Breaking News

Opini

Burung-burung Nasar Pelindung Kelompok Jihadis Suriah yang Dilematis

Mereka tidak lebih dari bagian kelompok jihadis brutal dan tidak berkeadaban yang datang dari belahan dunia lain untuk mengklaim Suriah.

Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS.COM/FOR SERAMBINEWS
Teuku Taufiqulhadi, mantan Reporter Perang, dan menulis disertasi tentang Perang Suriah. 

Jays al-Fatih dulunya sangat besar dan sangat ditakuti koalisi pro-Assad karena mendapat dukungan dana dari Turki, Arab Saudi dan Qatar. Diperkirakan, sebagian kaum Ikhwanul Muslimin Suriah berada dalam kelompok ini.

Sebuah tank tempur militer Turki terlihat di sepanjang jalan raya M4, yang menghubungkan Provinsi Aleppo dan Latakia di Suriah utara pada 15 Maret 2020
Sebuah tank tempur militer Turki terlihat di sepanjang jalan raya M4, yang menghubungkan Provinsi Aleppo dan Latakia di Suriah utara pada 15 Maret 2020 (AFP/File)

Di samping itu masih terdapat beberapa  kelompok milisi islamis lainnya, yang salah satunya berpandangan sangat sektarian dan militan yaitu Jays al-Islam yang bertujuan selain mendirikan sebuah negara Islam berdasarkan al-Quran dan Hadis, juga bermaksud mengusir semua komunitas lain di Suriah seperti kaum Alawi, Syiah dll.

Jaysh al-Islam ini berideologi jihadis-Salafisme.

Kemudian di luar kelompok islamis ini, cepat atau lambat, akan muncul untuk mengklaim haknya pasca-Assad adalah kelompok jaringan nonislamis. Di sini yang paling paling terkenal adalah al-Jaish as-Suri al-Hurr atau Free Syrian Army (FSA).

FSA merupakan kelompok perlawanan paling awal muncul dalam Perang Suriah, yang didirikan oleh sejumlah perwira militer rezim Assad yang menyeberang, dan dengan kebanyakan anggota pentingnya berasal dari Ikhwanul Muslimin.

FSA ini menjadi alat propaganda Turki dan Barat dalam perang Suriah, sejenis perang yang tiada presedennya. Dalam perang Suriah hadir berbagai bangsa dari berbagai pelosok dunia, dengan membentuk milisi sendiri, datang hendak mengklaim Suriah.

Mereka itu disebut kaum jihadis. Kelompok jihadis ini bersikap sangat brutal dan saling bunuh sesamanya. Dalam perang sejenis ini, Turki dan Barat perlu menampilkan FSA sebagai role model yang protagonis.

FSA disebutkan sebagai kelompok koalisi yang berhaluan moderat, berkeadaban serta bermaksud mendirikan sebuah negara Suriah demokratis yang tidak berdasarkan prinsip-prinsip agama tertentu. 

Organisasi pemberontak ini mengalami kemunduran karena gagal mempersatukan kelompok-kelompok perlawanan Suriah karena dituduh menjadi perpanjangan tangan negara asing berhubung markasnya berada di Turki.

Bahkan kemudian, teritori FSA banyak direbut oleh kelompok milisi islamis seperti Jabhat al-Nusra, Ahrar asy-Syams dan ISIS. Tapi FSA adalah kelompok favorit Turki karena sikap FSA yang sangat tergantung dan loyal kepada negara Erdogan tersebut. 

Jaringan ketiga adalah Syrian Democratic Forces (SDF). SDF adalah sebuah kekuatan pertahanan dan perlawanan kaum Kurdi yang cukup solid dan sangat berpengaruh.

Mereka sudah mendirikan sebuah pemerintahan otonomi sendiri di bagian utara Suriah yang  dekat dengan perbatasan Turki. Pemerintahan otonomi itu dikenal dengan nama Rojava.

Kelompok perlawanan ini memiliki sayap militer yang disebut YPG atau Unit Pertahanan Rakyat. SDF, meski sangat dibenci Turki karena diduga memiliki hubungan erat dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK), tapi didukung kuat dan didanai oleh AS.

SDF sangat terkenal karena menjadi ujung tombak AS yang cukup efektif ketika melakukan serangan dan penghancuran terhadap ISIS. AS memberi dukungan persenjataan militer dan dana dalam rangka menghadapi ISIS dan kelompok islamis lainnya.

Kelompok milisi Kurdi ini menentang pembentukan negara Islam, dan ia mengklaim memperjuangkan sistem federasi di Suriah. 

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved