Kupi Beungoh
Fenomena Pasangan Uzur di Aceh: Mengurusi Anak Disabilitas sambil Mencari Tiram di Krueng Cut
Dalam kondisi fisik yang semakin ringkih, Abu Bakar bersama isteri tercinta terpaksa mencari nafkah dengan berjualan tiram di tepi Sungai Krueng Cut
Kami berkunjung ke rumah Abu Bakar dan Raziah. Kondisi rumah mereka sangat memprihatinkan. Lantainya hanya terbuat dari semen kasar, membuat hawa di rumah tersebut terasa dingin dan lembab. Ketika hujan deras yang berkepanjangan, sekeliling rumahnya akan tergenang air hujan.
Konstruksi bangunan rumah yang sudah tidak memadai lagi. Terlihat jelas dinding yang mulai retak dan tiang yang sudah lapuk. Sementara sumur yang mereka jadikan sebagai tempat mandi, terletak di halaman rumah.
Sumur tersebut tidak memiliki pembatas atau dinding penutup, sehingga membuatnya terbuka dan terlihat dari luar, menjadikan rumah ini semakin tidak layak huni.
“Terkadang, ketika menggunakan sumur untuk mandi, kami merasa tidak nyaman karena tidak adanya pembatas yang menutupi tempat mandi tersebut,” sahut Abu Bakar.
“Terlebih lagi saat ada orang yang lewat dan tetangga yang melihat, kami merasa malu karena terlihat pandangan yang tidak mengenakkan”, sambung Abu Bakar Shidiq menceritakan keluh kesahnya.
Mereka terpaksa bertahan di tengah kondisi yang serba kekurangan, sembari berharap ada perubahan yang dapat membawa kehidupan yang lebih baik.
Rumah yang dihuni oleh mereka tergolong dalam rumah tidak layak huni, karena tidak memenuhi beberapa kriteria untuk disebut rumah layak huni.
Rumah tersebut awalnya merupakan rumah bantuan tsunami yang kemudian dibeli oleh Abu Bakar setelah tsunami, sebelumnya mereka tinggal di gampong Labui.
Di tengah kesusahannya dalam mencari nafkah dan tempat tinggal yang kurang memadai, ditambah lagi harus menanggung biaya hidup untuk 2 anaknya, Abu Bakar dan Raziah tidak mendapatkan bantuan PKH.
Padahal jika dilihat dari kriteria untuk penerima bantuan sosial berupa PKH, kedua lansia ini sudah tergolong dalam kriteria layak mendapatkan bantuan sosial tersebut.
“Kami sering dibantu oleh orang-orang seperti diberikan uang, beras dan kebutuhan sehari-hari lainnya tapi belum mendapatkan bantuan yang berkelanjutan seperti PKH. Kami sangat berharap agar pemerintah menyediakan bantuan sosial yang berkelanjutan,” ujar Raziah.
Geuchik Gampong Baet, Agus Mawar (47) menyampaikan bahwa kepada Abu Bakar sudah pernah diberikan bantuan berupa BLT. Namun, untuk ke depan, pihak desa telah mengajukan nama Abu Bakar sebagai calon penerima PKH.
Selain BLT yang sudah disalurkan, bantuan PKH juga sedang dalam proses pengajuan. Harapannya, bantuan PKH ini dapat disetujui dan segera diterima untuk mendukung kebutuhan keluarga mereka jangka panjang.
Ketua Prodi PMI FDK UIN Ar-Raniry, Dr Rasyidah MAg, mendukung upaya pihak desa Baet untuk mengajukan nama Abu Bakar dalam daftar usulan calon penerima bansos berkelanjutan PKH.
“Perlu dilakukan pengawasan yang strategis dan berkelanjutan untuk memastikan bahwa bantuan-bantuan bisa tersalurkan dengan tepat sasaran. Dengan adanya update data penerima manfaat program menjadi lebih progresif. Masyarakat miskin tidak lama menunggu nama mereka untuk terdata di DTKS,” tegas Rasyidah, Senin (09/12/2024)
Integritas dan Sistem Bercerai, Korupsi Berpesta |
![]() |
---|
Kemudahan Tanpa Tantangan, Jalan Sunyi Menuju Kemunduran Bangsa |
![]() |
---|
Memaknai Kurikulum Cinta dalam Proses Pembelajaran di MTs Harapan Bangsa Aceh Barat |
![]() |
---|
Haul Ke-1 Tu Sop Jeunieb - Warisan Keberanian, Keterbukaan, dan Cinta tak Henti pada Aceh |
![]() |
---|
Bank Syariah Lebih Mahal: Salah Akad atau Salah Praktik? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.