Jurnalisme Warga
Karang Ampar, Laboratorium Konflik Gajah di Aceh
Ini bukanlah kejadian pertama Poe Meurah (sebutan orang Aceh untuk gajah) mati di Karang Ampar. Mungkin akan ada rentetan kejadian lain jika konflik s
M. NASIR, Deputi Direktur Walhi Aceh, melaporkan dari Karang Ampar, Aceh Tengah
Masih ingat, seekor gajah sumatra ditemukan mati di Karang Ampar, Kecamatan Ketol, Kabupaten Aceh Tengah? Bangkai gajah tersebut ditemukan warga pada 7 Juni 2024, diduga mati akibat tersengat kawat beraliran listrik yang dipasang warga di areal perkebunan. Sehari kemudian, bangkai gajah itu dikubur dekat lokasi kejadian oleh tim Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh.
Ini bukanlah kejadian pertama Poe Meurah (sebutan orang Aceh untuk gajah) mati di Karang Ampar. Mungkin akan ada rentetan kejadian lain jika konflik satwa-manusia tak segera reda!
Kampung Karang Ampar memiliki tiga dusun dengan total luas 99 km2. Ini merupakan kampung terluas (24,47 persen) dari 25 kampung yang ada di kecamatan tersebut dan berada 700 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Akses ekonomi dan sosial masyarakat dari des aini lebih dominan ke Kabupaten Bener Meriah jika dibandingkan ke pusat kecamatan karena harus menempuh jarak 38,7 km.
Sebanyak 478 jiwa penduduk yang bermukim di Karang Ampar umumnya bergantung hidupnya pada sektor pertanian, perkebunan, dan peternakan (BPS 2022). Sebagai kampung terluas dan terjauh, di Karang Ampar belum tersedia sarana kesehatan bagi warganya meskipun pada tahun 2022 terdapat delapan jiwa yang menderita stunting (tengkes).
Seiring berkembangnya teknologi, meskipun di tengah keterbatasan jaringan internet (lemah) warga Karang Ampar mampu berinteraksi di media sosial. Sehingga, bisa dengan mudah didapat informasi terkait Karang Ampar di dunia maya, tetapi didominasi oleh informasi terkait konflik gajah dan manusia.
Konflik gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) di Karang Ampar telah menyedot perhatian banyak pihak. Tidak hanya pemerintah, aktor kenamaan Chicco Jerikho pun ikut menyuarakan keprihatinan atas konflik tersebut. Begitu pula halnya Pemerintah Aceh bersama masyarakat sipil, berbicara konflik gajah tidak terlepas dari apa yang terjadi di Karang Ampar.
Tidak mudah untuk sampai ke Karang Ampar. Butuh waktu tujuh jam lebih jika berangkat dari Banda Aceh. Itu pun jika menggunakan jalan pintas, yaitu melalui jalan nasional Bireuen–Takengon, dan masuk lewat Timang Gajah, Bener Meriah, menelusuri jalan perkebunan dalam perkampungan.
Bersama beberapa rekan, kami hadir di acara Festival DAS Krueng Peusangan yang diselenggarakan pada 22 Juni 2024 di halaman Pendopo Bupati Bireuen. Festival itu mengusung tema “Berbagi Ruang untuk Kehidupan yang Harmoni”.
Selain kami, di festival tersebut juga hadir banyak stakeholder, termasuk Muslim selaku Ketua Pengamanan Flora dan Fauna (TPFF) dari Karang Ampar. Muslim atas nama kelompok mitigasi mendapat penghargaan sebagai kelompok masyarakat yang peduli hutan dan satwa terbaik.
Dari Bireuen kami menuju Karang Ampar. Di pengujung Bireuen, terlihat hamparan perkebunan kelapa sawit milik perusahaan yang membelah jalan nasional. Meskipun perjalanan di malam hari dan penuh tikungan tajam, pencahayaan lampu mobil dapat dengan mudah menyinari pohon-pohon sawit produktif.
Beda halnya ketika memasuki kawasan Bener Meriah sampai ke Karang Ampar, sepanjang jalan terlihat komoditas pertanian dan perkebunan, seperti palawija, kopi, pinang, durian, pisang, dan beragam komoditas lainnya. Sekitar pukul 2 kami sampai di Karang Ampar. Sebelum tidur di tengah dinginnya udara, kami nikmati segelas kopi Gayo hasil racikan tuan rumah.
Pagi hari, terdengar merdunya kicauan burung dalam hutan rimba. Sambil menunggu terbitnya sinar mentari yang tertutup gunung, kami menikmati secangkir kopi Gayo di atas gubuk kayu di pojokan rumah. Raungan suara sepeda motor warga yang membelah jalan bebatuan mengisyaratkan kerasnya perjuangannya warga hidup di Karang Ampar.
Warga Karang Ampar belum sepenuhnya dapat menikmati rasa damai di Aceh. Meskipun konflik bersenjata telah usai, tetapi warga di sini saban hari harus bergelut dengan konflik gajah yang dampaknya tidak jauh berbeda dengan konflik bersenjata di masa lalu. Akibat konflik gajah, warga telah mengalami kerugian di sektor ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.