Kupi Beungoh

Kesaksian Herlina Mahasiswi Papua: Aceh Ramah, Diundang Maulid hingga tak Ada Begal dan Pemabuk  

Herlina Wambrau adalah gadis asal Kecamatan Mambioman Bapai Kabupaten Mappi,Provinsi Papua Selatan. Dia sudah hampir lima tahun menetap di Aceh.

Editor: Amirullah
For Serambinews.com
Ivana Zara Zeta dan Rizkiansyah Malau, Keduanya adalah mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam FDK UIN Ar-Raniry 

Oleh: Ivana Zara Zeta dan Rizkiansyah Malau
 
Herlina Wambrau adalah gadis asal Kecamatan Mambioman Bapai Kabupaten Mappi,Provinsi Papua Selatan. Dia sudah hampir lima tahun menetap di Aceh.

Herlina tercatat sebagai mahasiswi Universitas Ubudiyah Banda Aceh. Saat ini dia sedang merampungkan penelitian skripsi.

Sebagaimana mayoritas orang Papua, Herlina menganut agama Kristen Protestan. Sejak menetap di Aceh, Herlina sering beribadah di Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB) Banda Aceh. Selain perbedaan agama, tradisi dan kebudayaan Aceh merupakan hal baru bagi Herlina.

Herlina berbagi cerita tentang pengalamannya selama di Aceh. Ia mengungkapkan bahwa masyarakat Aceh sangat ramah dan terbuka dalam menerima kedatang orang luar.

“Mereka menganggap kami sebagai saudaranya,” ujar Herlina, kepada kami dalam sebuah pertemuan pada Selasa (03/12/2024) di Darussalam Banda Aceh.

Herlina mengaku bertemu dengan orang-orang baik sejak pertama menginjakkan kaki di Aceh. Wali Kota Banda Aceh pernah juga mengundang komunitas Papua dalam acara makan bersama. Di lain waktu pada ulang tahun TNI mereka juga diundang untuk makan bersama.

Kemudian mereka juga sering di undang untuk menampilkan tari Papua di fakultas-fakultas yang ada di Universitas Syiah Kuala (USK). Jadi pihak-pihak yang memberikan keramahan dan keterbukaan ini membuatnya merasa diterima sejak awal kedatangannya ke Aceh.

Herlina juga menilai Aceh sebagai daerah yang aman dari kejahatan maupun kejahatan lainnya. Ia menyebutkan bahwa dirinya berani keluar pada jam-jam rawan di Aceh tanpa rasa takut, berbeda dengan kondisi di Papua, di mana setelah pukul 10 malam banyak ancaman berbahaya seperti orang mabuk atau begal yang dapat membunuh.

Dalam hal adaptasi, Herlina menyatakan bahwa urusan pakaian dapat disesuaikan dengan mudah, tetapi ia sedikit kesulitan dengan makanan karena perbedaan bumbu rempah yang digunakan di Papua dan Aceh. Meski begitu, ia sangat menyukai hidangan khas Aceh, seperti kuah beulangong dan asam keueng, yang menurutnya cocok di lidah.

Herlina juga menjelaskan bahwa makanan pokok di Papua sangat berbeda dengan Aceh. Di Papua, mereka tidak hanya mengonsumsi beras, tetapi juga sagu yang biasa diolah menjadi papeda dan disantap bersama ikan kuah asam pedas.

Memakan sagu menjadi hal yang sangat dirindukan oleh Herlina. Untuk mengatasi kerinduan itu, ia sering menitip sagu kepada teman yang pulang ke Papua, lalu menikmatinya bersama teman-teman Papua lainnya yang ada di Aceh.

Undangan Maulid Nabi

Herlina menilai Aceh sebagai daerah yang memiliki toleransi yang sangat kuat. Ia dan teman-temannya sering diajak mengikuti acara besar keagamaan Islam di Aceh, seperti Maulid Nabi, Iduladha, dan Idulfitri.

Saat Iduladha, mereka bahkan diberikan daging mentah serta kuah beulangong. Pada Maulid Nabi, mereka sering diundang oleh masyarakat Aceh untuk bersilaturahmi dan makan bersama. Herlina merasa sangat bahagia dan mendapatkan banyak pengalaman budaya baru di Aceh.

