Kupi Beungoh

Fenomena Generasi Aceh Mabuk Jadi Selebgram

muncul selebgram di Aceh yang sering menggunakan bahasa kasar dan kotor, serta salah kaprah dalam menyambut dan menilai para kreator konten

|
Editor: Muhammad Hadi
FOR SERAMBINEWS.COM
Tgk Mustafa Husen Woyla, Ketua Umum ISAD, Wakil Pimpinan Dayah Darul Ihsan Abu Krueng Kalee, dan Pengamat Bumoe Singet 

Istilah "monkey business" mengacu pada bisnis yang merugikan orang lain demi keuntungan pribadi melalui penipuan. 

Dalam dunia media sosial, para influencer sering kali terjebak dalam praktik serupa, di mana mereka menggunakan taktik provokatif untuk menarik perhatian demi meraih bayaran dari iklan atau sponsor. 

Misalnya, kita melihat bagaimana influencer terkadang terlibat dalam konten yang bombastis atau kontroversial hanya untuk mendapatkan klik.

 Ini tidak jauh berbeda dengan arisan bodong atau booming batu akik dan tokek yang menipu banyak orang dengan janji keuntungan cepat. 

Perilaku seperti ini merugikan banyak pihak dan menciptakan ekosistem di mana uang lebih berharga daripada integritas.

Media Sosial Wadah Positif atau Negatif?

Media sosial pada awalnya dirancang untuk memperluas jangkauan komunikasi, tetapi sekarang sering kali digunakan untuk memproduksi konten yang merusak moral dan etika. 

Platform-platform ini memberikan imbalan finansial kepada pembuat konten yang dapat menarik perhatian, sehingga mendorong munculnya konten negatif seperti pornografi, bahasa kasar, dan aksi yang melanggar norma. 

Baca juga: Israel Terjebak Dalam Dilema, Menanti Serangan Balasan Iran dan Kini Hadapi Perang Saudara di Israel

Di Aceh, di mana masyarakat sangat menjunjung tinggi ajaran Islam, dampak dari konten semacam ini bisa sangat merusak. 

Platform media sosial yang awalnya dimaksudkan untuk berkomunikasi secara positif, kini sering kali menjadi tempat penyebaran konten yang bertentangan dengan nilai-nilai budaya dan agama.

Platform Media Sosial dan Bisnis Judi: Penipuan yang Disamarkan

Selain konten negatif, beberapa platform media sosial juga disusupi oleh konten yang mempromosikan perjudian. 

TikTok dan Instagram, misalnya, sering kali menampilkan iklan yang menyamarkan promosi judi dalam bentuk permainan atau aplikasi yang tampaknya tidak berbahaya. 

Penggunaan algoritma untuk menargetkan iklan ini memanfaatkan data pengguna untuk menyasar individu yang rentan, meningkatkan risiko ketergantungan judi dan kerugian finansial.

 Ini adalah bentuk penipuan yang tidak hanya mengeksploitasi pengguna tetapi juga merusak integritas platform yang seharusnya menjadi tempat hiburan yang sehat.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved