Kupi Beungoh

Memahami Hutan Adat Mukim

Lalu apa itu hutan adat? Siapakah subyek hukum penguasa hutan adat mukim tersebut? Untuk memahaminya, berikut akan kita kupas secara singkat.

|
Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM/Handover
Teuku Muttaqin Mansur, Dosen Hukum Adat, Ketua Peneliti Hutan Adat dan Sekretaris Pusat Riset Hukum, Islam, dan Adat Universitas Syiah Kuala 

Di sini terkadang muncul kembali multitafsir seperti pengalaman kita dalam pengakuan mukim sebagai MHA.

Buntungnya, terkadang level birokrasi daerah tidak memiliki pandangan yang sama terhadap mukim ini sebagai MHA, sehingga menjadi halangan tambahan mempercepat penetapan hutan adat mukim di Aceh.

Kesimpulan

Dalam SK penetapan hutan adat, sedikitnya terdapat tujuh kewajiban dan enam larangan dalam pengelolaan hutan adat mukim.

Pemangku hutan adat (mukim) mempunyai kewajiban, (a) menjalankan prinsip pengelolaan hutan lestari, b) memanfaatkan hutan adat sesuai dengan kearifan lokalnya, c) mempertahankan fungsi hutan adat, d) memanfaatkan hutan adat sesuai fungsinya, e) memulihkan dan meningkatkan fungsi hutan adat, dan f) melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap hutan adat, antara lain perlindungan dari kebakaran hutan dan lahan.

Sedangkan enam larangan dalam hutan adat mukim yang telah ditetapkan, yaitu a) menyewakan areal hutan adat, b) mengubah status dan fungsi hutan adat, c) memperjualbelikan dan/atau memindahtangankan areal hutan adat kepada pihak lain, d) melakukan kegiatan yang berpotensi mengancam keberadaan dan kelestarian satwa khususnya pada kawasan ekosistem esensial Provinsi Aceh, dan e) menanam kelapa sawit.

Baca juga: Kontestan Pemilu Diimbau Harus Taati dan Jalankan Hukum Adat Istiadat Aceh, MAA Gelar Raker

Delapan mukim yang telah ditetapkan hutan adat oleh pemerintah dapat saja sumringah, namun jangan lupa bahwa legalisasi tersebut tidak harus terlalu euphoria. Pemenuhan menjalankan kewajiban, dan tidak melaksanakan larangan adalah tantangan baru mukim sebagai MHA dalam pengelolaan hutan adat kedepan.

Tentu, peran dan kolaborasi dengan berbagai stakehoders terkait untuk melakukan pembinaan terhadap MHA mutlak diperlukan. Sehingga dengan hutan adat yang telah jelas legalisasinya disamping MHA menjalankan kewajiban dan menghindari larangan pada masa yang sama juga dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan MHA secara lebih baik.(*)

*) PENULIS adalah Dosen Hukum Adat, Ketua Peneliti Hutan Adat dan Sekretaris Pusat Riset Hukum, Islam, dan Adat Universitas Syiah Kuala

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved