Breaking News

Kupi Beungoh

Gelar Bergengsi, Hidup Menggelandang Realita Pahit Sarjana Aceh

Mereka berharap bahwa tahun-tahun keras mereka menimba ilmu akan berbuah peluang kerja yang stabil dan masa depan yang gemilang.

Editor: Yeni Hardika
SERAMBINEWS.COM/HANDOVER
Irza Aska Amalia, mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) UIN Ar-Raniry Banda Aceh. 

Oleh: Irza Azka Amalia *)

Pendidikan tinggi sering dilihat sebagai jembatan menuju kehidupan yang lebih baik.

Namun ironisnya, di Aceh realitas yang dihadapi oleh lulusan universitas negeri maupun swasta kerap kali bertentangan dengan harapan ini.

Meskipun gelar sarjana telah diperoleh, banyak dari mereka justru terjebak dalam siklus pengangguran dan kehidupan yang tidak stabil.

Para sarjana di Aceh meninggalkan kampus dengan penuh harapan.

Mereka berharap bahwa tahun-tahun keras mereka menimba ilmu akan berbuah peluang kerja yang stabil dan masa depan yang gemilang.

Namun terbalik dengan mereka temukan adalah situasi yang sangat mengecewakan: tidak ada peluang pekerjaan yang menanti, tidak ada jaminan masa depan yang lebih baik seperti pulang ke kampung meneruskan usaha keluarga seperti pertanian atau menjaga toko jika ada.

Baca juga: Sinergisitas Ulama dan Umara

Sekarang banyak sarjana di Aceh, ladang dan sawah menjadi pelabuhan terakhir.

Mereka yang telah dilatih dalam berbagai bidang keilmuan harus meninggalkan cita-cita mereka dan mengambil alih tugas sebagai petani, bukan atas dasar pilihan, tetapi karena kebutuhan.

Mereka terpaksa bertani untuk bertahan hidup dan menyokong keluarga, karena hampir tidak ada alternatif pekerjaan yang lebih baik.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Apakah ini merupakan kegagalan dari sistem pendidikan kita yang lebih menitikberatkan pada jumlah lulusan daripada kualitas?

Atau, apakah ada faktor lain seperti kurangnya kebijakan pemerintah yang mendukung peralihan dari bangku kuliah ke lapangan kerja yang layak?

Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tingkat pengangguran terbuka yang variatif di berbagai kabupaten/kota di Aceh selama periode 2021 hingga 2023, dengan beberapa daerah mencatatkan angka yang memprihatinkan.

Misalnya, Lhokseumawe mencatat tingkat pengangguran terbuka sebesar 8,78 persen pada Agustus 2023, menurun dari 11,16 % pada tahun 2021.

Sementara itu, Banda Aceh, ibu kota provinsi, memiliki tingkat pengangguran sebesar 8,03 % pada Agustus 2023, turun dari 8,94 % pada tahun 2021.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved