Kupi Beungoh

Api PON dan Tradisi: Menilik Adopsi Budaya dalam Perspektif Islam

Api Pekan Olahraga Nasional (PON) dan Tradisi: Menilik Adopsi Budaya dalam Perspektif Islam

Editor: Muhammad Hadi
FOR SERAMBINEWS.COM
Dewan Pembina Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) Aceh, Tgk H Umar Rafsanjani Lc MA. 

Oleh Tgk. H. Umar Rafsanjani, Lc, MA*)

Islam sebagai agama yang menyeluruh dan fleksibel memiliki sejarah panjang dalam mengadopsi dan mengadaptasi elemen-elemen budaya dari masyarakat di mana ia berkembang.

Adopsi ini tidak berarti mengabaikan prinsip-prinsip dasar Islam, melainkan menunjukkan kemampuan Islam untuk menyerap tradisi yang bermanfaat, asalkan tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam itu sendiri.

Salah satu contoh penting adalah seperti "perayaan Asyura". Perayaan ini sudah dikenal oleh masyarakat Arab sebelum datangnya Islam. Nabi Muhammad SAW kemudian mengadopsi perayaan ini dengan memberikan makna baru sebagai hari puasa untuk menghormati keselamatan Nabi Musa AS dari Fir’aun.

Ini menunjukkan bagaimana Islam mampu mengadopsi tradisi yang ada dan memberikan nilai Islami yang relevan.

Baca juga: Kirab Api PON Aceh - Sumut Tiba di Simeulue, Ini Kata Pj Bupati dalam Upacara Penyambutan

Selain itu, ada juga "menara masjid" yang kini menjadi ikon arsitektur Islam, padahal sebenarnya menara itu berasal dari menara yang digunakan oleh gereja-gereja di zaman dahulu.

 Ketika Islam menyebar ke daerah-daerah bekas Romawi dan Bizantium, menara ini diadopsi dan diubah fungsinya menjadi tempat mengumandangkan adzan, sebuah syiar yang khas dalam Islam.

"Adzan", salah satu bentuk syiar yang sangat dikenal dalam Islam, juga diadopsi dari hasil mimpi seorang sahabat dan kemudian disetujui oleh Nabi Muhammad SAW.

 Hal ini menunjukkan bahwa dalam Islam, inovasi dalam menyampaikan syiar dapat diterima, selama tidak bertentangan dengan ajaran dasar Islam.

Contoh lain dari adopsi budaya adalah pakaian seperti "toga" dan "dasi". Toga berasal dari Romawi Kuno, sedangkan dasi awalnya digunakan di Eropa sebagai simbol status.

Namun, keduanya telah menjadi bagian dari pakaian formal global dan tidak lagi eksklusif bagi agama atau budaya tertentu. Penggunaan toga dalam wisuda atau dasi dalam acara formal tidak melanggar prinsip Islam, selama tidak bertentangan dengan aturan berpakaian yang Islami.

Baca juga: Tiba dari Sabang, Kirab Api PON Dibawa Keliling ke Seluruh Aceh, Saat Ini Bermalam di Meulaboh

Islam menetapkan bahwa selama sebuah tradisi atau simbol tidak mengandung unsur syirik (mempersekutukan Allah), maka itu tidak melanggar prinsip halal-haram, dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam, maka hal tersebut dapat diadopsi dan digunakan oleh umat Islam.

 Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an: "...Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur." (QS. Al-Maidah: 6)

Ayat ini menunjukkan bahwa Islam tidak ingin membebani umatnya dengan aturan yang kaku tanpa sebab.

Tujuannya adalah kebersihan jiwa dan kemudahan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, asalkan tidak melanggar syariat.

Tidak hanya mengadopsi, Islam juga telah memperbaiki berbagai tradisi dari masa jahiliyah, menjadikannya lebih adil dan sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan.

Misalnya, "poligami" yang tidak memiliki batasan di masa jahiliyah kemudian dibatasi oleh Islam hingga maksimal empat istri dengan syarat keadilan yang ketat.

"Perbudakan" yang umum di masa lalu diubah dengan mendorong pembebasan budak sebagai amal kebajikan, dan menetapkan perlakuan yang baik dan adil.

Selain itu, "pembagian harta warisan" yang sebelumnya hanya menguntungkan laki-laki diatur lebih adil dalam Islam, memberikan hak kepada wanita dan anak-anak.

"Hukum mencuri" dan "zina" yang sebelumnya tidak konsisten dan sering kejam juga diperbaiki Islam dengan memberikan ketentuan yang jelas dan hukuman yang adil, menjaga keseimbangan antara keadilan dan kemanusiaan.

Islam adalah agama yang fleksibel dan adaptif, mampu mengintegrasikan tradisi luar selama tidak bertentangan dengan ajaran inti Islam.

 Adopsi ini bisa dilihat dalam berbagai praktik dan syiar yang sekarang menjadi bagian dari budaya Islam.

Seperti halnya dengan elemen-elemen budaya lain yang diadopsi dan diperbaiki, Islam mampu menjaga relevansinya dalam berbagai konteks budaya dan waktu, tetap berpegang pada prinsip-prinsip dasar yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Dengan demikian, adanya api pada PON Aceh Sumut XXI itu bukan ritual agama, tapi semata ikon olahraga.

Sama seperti bunyi lonceng sekolah, yang meskipun memiliki sejarah penggunaan dalam konteks keagamaan, kini lebih diterima sebagai bagian dari kebiasaan dan praktik global yang tidak lagi dikaitkan dengan agama tertentu.

Baca juga: Disbudpar Aceh Siapkan 21 Event untuk Meriahkan PON XXI

 Islam mengajarkan bahwa selagi suatu tradisi atau simbol tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar agama, maka hal tersebut dapat diterima dan dijadikan bagian dari kehidupan umat Muslim.

 Semoga mendapat ilmu tambahan dan wawasan luas bagi kita umat Islam dalam menghubungkan antara tradisi dan ritual global yang bukan ibadah dengan ritual yang terkandung nilai tradisi Islami atau praktik amalan yang bernilai ibadah. Sekian!

*) Penulis adalah Pimpinan Dayah Mini Aceh dan Anggota MPU Banda Aceh

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

 
BACA TULISAN KUPI BEUNGOH LAINNYA DI SINI

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved