Opini

Dies Natalis Ke-55 Unimal, Nalar Budi untuk Keberlanjutan Bangsa

Maka tak heran, jika kampus Unimal saat ini menjadi salah satu PTN yang tidak meminggirkan nilai-nilai spritualitas dalam nalar budinya. Nilai-nilai s

Editor: mufti
FOR SERAMBINEWS.COM
Rektor Universitas Malikussaleh, Prof Dr Herman Fithra Asean Eng 

Pembangunan demokrasi

Hal lain yang perlu dilihat dalam kesiapan Unimal berada di arus perubahan ke depan, baik dalam konstelasi politik nasional atau daerah, adalah tetap menjadi teladan pengetahuan yang rendah hati. Kerendahhatian ini akan terjadi jika setiap ruang perenungan, penelitian, dan pengabdian masyarakat yang dihasilkan olehnya benar-benar berbasis kepentingan ilmu dan didasarkan pada prinsip-prinsip kemanusiaan atau humanisme.

Ilmu, pengetahuan, dan keterampilan tidak dibangun di awang-awang, tapi di bumi yang padat dan keras pada prinsip membantu peradaban dan harus konstruktif ke masa depan. Tidak ada basis riset dan paten yang bisa dilepaskan dari nilai humanisme itu. Proyek apa pun yang keluar dari kampus harus melihat bahwa kepentingan humanisme harus seimbang dengan pengembangan nasionalisme.

Moralitas pengetahuan kita tidak didasarkan pada nilai bebas (free-value), tapi keberpihakan kepada bangsa dan negara. Unimal tidak akan berkembang dengan sendirinya. Meskipun demikian, pembangunan yang telah dirintisnya berkat bantuan Asian Development Bank (ADB) selama empat tahun belakangan ini juga tidak akan berarti apa-apa jika kampus ini tidak mengabdi pada kepentingan nasionalisme, atau konteks lebih mikro: kepentingan keacehan.

Pembangunan yang segera rampung pada akhir 2024 ini dengan gedung Biro Rektorat dan tujuh dekanat berarsitektur ikonik telah semakin megah dan etnografis. Namun kehadiran Unimal dengan peran pengetahuan dan pengabdian lebih penting, karena historical block kampus memang berorientasi pada hal tersebut.

Peran kampus di Aceh untuk memajukan pembangunan memang tidak mudah. Pertama, harus ada kesadaran dan kesepahaman bahwa para pemimpin di Aceh mengerti tentang peran perguruan tinggi dan kedua, adanya peran yang sungguh-sungguh dari akademisi untuk terus memunculkan inovasi dan novelty untuk tujuan yang aplikatif.
Aceh saat ini masih diingat sebagai provinsi termiskin dan gini ratio yang masih tinggi akibat ketimpangan kesejahteraan dan akses pembangunan yang tidak merata, termasuk antara rural dan urban. Belum lagi masalah prevalensi penyakit menular, degeneratif, dan stunting sehingga menghambat pembangunan.

Tapi di situlah tantangannya. Dengan visi “menjadi  universitas  unggul  di tingkat internasional berbasis potensi lokal”, Unimal tetap mencoba menunjukkan perannya mengangkat potensi Aceh dalam setiap fungsi khidmatnya. Berkembang di masyarakat yang telah maju dan terdidik tentu lebih mudah, tapi menjadi kampus di tengah kesempitan dan kemendesakan tentu menjadi sangat “sesuatu”.

Dengan 48 prodi, baik S-1, S-2, profesi, dan diploma, Unimal siap menjadi bagian yang menentukan perubahan Aceh ke depan. Tantangan pembangunan di sektor riil, kreatif, produktif, dan ekstraktif bisa dilakukan oleh Unimal dan civitas akademikanya. Tentu dengan peran “para dutanya”, yaitu para alumnus yang telah terpencar di seluruh negeri dengan peran keahliannya yang majemuk, Unimal bisa menjadi penanda tentang perubahan itu sendiri. Tentu tanpa melupakan untuk terus berpihak bagi masyarakat yang kurang beruntung secara ekonomi.     

Mentaliteit ini yang ditunggu, bahwa secara bersama kita bisa semakin kuat, sendirian pun kita tetap bermartabat. Selamat Dies Natalis ke-55 Unimal. Semoga ikut bersama-sama menyinari Indonesia di Indonesia emas pada 2045.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved