Kupi Beungoh
Memahami Hutan Adat Mukim
Lalu apa itu hutan adat? Siapakah subyek hukum penguasa hutan adat mukim tersebut? Untuk memahaminya, berikut akan kita kupas secara singkat.
Di sini terkadang muncul kembali multitafsir seperti pengalaman kita dalam pengakuan mukim sebagai MHA.
Buntungnya, terkadang level birokrasi daerah tidak memiliki pandangan yang sama terhadap mukim ini sebagai MHA, sehingga menjadi halangan tambahan mempercepat penetapan hutan adat mukim di Aceh.
Kesimpulan
Dalam SK penetapan hutan adat, sedikitnya terdapat tujuh kewajiban dan enam larangan dalam pengelolaan hutan adat mukim.
Pemangku hutan adat (mukim) mempunyai kewajiban, (a) menjalankan prinsip pengelolaan hutan lestari, b) memanfaatkan hutan adat sesuai dengan kearifan lokalnya, c) mempertahankan fungsi hutan adat, d) memanfaatkan hutan adat sesuai fungsinya, e) memulihkan dan meningkatkan fungsi hutan adat, dan f) melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap hutan adat, antara lain perlindungan dari kebakaran hutan dan lahan.
Sedangkan enam larangan dalam hutan adat mukim yang telah ditetapkan, yaitu a) menyewakan areal hutan adat, b) mengubah status dan fungsi hutan adat, c) memperjualbelikan dan/atau memindahtangankan areal hutan adat kepada pihak lain, d) melakukan kegiatan yang berpotensi mengancam keberadaan dan kelestarian satwa khususnya pada kawasan ekosistem esensial Provinsi Aceh, dan e) menanam kelapa sawit.
Baca juga: Kontestan Pemilu Diimbau Harus Taati dan Jalankan Hukum Adat Istiadat Aceh, MAA Gelar Raker
Delapan mukim yang telah ditetapkan hutan adat oleh pemerintah dapat saja sumringah, namun jangan lupa bahwa legalisasi tersebut tidak harus terlalu euphoria. Pemenuhan menjalankan kewajiban, dan tidak melaksanakan larangan adalah tantangan baru mukim sebagai MHA dalam pengelolaan hutan adat kedepan.
Tentu, peran dan kolaborasi dengan berbagai stakehoders terkait untuk melakukan pembinaan terhadap MHA mutlak diperlukan. Sehingga dengan hutan adat yang telah jelas legalisasinya disamping MHA menjalankan kewajiban dan menghindari larangan pada masa yang sama juga dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan MHA secara lebih baik.(*)
*) PENULIS adalah Dosen Hukum Adat, Ketua Peneliti Hutan Adat dan Sekretaris Pusat Riset Hukum, Islam, dan Adat Universitas Syiah Kuala
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI
Pembelajaran Mendalam 'deep learning', Dalam Pandangan Islam Dan Prakteknya |
![]() |
---|
Tarbiyah Jinsiyah: Bukan Hal Tabu, tapi Kebutuhan Mendesak bagi Anak-anak Kita |
![]() |
---|
Teumeunak, Media Sosial, dan Tong Sampah Kebencian |
![]() |
---|
Hari Anak Nasional: Selamatkan Anak dari Kecanduan Gadget! |
![]() |
---|
Hilirisasi Aceh: Dari Pemasok Mentah Menuju Daerah Bernilai Tambah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.