KUPI BEUNGOH

Birahi Teungku dan Politik Panglima Tibang

Di lisan teungku-teungku ini terdengar asma-asma Allah, gaya berbicaranya lemah lembut seakan pelita di tengah kegelapan, akan tetapi...

|
Editor: Yocerizal
Serambinews.com
Rizki Ardial, Koordinator Lingkar Publik Strategis. 

Akan tetapi, jika si murid tidak memberikannya, maka ilmu itu di haramkan oleh sang guru kepada murid tersebut.

Mungkin ini merupakan strategi baru di Aceh dan telah berkembang di beberapa daerah saat pemilu legislatif yang lalu. Apakah akan terulang di Pilkada mendatang? kita nantikan saja.

Memang, Politik sering dikaitkan dengan kepentingan, akan tetapi kita juga tidak bisa lepas dari etika politik dan nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya.

Pada dasarnya, politik ialah seni untuk memperoleh kekuasan. Artinya, politik itu indah, penuh dengan warna-warni dinamika di dalamnya. Jangan sampai karena birahi kita, politik itu akan dimaknai negatif oleh orang awam di kemudian hari.

Baca juga: Fatwa MPU, Jual Beli Mayat Haram

Baca juga: Sekjen DPP PNA: SK Dukungan PNA ke Safaruddin tak Sah

Setiap konstestan politik tentu memiliki kepentingan dan sudut pandang masing-masing, sehingga manuver politik yang dilakukan juga sesuai dengan alur kepentingan yang ingin di peroleh.

Lihat saja saat Pilpres yang lalu, Partai Demokrat yang sebelumnya menyatakan mendukung Anies Baswedan sebagai calon presiden, tetapi pada akhirnya mencabut dukungan tersebut karena ketua umumnya tidak dijadikan wakil Anies.

Di Aceh juga demikian, dalam pembentukan koalisi di Pilkada Gubernur (Pilgub) misalnya, setidaknya ada 4 partai politik nasional (Demokrat, Gerindra, Golkar, PAN) yang mendaftarkan kadernya untuk menjadi wakil Teungku Muzakir Manaf (Mualem) dari Partai Aceh untuk Pilgub mendatang.

Namun akhirnya Golkar dan PAN memilih mengusung kandidat lain setelah Partai Aceh mengumumkan Teungku Fadhlullah menjadi sosok wakil Mualem dari Partai Gerindra.

Begitu juga dengan Teungku Muhammad Yusuf A Wahab (Tu Sop), yang sebelumnya didaftarkan oleh Elemen Sipil untuk menjadi wakil Mualem, tapi kemudian memilih menjadi wakil dari kandidat lain setelah keinginannya tidak terpenuhi.

Entah membantu yang bagaimana awalnya dimaksud oleh Tu Sop terhadap Mualem, sehingga dia kecewa berat saat Mualem tidak memilih dirinya sebagai wakil dan kemudian menutup pintu untuk Mualem, (Serambi, 18/8/2024).

Baca juga: Sejumlah Ulama Hadiri Deklarasi Paslon Bupati dan Wakil Bupati Bireuen Murdani - Tgk Abdul Muhaimin

Baca juga: Ini Biografi Pasangan Murdani-Muhaimin, Calon Bupati dan Wakil Bupati Bireuen

Mungkin inilah contoh yang dimaksud Tu Sop dalam buku 'Memperbaiki Orang Kuat dan Menguatkan Orang Baik' yang dilaunchingnya menjelang Pilkada Bireuen 2017, dan saat itu beliau juga menjadi konstestan di sana, juga menjadi rival dari Partai Aceh.

Sebagaimana diketahui, manuver Tu Sop ini juga berujung pada mundurnya Abu Paya Pasi dari Dewan Penasehat Partai Aceh setelah rekomendasinya untuk memilih Tu Sop sebagai wakil Mualem tidak diindahkan oleh Partai Aceh.

Begitu juga dengan Bustami Hamzah yang sebelumnya terlihat sangat mesra dengan Partai Aceh, juga akan menjadi rival Mualem di Pilkada mendatang, dimana ia akan akan berpasangan dengan Tu Sop untuk melawan Mualem-Fadhlullah.

Bustami bahkan dinilai telah mengkhianati Mualem yang menjadi promotor dirinya untuk menjadi Pj Gubernur Aceh. Dengan bermodalkan dukungan tokoh-tokoh politik di Jakarta, dia lalu memilih menjadi lawan Mualem di Pilgub mendatang, (Serambi, 18/7/2024).

Memang, tuding-menuding siapa salah dan siapa benar mungkin lumrah terjadi dalam perebutan kepentingan. Namun, di usia perdamaian yang sudah 19 tahun, sungguh miris kita melihat pembangunan Aceh yang masih jauh dari harapan.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved