Opini
Megathrust Prediksi Geologi ke Analisis Teologi
Meskipun domain megathrust ini terkait geologi, namun tulisan ini ingin memaparkan analisis yang berbeda yaitu perspektif teologis.
Lukman Hakim bin Abdul Wahab, Guru Besar Teologi Islam pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry dan Pengurus PKPM Provinsi Aceh
SAAT ini perbincangan tentang megathrust menjadi sebuah isu viral sekaligus kontroversial. Prediksi ahli geologi tentang akan terjadinya sebuah gempa megathrust yang dahsyat bahkan bisa jadi melebih kedahsyatan tsunami Aceh pada 2004 silam telah memunculkan kekhawatiran dan bahkan kepanikan di kalangan masyarakat.Menurut analisis saintifik yang dilakukan oleh pakar geologi menyebutkan bahwa saat ini telah terjadi akumulasi sebuah energi besar yang terkungkung di perut bumi yang siap lepas dalam skala besar. Pelepasan energi kumulatif inilah yang akan menyebabkan terjadinya gempa megathrust dan potensial memicu tsunami yang dahsyat.
Dalam konteks Indonesia, pakar geologi menyebutkan ada dua segmen yang potensial terjadi megathrust yaitu segmen Mentawai-Siberut dan Selat Sunda. Analisis di atas tentunya bukan sebuah ramalan tak berdasar tapi diasaskan pada sebuah kajian saintifik bahwa kedua kedua semen megathrust ini telah lama tidak terjadi pelepasan energi. Kondisi kemudian diprediksi bahwa kedatangan gempa megathrust ini hanya tinggal menunggu waktu.
Meskipun prediksi tentang kemunculan gempa megathrust ini adalah hasil perkiraan saintifik, namun tetap saja menjadi sebuah isu kontroversial yang ditanggapi secara berbeda di kalangan masyarakat. Kalangan rasionalis tentunya lebih percaya gempa megathrust ini akan terjadi dan manusia harus mempersiapkan segala perangkat mitigasinya, sementara kalangan fatalis cenderung memahaminya sebagai takdir yang mumkin dalam ilmu Allah swt, dimana manusia sama sekali tidak memiliki pilihan melawan bahkan untuk meminimalisir dampaknya.
Meskipun domain megathrust ini terkait geologi, namun tulisan ini ingin memaparkan analisis yang berbeda yaitu perspektif teologis. Tentang bagaimana Ilmu ketuhanan memaparkan tentang prediksi, kebencanaan dan respons yang harus dimunculkan.
Teologi tentang bencana
Dalam kajian teologi Islam menetapkan bahwa fenomena apapun yang terjadi dalam alam ini berada dalam ilmu Allah yang Maha Agung. Ilmu Allah memiliki kesempurnaan dalam dimensi dan keakuratan. Dimensi Ilmu Allah mencakupi masa lalu, masa kini, dan masa depan, sementara manusia hanya bisa mempelajari secuil sejarah masa lalu, sedikit ilmu kekinian dan prediksi masa depan dalam bentuk dugaan-dugaan saintifik.
Dalam konteks megathrust ini Allahlah yang Maha Mengetahui dengan kesempurnaan ilmunya tentang kemunculan energi, akumulasi energi, pelepasan energi dan tingkat kedahsyatannya. Sementara manusia sebagai makhluk termulia yang dibekali akal dan ilmu pengetahuan juga dimungkinkan dalam batasan tertentu untuk memprediksi gejala megathrust dan memformulasikan pola mitigasi jika kemudian gempa itu terjadi. Dengan demikian, detail qadar dari megathrust ini hanya Allah yang tau dan manusia hanya mampu menyelaminya sampai tahapan pediktif yang didukung oleh riset ilmiah.
Dalam diskursus teologi Islam, semua gerak alam ini berada dalam koridor takdir Allah. Hal ini bermakna bahwa Allah pendesain utama siklus alamiah alam ini. Namun manusia sebagai khalifatullah yang diwarisi alam ini juga memiliki kemampuan ikhtiari (kasab) dalam perwujudan takdir tuhan. Hal ini menyebabkan dalam konsep teologi Islam takdir dibagi menjadi dua kategori yaitu takdir mubram dan takdir muallaq.
Takdir mubram dipahami sebagai cerminan kekuasaan mutlak tuhan terhadap alam, sehingga manusia tidak memiliki peran dan kuasa dalam takdir ini. Sementara takdir muallaq dipahami sebagai takdir yang memiliki hubungan kausalitas dengan ikhtiar manusia, seperti takdir manusia cerdas karena memiliki kausalitas dengan usaha belajar yang dilakukan.
Mengacu kepada pengkatagorisasian di atas, maka bencana juga dapat dikategorisasikan menjadi bencana mubram dan bencana muallaq. Pertama bencana mubram, yang dipahami sebagai sebuah bencana yang mempresentasikan kehendak mutlak Tuhan dalam alam ini seperti letusan gunung berapi (vulkanik) dan gempa tektonik. Tidak ada kesinambungan langsung dengan ikhtiar manusia, sehingga manusia harus mengimaninya sebagai sebuah takdir tuhan yang di dalamnya sarat hikmah bagi kehidupan manusia. Namun manusia dengan kemampuan penalaran yang dimilikinya berkemampuan memikirkan pola mitigasi dan upaya survivalitas dari bencana yang mengancam.
Kedua, bencana muallaq yang dipahami sebagai bencana yang muncul terkait dan berhubungan dengan usaha manusia didalamnya. Dalam takdir yang muallaq ini dapat dipikirkan secara saintifik sebab dan keterhubungannya dengan perilaku manusia seperti illegal logging (penebangan liar) memiliki hubungan kausalitas dengan bencana banjir bandang, pengembangan rumah kaca menyebabkan pemanasan global dan lain sebagainya.
Mengenai keterhubungan bencana muallaq ini dengan perilaku manusia, secara gambling digambarkan dalam firman Allah dalam Surah al-Rum “Telah nampak kerusakan di daratan dan lautan karena perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS. Al-Rum 41).
Dari dua konseptualisasi bencana di atas, maka jika kemudian prediksi gempa megathrust menjadi kenyataan maka keberadaan lebih cenderung menjadi bencana mubram, yang tidak memiliki keterkaitan langsung dengan usaha manusia. Sehingga di sini peran manusia sebagai penyebab tidak dapat dijelaskan secara saintifik, kecuali dimaknai sebagai pesan teguran ilahi terhadap kezaliman yang dilakukan manusia dalam narasi agama.
Prediksi megathrust ini bagi seorang muslim tidak lebih dari berita tentang takdir kematian, takdir datangnya hari kiamat yang dapat hadir kapan saja atas kehendak Allah. Tidak perlu ada kekhawatiran dan kepanikan berlebihan, melainkan harus ada respon positif untuk memaksimalkan usaha dan doa agar dijauhkan dari bencana dalam berbagai ragam dan bentuk.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.