Kupi Beungoh

Dimana MPA di Hari Pendidikan Aceh

Kopelma Darussalam merupakan simbol dan semangat kebangkitan dan titik tolak kemajuan pendidikan di Aceh pasca konflik politik yang berkepanjangan

Editor: Muhammad Hadi
FOR SERAMBINEWS.COM
Dr. Muhibuddin Hanafiah, M.Ag, Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry 

Kenyataan inilah yang menyebabkan konsep keistimewaan Aceh dalam bidang pendidikan tidak bisa dikembangkan dengan baik. 

Keadaan ini dirasakan sangat merugikan pengembangan pendidikan di Aceh. Masyarakat Aceh tidak memiliki pilihan pendidikan berkualitas bagi anak-anaknya, banyak biaya dikeluarkan dengan kualitas yang rendah. 

Harapan mereka agar sistem pendidikan di Aceh dapat diintegrasikan menjadi suatu sistem pendidikan yang terpadu. 

Kesan terhadap kenyataan sistem pendidikan di aceh tunduk pada sistem pusat menunjukkan bahwa Aceh belum istimewa dalam bidang pendidikan.

Kenyataan Pendidikan Aceh

Dikhotomi pendidikan di Aceh diawali sejak pemerintah kolonial memperkenalkan sistem sekolah. Sebelumnya pendidikan di Aceh hanya ada, yaiti dayah dan sejenisnya (meunasah, rangkang, balee). 

Dikhotomi pendidikan umum dan agama, dunia dan akhirat, agama dan dunia, sekular dan religius. Bagaimana reaksi masyarakat Aceh terhadap sekolah ala Belanda ini yang kemudian diteruskan oleh organisasi Muhammadiyah dan pemerintah Indonesia?

Sebagai konsep kebutuhan praktis termasuk kebutuhan sebagai pegawai pemerintah dan swasta dan kebutuhan kepada tenaga terampil di perusahaan. 

Mulai saat inilah orientasi pendidikan bagi masyarakat berubah menjadi orientasi kerja sebagai pegawai negeri atau swasta. 

Dalam konteks ini reaksi masyarakat Aceh terbelah menjadi dua, ada yang menolak sama sekali sistem pendidikan sekolah, dan ada juga yang menilai secara positif dan memasukkan anak-anak mereka ke sekolah tersebut dan kemudian menjadi pegawai negeri. Bahkan ada diantara ulama pesantren yang memasukkan anak-anak mereka ke pendidikan sekolah ini. 

Meskipun masyarakat Aceh dapat menerima sistem pendidikan Barat atau umum ini, namun mereka (kalangan ulama) tidak merasa puas  dengan pendidikan tersebut karena tidak memasukkan pendidikan agama di dalam kurikulumnya. 

Meskipun kemudian materi pendidikan agama tercantum dalam pendidikan umum, namun presentasenya cukup terbatas. 

Sehingga lahirlah tradisi ketiga dalam perkembangan pendidikan di Aceh, yaitu dengan mengawinkan pendidikan umum dan agama dalam suatu lembaga baru yang disebut dengan madrasah. 

Baca juga: Aceh Provinsi Termiskin di Sumatera, Haji Uma Pertanyakan Metode Pendataan Oleh BPS

Kemudian setelah madrasah diambil alih pemerintah, maka nasib madrasah persis menjadi sekolah secara perlahan dimana porsi pendidikan agama semakin terkuras. 

Inovasi selanjutnya muncul kemudian apa yang dinamakan dengan dayah terpadu atau dayah modern, yaitu memadukan dua sistem pendidikan sekolah (siang hari) dan dayah (malam hari) dengan sistem (nyantri) atau berasrama. 

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved