Kupi Beungoh

Budaya Asing di Aceh: Tren vs Kebutuhan?

Budaya asing dengan gampang masuk ke dalam kehidupan masyarakat lokal tertentu, termasuk ke Aceh yang berjuluk wilayah Syariah Islam.

Editor: Amirullah
For Serambinews
Lukluk Chasanah (kiri) bersama Dr A Rani Usman (kanan) 

Oleh: Lukluk Chasanah

Saat ini, manusia telah berada di era globlasasi di digitalisasi. Kehidupan sosial nyaris tanpa batas antarmanusia. Desa, kabupaten, provinsi hingga negara hanyalah sebatas administratif di atas kertas semata.

Di era globalisasi dan digitalisasi perubahan berlangsung dengan cepat. Peristiwa yang terjadi di suatu tempat yang jauh secepat kilat akan diketahui oleh manusia di lokasi berbeda.

Pertukaran budaya berlangsung begitu cepat dan mudah. Bagi kelompok manusia yang tak mampu berpikir panjang mereka akan mengadopsi atau meniru budaya-buaya asing yang baru mereka lihat.

Budaya asing dengan gampang masuk ke dalam kehidupan masyarakat lokal tertentu, termasuk ke Aceh yang berjuluk wilayah Syariah Islam.

Budaya asing menyusup melalui berbagai media, seperti televisi dan media sosial dengan perantaraan internet, seperti YouTube, TikTok, IG, FB dan lain-lain.

Saat ini, dalam genggaman anak-anak manusia, termasuk dalam genggaman Anda, terdapat telepon pintar yang berisi beragam aplikasi media sosial. Tanpa sadar, mereka telah menjadi pasar empuk dari berbagai produk budaya luar.

Fenomena tersebut memunculkan tren baru dalam masyarakat. Secara tiba-tiba terdapat masyarakat yang suka meniru budaya luar yang mereka terima melalui berbagai media digital.

Baca juga: TERUNGKAP Ahmad Arif Ridwan Sempat Setubuhi Wanita Tewas di Koper, Ini Motif pelaku

Pakaian dan Makanan

Dalam artikel ini saya hanya mengambil contoh dua budaya asing saja yang kerap ditiru oleh orang Aceh. Pertama pakaian. Kedua makanan.

Kita dengan mudah dapat menyaksikan remaja dan kawula muda di Aceh yang memakai pakaian tidak sesuai budaya Aceh. Mereka memakai pakaian yang bertentangan dengan Syariat Islam. Sebagai catatan, budaya Aceh dan Syariat Islam adalah sejalan.

Contohnya, terdapat pemuda yang tanpa rasa malu memakai celana pendek sambil berkendara sepeda motor di jalan raya. Paloe!

Contoh lain, terdapat remaja putri, bahkan kaum ibu muda, yang memakai celana jeans super ketat, kaos melekat dan jilbab ala kadar untuk menghias kepala. Pilu!

Dalam aspek kuliner, sekarang ini banyak kawula muda yang lebih tertarik pada makanan/minuman cepat saji ala Barat. Minuman yang mengandung soda dan berwarna-warni adalah di antara produk yang paling disukai kawula muda saat ke café.

Padahal produk makanan/minuman tersebut terbukti tidak sehat. Ini sejalan dengan fenomena baru di Indonesia yaitu banyaknya Gen Z yang terkena penyakit diabetes, jantung, lever, leukemia, bahkan ada yang harus menjalani cuci darah secara rutin di usia anak.

“Mereka yang suka pada makanan instan dan warna-warni namanya cari penyakit. Terasa aneh, manusia terkadang lebih tertarik pada tampilan covernya saja,” ujar Hasan Basri M Nur, dosen kami di Prodi KPI FDK UIN Ar-Raniry.

Mari Jaga Budaya Indatu

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved