KUPI BEUNGOH

SPPIRT dan Pentingnya Sertifikasi untuk Produk Pangan di Aceh

SPPIRT adalah sertifikat yang wajib dimiliki oleh pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang memproduksi pangan.

Editor: Yocerizal
Serambinews.com
Bambang Sukarno Putra, S.TP, M.Si, Dosen Teknik Pertanian (bidang Teknologi Pasca Panen) Universitas Syiah Kuala (USK). 

Oleh: Bambang Sukarno Putra, S.TP, M.Si

DALAM dunia kuliner yang terus berkembang pesat, salah satu aspek penting yang sering kali diabaikan oleh masyarakat luas adalah keamanan dan kualitas produk pangan yang mereka konsumsi. 

Sebagai respons atas kebutuhan ini, pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT). 

Namun, apakah kebijakan ini benar-benar melindungi konsumen, atau justru menjadi penghalang bagi inovasi dan perkembangan industri pangan lokal?

Di tengah maraknya perkembangan produk pangan lokal di Aceh, khususnya di bidang kuliner, pentingnya Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPPIRT) semakin menjadi sorotan. 

SPPIRT adalah sertifikat yang wajib dimiliki oleh pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang memproduksi pangan untuk memastikan produk yang mereka hasilkan aman dan layak dikonsumsi oleh masyarakat.

SPPIRT berfungsi sebagai bentuk pengakuan dan jaminan bahwa produk pangan yang dihasilkan telah memenuhi standar keamanan pangan yang ditetapkan oleh pemerintah. 

Di Aceh, kuliner lokal seperti Mi Aceh, Kuah Beulangong, dan Daging Masak Putih (Sie Reboh Puteh) adalah beberapa contoh produk yang wajib memiliki SPPIRT sebelum bisa dipasarkan secara luas. Tanpa sertifikasi ini, produk-produk tersebut bisa dianggap tidak aman dan berpotensi ditarik dari peredaran. 

Menurut aturan yang berlaku, berbagai jenis makanan wajib memiliki SPP-IRT sebelum dapat dijual secara legal. Beberapa di antaranya termasuk kue kering, keripik, roti, makanan ringan, dan minuman tradisional.

Baca juga: Nasib Alif, Kapten Sepakbola Sumut Dikeroyok Pemain Papua Barat di Banda Aceh, Wajah Berdarah

Baca juga: Panglima TNI Mutasi 130 Perwira Tinggi, Ada Pangdam dan Pangkogabwilhan: Ini Daftar Lengkapnya

 Secara teori, ini adalah langkah yang baik untuk melindungi konsumen dari produk-produk yang mungkin berbahaya atau tidak higienis. Namun, di lapangan, kebijakan ini sering kali dilihat sebagai formalitas yang hanya menambah birokrasi tanpa memberikan nilai tambah yang nyata bagi konsumen atau produsen.

Bayangkan seorang ibu rumah tangga yang membuat keripik pisang dari dapurnya untuk dijual di pasar lokal. Proses mendapatkan SPP-IRT mungkin akan memakan waktu yang lama, memerlukan biaya yang tidak sedikit, dan melibatkan berbagai prosedur yang membingungkan. 

Apakah hal ini benar-benar membantu memastikan keripik pisangnya aman? Atau justru membuat ibu rumah tangga ini kewalahan dan akhirnya memutuskan untuk tidak menjual produk tersebut?

Keberadaan SPPIRT juga membuka peluang bagi produk pangan lokal untuk menembus pasar yang lebih luas, baik di tingkat nasional maupun internasional. Dengan memiliki SPPIRT, produk-produk pangan Aceh dapat lebih mudah diterima di berbagai pasar dan menghindari risiko ditolak karena masalah keamanan pangan.

Namun, meski SPPIRT memiliki banyak manfaat, masih banyak pelaku usaha di Aceh yang belum memiliki sertifikat ini. Hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya informasi mengenai pentingnya SPPIRT, prosedur yang dianggap rumit, atau biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan sertifikat tersebut.

Padahal, jika melihat lebih jauh, SPPIRT sebenarnya memberikan banyak peluang bagi pengusaha lokal. Selain meningkatkan kepercayaan konsumen, sertifikasi ini juga dapat digunakan sebagai alat pemasaran yang efektif. Produk yang bersertifikat SPPIRT memiliki nilai jual yang lebih tinggi karena konsumen lebih yakin akan kualitas dan keamanannya.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved