Kupi Beungoh
Budaya Asing di Aceh: Tren vs Kebutuhan?
Budaya asing dengan gampang masuk ke dalam kehidupan masyarakat lokal tertentu, termasuk ke Aceh yang berjuluk wilayah Syariah Islam.
Pada sisi lain, terdapat pula kebutuhan untuk menjaga dan melestarikan budaya lokal. Budaya lokal merupakan identitas dan warisan bangsa yang perlu dijaga agar tidak tergerus oleh budaya asing.
Budaya merupakan hasil pemikiran dan praktik hidup generasi terdahulu (indatu, nenek moyang) yang telah berlangsung turun-temurun dan terbukti berguna. Dengan demikian, budaya lokal memiliki nilai-nilai luhur yang dapat menjadi pedoman hidup bagi masyarakat.
Menurut dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK), Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Dr Abdul Rani Usman, pengaruh budaya asing terhadap budaya lokal merupakan fenomena alamiah. Dampaknya terhadap ekonomi, Rani menilai, justru positif karena mampu membuat manusia semakin hidup.
"Pengaruh suatu budaya terhadap budaya lain itu alamiah. Dampaknya terhadap ekonomi kita adalah semakin hidup," jelas Rani Usman saat diwawancarai di kantor Baitul Mal Aceh, Senin, (30/4/2024).
Namun, Rani mengingatkan bahwa sifat orang Aceh yang "latah" atau mudah tergoda dengan tren bisa menjadi bumerang.
"Ada sekelompok orang Aceh yang latah. Artinya mereka ingin coba-coba. Tapi akhirnya dia akan pudar dengan sendirinya," ujar Rani yang juga Komisioner Baitul Mal Aceh.
Rani mencontohkan tren kuliner Korea di Aceh. Ia menyebutnya sebagai "gaya" yang tidak alami.
"Makanan Korea di Aceh hanyalah sebagai gaya bukan sebagai alamiah," ungkapnya.
Ia prihatin melihat masih banyak masyarakat yang lebih memilih mengikuti tren budaya asing daripada melestarikan budaya lokalnya sendiri.
"Kita punya banyak makanan khas cuma orang kita ga mau, lebih mau yang tren ikut-ikut budaya orang," tuturnya.
Sebagai dosen, Ia aktif mempromosikan kuliner tradisional. Salah satunya adalah dengan cara ikut mengkonsumsi makanan khas yang ada di Aceh.
"Terkait makanan tradisional itu selalu saya makan, seperti ikan sembab, kemudian promosi dari diri saya sebagai orang Aceh," jelasnya.
Ia mengajak masyarakat untuk lebih menghargai dan melestarikan budaya lokal.
"Kita dapat mempromosikan, menggalakkan, dan memakan makanan kita yang sesuai, sehat dan alami," pungkasnya.
Dengan upaya bersama, kita dapat menjaga dan melestarikan budaya lokal, sekaligus membuka diri terhadap budaya asing dengan bijak. Keseimbangan ini akan menghasilkan masyarakat yang maju dan berbudaya, dengan identitas yang kuat dan siap menghadapi tantangan global.
Kemudahan Tanpa Tantangan, Jalan Sunyi Menuju Kemunduran Bangsa |
![]() |
---|
Memaknai Kurikulum Cinta dalam Proses Pembelajaran di MTs Harapan Bangsa Aceh Barat |
![]() |
---|
Haul Ke-1 Tu Sop Jeunieb - Warisan Keberanian, Keterbukaan, dan Cinta tak Henti pada Aceh |
![]() |
---|
Bank Syariah Lebih Mahal: Salah Akad atau Salah Praktik? |
![]() |
---|
Ketika Guru Besar Kedokteran Bersatu untuk Indonesia Sehat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.