KUPI BEUNGOH
SPPIRT dan Pentingnya Sertifikasi untuk Produk Pangan di Aceh
SPPIRT adalah sertifikat yang wajib dimiliki oleh pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang memproduksi pangan.
Menurut data dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), hingga tahun 2023, terdapat sekitar 25.000 produk pangan yang telah menerima SPP-IRT di Indonesia. Namun, angka ini hanya mencakup sebagian kecil dari seluruh produk pangan yang beredar di pasaran.
Banyak produsen kecil, terutama di daerah-daerah terpencil, yang masih beroperasi tanpa sertifikasi ini. Mereka lebih memilih untuk tetap berada di "pasar gelap" daripada harus menghadapi kerumitan proses sertifikasi.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2022 menunjukkan bahwa sekitar 60 persen dari pelaku usaha mikro dan kecil di sektor pangan merasa terbebani oleh persyaratan SPP-IRT.
Mereka menyebutkan biaya tinggi, prosedur yang rumit, dan kurangnya dukungan dari pemerintah daerah sebagai alasan utama. Akibatnya, banyak dari mereka yang tidak mengurus sertifikat ini dan memilih untuk menjual produk mereka secara informal.
Baca juga: Eks Anggota Satpol PP Bogem Guru SMA di Aceh Barat Saat Antar Istri ke Sekolah, Diawali Cekcok Mulut
Baca juga: Soal Pengganti Tu Sop, Ini Jawaban Bustami Hamzah
Di sisi lain, data dari BPOM menunjukkan bahwa 40 % produk pangan tanpa SPP-IRT yang diuji ternyata tidak memenuhi standar kesehatan yang berlaku. Ini tentu mengkhawatirkan, karena berarti masih ada banyak produk di pasaran yang berpotensi berbahaya bagi konsumen.
Namun, alih-alih sekadar mengandalkan sertifikasi sebagai solusi, mungkin ada baiknya jika pemerintah fokus pada edukasi dan pelatihan bagi pelaku usaha kecil untuk meningkatkan standar produksi mereka.
Melihat situasi ini, pertanyaan yang harus kita ajukan adalah: apakah SPP-IRT benar-benar berfungsi sebagaimana mestinya? Jika tujuannya adalah untuk melindungi konsumen, maka kebijakan ini harus lebih fleksibel dan inklusif, terutama bagi pelaku usaha kecil yang merupakan tulang punggung ekonomi lokal.
Pemerintah seharusnya mempertimbangkan untuk menyederhanakan prosedur sertifikasi dan menyediakan dukungan yang lebih baik bagi pelaku usaha kecil.
Misalnya, dengan memberikan pelatihan gratis, bantuan teknis, atau subsidi untuk biaya sertifikasi. Dengan demikian, lebih banyak produsen kecil akan terdorong untuk mengurus SPP-IRT, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas produk pangan di Indonesia.
Selain itu, pemerintah juga harus lebih bijak dalam menerapkan standar. Alih-alih memaksakan standar yang mungkin tidak relevan atau terlalu kaku, ada baiknya jika standar tersebut disesuaikan dengan kondisi lokal dan jenis produk yang dihasilkan.
Hal ini akan memungkinkan produsen untuk tetap menjaga kualitas dan keunikan produk mereka, tanpa harus khawatir melanggar aturan.
Pemerintah dan institusi pendidikan seperti Universitas Syiah Kuala (USK) juga memiliki peran penting dalam mendorong pelaku usaha untuk mendapatkan SPPIRT.
Melalui program-program penyuluhan dan pelatihan, pemerintah dan akademisi bisa membantu UKM di Aceh memahami pentingnya sertifikasi ini dan memberikan bimbingan dalam proses pengajuannya.
Di sisi lain, kampus-kampus di Aceh, terutama di bidang pertanian dan teknologi pangan, juga bisa berperan dengan melakukan penelitian yang mendukung pengembangan produk pangan lokal. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar dalam proses sertifikasi, sehingga produk yang dihasilkan tidak hanya enak dan khas, tetapi juga aman dan memenuhi standar kesehatan.
Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas seperti sekarang ini, memiliki SPPIRT bukan lagi sekadar pilihan, tetapi kebutuhan. Produk pangan yang tidak memiliki sertifikasi ini akan sulit bersaing di pasar yang semakin ketat.
Opini Kupi Beungoh
Opini Bambang Sukarno Putra
SPPIRT dan Pangan
Sertifikasi Produk Pangan
Sertifikasi Produk Pangan Aceh
Opini Dosen Fakultas Pertanian USK
Urgensi Pendidikan Politik untuk Merawat Perdamaian Aceh Pasca Dua Puluh Tahun |
![]() |
---|
Aceh Damai, Perspektif Jurnalistik |
![]() |
---|
Kurikulum Pendidikan Islam Itu "Berbasis Cinta", Solusi Masalah Lokal & Jawaban Tantangan Global |
![]() |
---|
20 Tahun Damai Aceh, Mengenang Dokter Muhammad Jailani, Penebar Senyum Menyembuhkan |
![]() |
---|
Aceh, Mesin Tanpa Bensin |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.