakin giat karena dari pekerjaan tersebut bisa membuahkan hasil yang lumayan. Hari demi hari proses kecambahnya pun makin baik dan alhamdulillah banyak warga sekitar yang membeli bibit sawit pada abang saya.
Kalau ayah, sudah sejak tahun 1999 menanam sawit di lahan kosong milik beliau. Ya, tidak terlalu luas. Hanya sekitar 6 ha.
Setelah tiga tahun sejak sawit tersebut ditanam, ayah dan ibu saya bisalah menikmati hasilnya walau tidak banyak. Pendeknya, dapatlah menghidupi keluarga kami.
Seiring dengan barjalannya waktu, semakin giat ayah mengelola kebun sawitnya, yang mana tiap enam bulan sekali dilakukan pemupukan. Kata ayah, kalau kita serius merawat sawit pastilah akan membuahkan hasil. Waktu demi waktu, ayah yang fokus bertani sawit bisa menyekolahkan anaknya sampai ke perguruan tinggi, berkat dari hasil budi daya sawit tersebut.
Alhamdulillah, saya kini sudah lulus kuliah di UBBG Banda Aceh berkat doa orang tua dan juga support dari modal sawit yang mencukupi. Kami sangat mensyukurinya.
Setelah lulus kuliah, sambil menunggu-nunggu waktu wisuda, ayah langsung mengajak saya turun ke lapangan untuk mendalami bagaimana teknik mengelola kebun sawit. Termasuk belajar bagaimana proses menanam kecambah sawit.
Terlibat intens kini di kebun sawit ayah, sangat menyenangkan bagi saya karena kegiatan tersebut tidaklah terlalu melelahkan. Alhamdulillah, saya sekarang sedikit demi sedikit sudah bisa mengelola bibit kecambah sawit walau tidak terlalu pandai.
Namun, dari abang saya yang sudah berpengalaman mengelola kecambah tersebut saya terus belajar memahami bagaimana cara mengelola sawit secara benar sejak masa pembibitan.
Setelah tiga bulan, bibit-bibit sawit tersebut semakin besar dan layak jual. Karena abang membudidayakannya dengan cara yang baik, banyak masyarakat yang berminat membelinya. Beliau menjual bibit sawit yang superjumbo tersebut sekitar Rp25. 000 per polybag/batang. Alhamdulillah, banyak yang terjual. Abang dapat uang, saya dapat ilmu tentang pembibitan sawit tanpa harus kuliah di fakultas pertanian.
Sejauh yang saya amati di kampung saya, dampak ekonomi dari aspek pengelolaan kebun-kebun sawit ini juga dapat memperkuat perekonomian lokal. Kehadiran perkebunan yang besar di suatu daerah dapat pula mendorong tumbuhnya bisnis-bisnis kecil dan menengah di sekitarnya, seperti usaha penjualan makanan dan minuman, atau toko-toko kecil. Hal ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat secara keseluruhan. Berdasarkan amatan saya, perkebunan kelapa sawit, termasuk kehadiran pabrik pengolahan minyak kelapa sawit (CPO), dapat memberikan dampak positif terhadap tingkat pendapatan masyarakat di sekitarnya. Itu yang saya amati di Aceh Jaya, bahkan di Nagan Raya.
Dampak ini terlihat dari meningkatnya taraf hidup dan kemampuan ekonomi masyarakat, serta adanya peluang usaha kecil yang berkembang di sekitar perusahaan. Hal ini tentu memberikan manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat. Dan syukurnya, saya kini termasuk salah seorang yang bergiat di sektor persawitan ini sambil menunggu waktu wisuda dan insyaallah kelak mengabdi sebagai guru bahasa Indonesia, sesuai dengan disiplin ilmu saya saat kuliah.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.