Keputusan Herlina untuk melanjutkan pendidikan di Aceh dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurutnya, biaya pendidikan di Aceh, baik di universitas negeri maupun swasta, cukup terjangkau.

Hal ini sangat membantu karena ia tidak mendapatkan beasiswa dan hanya mengandalkan biaya pribadi. Selain itu, biaya hidup di Aceh juga jauh lebih murah dibandingkan di Papua, dengan perbandingan harga yang signifikan.

150 Mahasiswa Papua di Aceh

Mahasiswa Papua di Aceh tersebar di berbagai daerah, seperti Banda Aceh, Meulaboh, Lhokseumawe, dan Langsa. Menurut Herlina, terdapat sekitar 150 mahasiswa Papua di Aceh, dengan jumlah terbesar berada di Banda Aceh, yaitu sekitar 60 orang.

Mahasiswa-mahasiswa ini tergabung dalam komunitas Himpunan Mahasiswa Papua (HIMAPA) Aceh. Komunitas ini membantu mahasiswa baru dari Papua dalam beradaptasi dengan lingkungan baru di Aceh, mulai dari proses kedatangan, pengenalan budaya, hingga pengurusan administrasi kampus.

Komunitas HIMAPA Aceh tidak hanya menjadi tempat berkumpul, tetapi juga sarana bagi mahasiswa Papua untuk melestarikan budaya dan nilai-nilai asal mereka. Herlina menjelaskan bahwa dalam komunitas ini, mereka sering mengadakan kegiatan seni seperti menari tarian tradisional Papua atau membuat kerajinan khas untuk diperkenalkan kepada masyarakat Aceh.

Kegiatan semacam ini juga membantu mempererat hubungan dengan masyarakat lokal, yang selalu antusias belajar tentang budaya Papua.

Di sisi lain, mereka juga menjaga hubungan antaranggota komunitas dengan mengadakan perayaan hari-hari besar bersama, baik keagamaan maupun budaya.

Persamaan Nasib

Menurut dosen kami di Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) FDK UIN Ar-Raniry, Hasan Basri M Nur, antara Papua dan Aceh memiliki sejumlah persamaan, terutama persamaan nasib sejak menjadi bagian dari NKRI.

Papua dan Aceh sama-sama menganggap diperlakukan secara tidak adil oleh rezim Pemerintah Indonesia masa lampau, padahal Papua dan Aceh sama-sama sebagai daerah kaya SDA (Sumber Daya Alam).

Papua kaya tambang emas, sementara Aceh kaya tambang migas, emas hingga batu bara. Pada masa lampau, hasil alam ini tidak dibagi dengan daerah sehingga orang Papua dan Aceh berada dalam keadaan miskin dan mutu/akses pendidikan terbatas.

Perasaan diperlakukan secara tidak adil ini kemudian memunculkan organisasi pergerakan kemerdekaan di daerah. Di Papua ada OPM (Organisasi Papua Merdeka) dan di Aceh terdapat GAM (Gerakan Aceh Merdeka).

Atas dasar itulah orang Papua menganggap Aceh sebagai saudara senasib (Baca: https://aceh.tribunnews.com/2023/10/28/orang-papua-anggap-aceh-sebagai-saudara-tua).

Sembutan dan perlakuan orang Aceh kepada saudaranya dari Papua terasa sangat baik, sehingga Herlina dan mahasiswa lain asal Papua merasa nyaman dan betah tinggal di Aceh.

Karena itu, Herlina berkomitmen untuk mengabarkan kondisi Aceh yang sebenarnya ke rekan-rekan di Papua setelah pulang kampung nanti. Dia mendorong orang-orang luar untuk datang dan melihat kondisi Aceh, tidak sekedar membaca berita di media. Semoga!
 
Banda Aceh, 04 Desember 2024

Penulis, Ivana Zara Zeta dan Rizkiansyah Malau, Keduanya adalah mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam FDK UIN Ar-Raniry, Ivana Zara Zeta berasal dari Aceh Tengah, sementara Rizkiansyah Malau berasal dari Sibolga Sumatera Utara, ivanazara11@gmail.com, rizkiansyahmalau2022@gmail.com.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Artikel KUPI BEUNGOH lainnya baca DI SINI

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved