Jurnalisme Warga

Hikayat Aceh Malah Bukan Berbahasa Aceh

Sebelum nama Hikayat Aceh diperkenalkan RRI Banda Aceh, masyarakat di kampung saya hanya menyebut acara sejenis  itu “kheun iekayat”

Editor: mufti
SERAMBINEWS/tambeh.wordpress.com
T.A. SAKTI, alumnus Jurusan Sejarah Fakultas Sastra dan Kebudayaan–sekarang Fakultas Ilmu Budaya—Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1987, melaporkan dari Gampong Bucue, Kecamatan Sakti, Pidie 

2)   Main peperangan

“Maka ada Pancagah (salah satu nama Iskandar Muda waktu kecil –TAS) tatkala bermain peperangan itu pada hari Khamis. Maka ada adat segala mitar blang dan segala mitar dalam berusaha membuang keratan bedilnya. Maka sekalian mitar itupun dibawa  Pancagah bermain bersama-sama.

Maka tatkala Pancagah perang itu maka disuruh baginda segala mitar itu memasang bedilnya. Maka adalah bunyi bedil itu seperti meriam Khalil dan sungai itu kelam-kabut daripada kebanyakan asap bedil itu.” (Halaman  140)

3)   Jadi pendekar

“Maka Johan Alam (gelar Iskandar Muda –TAS) pun pergilah ke kandang dengan segala inangda kakanda. Dan penghulu pendekarpun serta mengiringkan baginda dan beberapa anak hulubalang serta mengiringkan Johan Alam berajar bertangkis itu.

Maka Johan Alampun berajarlah. Maka diajarkan guru baginda daripada suatu palu (pukul –TAS) kepada suatu palu dan daripada suatu tipu kepada suatu tipu dan daripada suatu belayam pedang kepada suatu belayam. Maka diajarkan pendekar pada hari itu akan Johan Alam dua ratus tipu. Maka haripun malamlah.” (Halaman 160)

4)   Akhir naskah

“Maka kemudian daripada beberapa hari sultan Mudapun datang lalu mengadap Syah Alam serta dengan khidmatnya. Pada ketika itu Johan Alampun hadir duduk disisi Syah Alam (gelaran Sultan Saidil Mukammil, kakek Iskandar Muda –TAS). Maka Syah Alam  memeri titah kepada sultan Muda: “Maka kita memanggil  anakda ini bahwa kita telah tuhalah dan (bicara) pun kuranglah.

Maka baiklah Kerajaan Aceh ini kita serahkan kepada anakda barang seperintah anakdalah”. Maka sembah sultan Muda, “Tuanku, betapa perinya Syah Alam merajakan yang diperhamba /.......  (halaman  195; naskah habis!).

Melalui beberapa kutipan  di atas, maka jadi jelaslah bahwa Hikayat Aceh tertulis dalam bahasa Melayu lama, bukan dalam bahasa Aceh. Jadi, jngan sampai salah duga, apalagi terkecoh.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved