Kupi Beungoh

'Pat Aceh' Ketika Indonesia Emas 2045? Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029 - Bagian Pertama

Pertanyaan besar yang sangat layak diajukan adalah dengan dana 100 triliun itu, apa saja capaian “monumental” yang telah terjadi di Aceh hari ini

SERAMBINEWS.COM/HANDOVER
Prof. Dr. Ahmad Human Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

Oleh: Ahmad Humam Hamid*)

TAK terasa dari Mei 1998 ke Mei 2024, Indonesia telah mengalami era reformasi selama 26 tahun. Dalam masa itu sejumlah perobahan fundamental telah terjadi. Hal ini terlihat dari gelombang demokratisasi, pelimpahan kewenangan pusat ke daerah, munculnya berbagai lembaga baru yang ditujukan untuk penguatan dinamika konstitusi dan penegakan hukum, dań munculnya berbagai aturan dań hukum baru untuk merespons perkembangan nasional dan global yang semakin cepat.

Di balik banyak kelemahan dan kekurangan, capaian Indonesia dalam hiruk pikuk perkembangan regional dan global, tidaklah begitu buruk. Walaupun peringkat demokrasi Indonesia naik turun, dan bahkan sering disebut cenderung mendekati “demokrasi hibrida”, namun dalam strata pergaulan internasional Indonesia masih saja berstatus hebat. Negeri ini masih saja tetap berlabel negara demokrasi ketiga terbesar di dunia, setelah India dan Amerika Serikat.

Sekalipun hari ini Indonesia mempunyai hutang yang lumayan besar, negeri ini telah memulai era baru. Indonesia kini sedang proses “aksesi”- awal, untuk masuk dan menjadi anggota kelompok negara OECD-Organisasi Untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan.

OECD adalah organisasi negara maju dengan jumlah anggota 38 negara, yakni AS, Canada, dań negara-negara Eropa. Hanya dua negara dari Asia yang menjadi anggota OECD, yakni Jepang dan Korea Selatan.

Menjalani proses , waktu, dan kepastian, menjadi anggota OECD bagi Indonesia tidaklah sangat mudah, akan tetapi setelah sekian lama -mulai 2007, menjadi mitra OECD, kini negeri ini menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang akan menjalani proses “aksesi” itu.

Untuk menjadi anggota OECD, Indonesia harus mendapat ponten terbaik untuk reformasi struktural, rezim perdagangan dan investasi terbuka, kebijakan sosial dan peluang kesetaraan, tata kelola publik dan upaya anti korupsi, berikut dengan perlindungan lingkungan. Ini adalah perjuangan besar dan berat yang harus dilalul oleh negeri ini.

Apa yang menjadi unik dan dianggap penting oleh negara-negara anggota OECD untuk menerima Indonesia memasuki proses “aksesi” itu tak lain karena negara ini terbesar ekonominya di kawasan dengan pertumbuhan paling dinamis global - ASEAN, dan bahkan menjadi salah satu yang terbesar di dunia.

Bagi Indonesia menjadi anggota G20 saja tidaklah cukup. Seperti proyeksi banyak lembaga internasional, dalam dua sampai tiga dekade ke depan, Indonesia akan menjadi empat atau lima besar ekonomi dunia (Goldman Sach 2022, Pricewatercooper 2023, Atlantic Council 2023,McKinsey 2024).

Apa arti dari semua perkembangan yang akan dilalui dan akan dialami oleh Indonesia dua atau tiga dekade ke depan? Impian dan proyeksi kenyataan apa yang disebut dengan Indonesia Emas itu diperkirakan akan tercapai pada ulang tahun kemerdekaan yang ke 100.

Kalau semua proyeksi itu terbukti dan terjadi, saat itu Indonesia tidak hanya akan menjadi anggota klub negara maju dań kaya, akan tetapi akan mejadi anggota “liga utama” negara-negara maju dań kaya di dunia.

Bagaimana membayangkan Aceh pada saat itu, jika saja apa yang telah terjadi selama 26 tahun tetap saja berlanjut di hari-hari yang akan datang. Untuk menjadi lebih adil, Aceh, dan mungkin Papua, tentu saja tak dapat dimasukkan dalam kategori gelombang reformasi seperti yang dialami oleh propinsi lain.

Pasalnya tak lain karena propinsi ini mengalami konflik panjang yang kemudian baru berakhir pada Agustus 2005, ketika Gerakan Aceh Merdeka berdamai dengan Republik Indonesia di Helsinki, Finlandia.

Ibarat pasien rumah sakit yang telah mengalami komplikasi panjang dan berat, perdamaian itu telah memberikan sejumlah obat khusus yang tidak dimiliki oleh propinsi lain, kecuali Papua.

Sejumlah obat khusus itu, sungguh sangat tak biasa, dan tentu saja pada awalnya diharapkan akan menjadi obat mujarab untuk menenangkan Aceh dan menjadi jamu kuat untuk mengejar ketertinggalan dari propinsi-propinsi lain di Indonesia.

Apa yang didapatkan Aceh pada 2006 bukanlah sesuatu yang dapat dianggap enteng. Sebagai kompensasi untuk menghentikan konflik dan upaya pemisahan diri dari NKRI, Aceh mendapat status otonomi khusus sehingga karena kekhususannya Aceh mempunyai otonomi asimetris dibandingkan dengan propinsi-propinsi lainnya di Indonesia.

Seperti yang tertulis dalam UU No 11/2006, paling kurang ada 16 kekhususan yang dilimpahkan oleh pemerintah pusat kepada Aceh. Kekhususan itu mulai dări politik lokal, syariat Islam, sumber daya alam, lembaga-lembaga khusus, adat istiadat, dan dana khusus selama 20 tahun- 2 persen dari pagu dana DAU nasional 2008-2022, dan 1 persen 2023-2027.

Tidak cukup dengan dana Otsus, Aceh juga mempunyai kekhususan pembagian dana migas yang tak biasa, 70 persen Aceh 30 persen pusat--untuk daratan dan 12 mil laut, dan 30 persen Aceh, 70 persen pusat untuk wilayah Zona Ekonomi Eksklusif,-- di luar 12 mil lepas pantai.

Sekalipun penerimaan itu relatif tidak sangat banyak semenjak berlakunya UU, karena produksi Migas Aceh yang rendah, akan tetapi pengaturan itu tetap saja menjadi reservoar yang telah siap untuk menampung limpahan dana ketika ditemukannya ladang migas baru seperti sumur baru Mubadala Energy di lepas pantai Aceh.

Kini pelaksanaan berbagai kewenangan dan pelaksanaan dana Otsus telah memasuki tahun ke 17. Besaran dana Otsus 1 persen yang diterima kini telah memasuki tahun ke dua, dan segera akan berakhir tiga tahun lagi, yakni pada tahun 2027. Selama perjalanan 16 tahun lebih, sekitar 100 triliun dana telah dikucurkan ke Aceh.

Pertanyaan besar yang sangat layak untuk diajukan adalah dengan dana 100 triliun itu, apa saja capaian “monumental” yang telah terjadi di Aceh hari ini? Jika tujuan dan impian besar bangsa Indonesia adalah menjadi negara ekonomi besar, maju, dań kuat pada 2045, dimanakah gerbong Aceh akan berada? Tak salah jika kemudian kita bertanya dimanakah Aceh berada hari ini?(*)

*) PENULIS adalah Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved