Opini

Melanjutkan Jalan Dakwah Tu Sop

Dan sekarang pertanyaanya, apakah arus kebaikan yang dirintis Tu Sop ini harus berhenti? Saya rasa, kewajiban kita meneruskan jalan dakwah Tu Sop

Editor: mufti
For Serambinews.com
Dr Teuku Zulkhairi MA, Sekjen Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) dan Ketua Bidang Humas PB HUDA 

Dr Teuku Zulkhairi MA, Sekjen Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) dan Ketua Bidang Humas PB HUDA

WAFATNYA ulama kharismatik Aceh yang memiliki nama lengkap Tgk. H. Muhammad Yusuf A Wahab ini meninggalkan duka yang begitu mendalam. Kepergian sosok yang akrab disapa Tu Sop Jeunieb ini terasa seperti mimpi. Apalagi, beliau dipanggil oleh Allah Swt tatkala beliau sedang menjadi titik sentral perhatian banyak kalangan karena keikutsertaan beliau dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Aceh. Tu Sop dipanggil oleh Allah Swt di saat para pecinta kebaikan begitu membutuhkan sosok beliau untuk memimpin gelombang arus kebaikan dan perbaikan.

Tu Sop adalah sejatinya ulama karena kehadiran beliau begitu banyak memberikan manfaat bagi umat. Bahkan, saya melihat seolah jiwa dan raga beliau itu telah disumbangkan sepenuhnya kepada umat.

Bayangkan, Tu Sop berdakwah dari satu tempat ke tempat lain di Aceh secara terus menerus. Bisa dikatakan, beliau lebih banyak istirahat di dalam mobil ketimbang di rumah.Saya teringat, hari-hari terakhir semasa hidup beliau baru saja mengisi muzakarah ulama di Aceh Barat. Sepulang dari Aceh Barat, di jalan pulang tengah malam beliau mampir di Aceh Jaya memotivasi para pemuda kader dakwah di sana. Sebelum itu, beliau juga telah mengisi dakwah di berbagai tempat lain di Aceh.

Pada saat yang sama, sepanjang waktu beliau terus mengkoordinir aksi-aksi dakwah bil hal (dakwah dengan perbuatan) bersama Barisan Muda Ummat (BMU) dalam menggalang donasi membangun rumah dhuafa di berbagai tempat di Aceh. Jadi, Tu Sop adalah sejatinya ulama karena dakwah beliau ini yang sangat komprehensif (menyeluruh), memadukan dakwah bil hal dan bil lisan.

Dakwah Tu Sop juga tidak lagi hanya dilakukan dengan cara-cara klasik, beliau memahami betul tren perkembangan zaman sehingga beliau peduli betul pentingnya dakwah melalui media informasi dan teknologi. Tu Sop mendirikan Radio Yadara di Bireuen dan membeli Radio Prima di Banda Aceh sehingga dakwah beliau itu dapat terus diputar dan disimak banyak kalangan.

Kesantunan bahasa dan keteladanan beliau telah menjadikan dakwah beliau menyebar luas. Tu Sop ingin agar umat ini harus mendengar dakwah secara menyeluruh, dari perkara aqidah, akhlak, muamalah hingga persoalan hukum Syariah. Beliau ingin agar tidak ada masyarakat kita dalam status apapun yang tidak terjangkau oleh dakwah.

Selain itu, upaya-upaya mendidik akhlak santri dan generasi muda juga terus beliau jalankan secara luas. Beliau tidak hanya mendidik para santri di dayah beliau, tapi juga santri dan para pemuda melalui Training Kader Dakwah (TKD) di Seluruh Aceh dimana beliau melakukan mobilitas yang sangat tinggi untuk mendakwahi pentingnya perbaikan akhlak.

Sebab, beliau menyadari betul bahwa problem terbesar bangsa kita saat ini adalah kerusakan akhlak. Maka penyampaian-penyampaian dakwah beliau sangat fokus ke arah perbaikan akhlak ini. Saya merangkum pemikiran beliau dalam tulisan berjudul “Revolusi Akhlak” yang bisa ditelusuri di internet.

Paradigma Islam yang dipahami dan didakwahkan oleh Tu Sop adalah Islam yang Wasathiyah, seimbang dalam segala hal dan tidak berat sebelah. Seimbang antara dunia dan akhirat, antara akal dan wahyu, antara hablumminallah (hubungan dengan Allah Swt) dan Hablumminannas (hubungan dengan sesama manusia). Pemahaman dan dakwah Islam yang disampaikan oleh Tu Sop menjadikan materi-materi dakwah beliau mendapatkan tempat yang spesial dalam hati masyarakat kita.

Musuh beliau adalah kebodohan, bukan orang bodoh. Lawan beliau adalah permusuhan, bukan musuh. Maka kehadiran beliau ini selalu bisa diterima oleh siapa saja. Dakwah beliau bersifat merangkul, bukan memukul. Dakwah Tu Sop juga bersifat mengajak, bukan mengejek. Catatan-catatan pemikiran Tu Sop tentang ini telah kami tulis dalam buku berjudul “Paradigma Islam Wasathiyah Tu Sop Jeunieb” yang file buku ini bisa didownload di internet.

Dakwah politik Tu Sop

Di sisi lain, Tu Sop juga merupakan sosok ulama petarung yang siap melawan badai. Terbukti, Tu Sop juga merambah dakwah politik. Keikutsertaan beliau dalam Pilkada Bireuen pada tahun 2017 lalu menjelaskan kepada kita bagaimana dakwah politik beliau yang menyeru kepada perbaikan paradigma politik kita. Harus kita akui, sumber kerusakan di negara kita bahkan juga kerusakan dunia Islam lainnya yang terjadi dalam berbagai tatanan kehidupan itu adalah karena kerusakan paradigma politik.

Propaganda para penjajah kafir di dunia Islam di masa lalu masih terus dirawat oleh sebagian orang hingga saat ini. Propaganda itu adalah pemahaman bahwa ulama tidak boleh berpolitik, bahwa politik bukanlah tempatnya ulama. Bahwa politik itu kotor sehingga akan kotor pula para ulama jika mereka berpolitik. Alhasil, yang terjun dalam politik adalah para begundal-begundal yang tidak mampu memadukan antara Islam dan politik secara baik. Padahal, Islam menaruh perhatian besar terhadap politik dan kepemimpinan.

Tapi anehnya, muslim di Aceh dewasa ini masih terus merawat pemikiran warisan Belanda yang kontra terhadap kehadiran ulama dalam politik. Politik dalam Islam bersambung sanadnya kepada Rasulullah. Sementara kontra terhadap politik ulama bersambung sanadnya kepada Snouck Hurgronje sang orientalis kiriman penjajah.

Secara umum, ketidakhadiran para ulama dalam politik selama ini telah membuat dunia Islam semakin rusak. Panggung politik terus dikuasai oleh orang-orang yang tidak berilmu. Maka tidaklah mengherankan apabila dunia Islam semakin hari semakin rusak karena kerusakan sistem politik mereka. Terhadap fenomena ini, suatu saat Tu Sop menjelaskan kepada kami, bahwa “saat ini kita mengalami problematika serius dimana orang yang memilih tidak layak memilih dan yang dipilih juga tidak layak dipilih”.

Masyarakat kita yang dalam era demokrasi diberikan hak memilih tidak dibekali dengan ilmu agama yang memadai tentang kepemimpinan secara menyeluruh. Akhirnya kerusakan politik terus terjadi, misalnya merajalelanya politik uang (money politik) yang merupakan ibu kandung dari segala kerusakan. Di sisi lainnya, praktik politik kita selama ini kian jauh dari akhlak mulia yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw dan para sahabatnya.

Pilkada justru menjadi ajang caci maki, pecah belah dan permusuhan. Tu Sop memahami betul fenomena ini secara baik. Maka ketika beliau maju dalam Pilkada Bireuen dulu, visi terbesar beliau adalah dakwah politik ini. Sebab bagi beliau, ketimbang berpolitik tanpa agama, lebih baik baik beragama tanpa politik. Bagi Tu Sop, “jika agama tidak hadir memperbaiki politik, maka politik akan menjadi fitnah besar bagi agama”.

Jadi kehadiran Tu Sop dalam politik ingin memperbaiki kerusakan paradigma ini dimana beliau langsung tampil memberikan keteladanan. Ketika diserang berbagai fitnah dan cacian, Tu Sop menasehati para muridnya dengan ungkapan "Hadapi fitnah dengan senyum dan doakan orang-orang yang memfitnah". Arus kebaikan yang Tu Sop rintis ini sesungguhnya semakin membesar dan diyakini akan semakin menguat ketika beliau tampil dalam kontestasi Pilkada di tingkat provinsi.

Tapi takdir berkata lain. Allah memanggil Tu Sop saat dakwah politik baru dimulai. Tugas Tu Sop di sisi Allah mungkin memang sampai pada titik ini saja. Dan sekarang pertanyaanya, apakah arus kebaikan yang dirintis Tu Sop ini harus berhenti? Saya rasa, kewajiban kita semua untuk meneruskan jalan dakwah Tu Sop.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved