Kupi Beungoh
Dua Dekade Tsunami Aceh: Tumbuh Dari Luka, Menuju Pemulihan
Tsunami 2004 tidak hanya merenggut ratusan ribu nyawa, tetapi juga menghancurkan tatanan sosial yang menjadi penopang kehidupan masyarakat Aceh.
Nilai-nilai lokal dan keimanan berperan besar dalam membantu masyarakat Aceh menghadapi trauma. Tradisi seperti meuripee tidak hanya membantu mereka berbagi duka, tetapi juga mempererat solidaritas yang menjadi kekuatan bersama.
Inisiatif seperti pelatihan kesiapsiagaan bencana atau dukungan emosional kepada anak-anak yatim menunjukkan bahwa masyarakat Aceh terus beradaptasi dan menemukan jalan untuk bangkit.
Perjalanan ini membuktikan bahwa pemulihan sejati bukan hanya tentang membangun kembali yang hilang, tetapi juga tentang memperkuat hubungan antarmanusia, menumbuhkan ketahanan, dan memupuk harapan baru untuk menghadapi masa depan dengan penuh keyakinan.
Peran Pemerintah
Dua dekade pasca-tsunami, ke depan mitigasi kebencanaan perlu berperspektif inklusif. Penanganan bencana tak cukup hanya fokus pada kendali darurat, evakuasi korban, dan infrastruktur fisik, tetapi juga persiapan pemulihan kesehatan mental korban jangka panjang.
Pemerintah Aceh harus lebih proaktif terkait problem kesehatan mental, bukan menyerahkan sepenuhnya pemulihan trauma pada komunitas. Pembentukan departemen kesehatan mental dengan dukungan psikolog dan psikiater menjadi langkah strategis untuk memberikan terapi berkala dan mencegah alienasi korban bencana.
Pemerintah juga harus memperkuat kolaborasi dengan lembaga internasional dan organisasi lokal untuk menciptakan program yang berkelanjutan.
Selain itu, mitigasi yang berbasis masyarakat perlu diperluas, seperti pelatihan kesiapsiagaan bencana yang melibatkan generasi muda dan perempuan sebagai agen perubahan.
Langkah ini tidak hanya meningkatkan kapasitas masyarakat, tetapi juga membangun kesadaran kolektif akan pentingnya kesiapan menghadapi risiko bencana di masa depan.
Pelajaran dari bencana ini harus terpatri dalam ingatan kolektif, mendorong kesiapsiagaan, harmoni dengan alam, dan hubungan yang lebih erat kepada Allah Swt dan sesama manusia.
Pemulihan sejati bukan hanya membangun kembali yang runtuh, tetapi juga merawat capaian dan memastikan keberlanjutan masa depan. Dengan refleksi atas perjalanan ini, masyarakat Aceh dapat menjadi contoh bagi dunia tentang bagaimana bangkit dari kehancuran dan menumbuhkan harapan baru.
Penulis: Siti Hajar Sri Hidayati, M.A. (Dosen Fakultas Psikologi UIN Ar-Raniry)
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Artikel KUPI BEUNGOH lainnya baca DI SINI
Kemudahan Tanpa Tantangan, Jalan Sunyi Menuju Kemunduran Bangsa |
![]() |
---|
Memaknai Kurikulum Cinta dalam Proses Pembelajaran di MTs Harapan Bangsa Aceh Barat |
![]() |
---|
Haul Ke-1 Tu Sop Jeunieb - Warisan Keberanian, Keterbukaan, dan Cinta tak Henti pada Aceh |
![]() |
---|
Bank Syariah Lebih Mahal: Salah Akad atau Salah Praktik? |
![]() |
---|
Ketika Guru Besar Kedokteran Bersatu untuk Indonesia Sehat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.