Serambi Ramadhan

Bolehkah Musafir Tak Berpuasa? Begini Ketentuaan dan Syaratnya

Bulan Ramadhan, seluruh umat Muslim diwajibkan untuk puasa. Namun, terdapat beberapa orang yang diperbolehkan untuk tidak melaksanakan puasa.

Penulis: Firdha Ustin | Editor: Mursal Ismail
Chat GPT
PUASA BAGI MUSAFIR - Puasa Ramadhan bagi musafir memiliki ketentuan khusus dalam Islam. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an dan hadis. 

SERAMBINEWS.COM - Puasa Ramadhan bagi musafir memiliki ketentuan khusus dalam Islam. 

Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an dan hadis.

Seorang musafir diperbolehkan tidak berpuasa jika perjalanannya mencapai minimal 97 kilometer, dengan ketentuan tertentu.

Ada empat hukum yang mengatur puasa musafir: haram jika membahayakan kesehatan, makruh jika tetap berpuasa dalam kondisi diperbolehkan berbuka.

Kemudian wajib jika tidak memenuhi syarat untuk berbuka, dan lebih utama berpuasa jika tidak ada kesulitan dalam perjalanan.

Keputusan untuk berpuasa atau berbuka bagi musafir bergantung pada kondisi individu dan kemudahan yang Allah berikan.

 Baca juga: Tgk Musannif Terima Penghargaan Tokoh Publik Pembina Dayah Turast dan Tahfidz

Demikian kesimpulan yang disampaikan Tgk Wahyu Mimbar, MAg, dalam  program Serambi Ramadhan melalui kanal YouTube Serambinews.com dipandu host Firdha Ustin, Jurnalis Serambi Indonesia, Selasa (2/4/2024). 

Tgk Wahyu menjelaskan musafir merupakan seseorang yang melakukan aktivitas perjalanan atau berpindah mencapai jarak temput lebih kurang 97 kilometer.

Jika sudah mencapai jarak tempuh tersebut, ia diperbolehkan meringkas shalat dan juga diperbolehkan untuk berbuka atau tidak dalam perjalanannya. 

 

Terkait puasa bagi orang yang sedang musafir, Tgk Wahyu menjelaskan bahwa Al-Quran sudah memberikan tuntunan atau konsep puasa bagi orang yang musafir, hal ini sebagai tertuang didalam Al Quran surah Al-Baqarah ayat 184.

"Barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka wajib mengganti pada hari hari yang lain dan bagi mereka yang berat menjalankannya wajib membayar fidyah yaitu memberi makan orang miskin"

Meski Allah memberi kemudahan puasa bagi yang musafir seperti tertuang dalam surah Al-Baqarah tersebut, namun sambungnya, ada berbagai ketentuan bagi musafir jika ingin membatalkan puasa Ramadhan atau tetap melanjutkannya.

Baca juga: Bincang Serambi Ramadhan - Begini Sejarah Tarawih dan Pengamalannya di Berbagai Belahan Dunia

Ketentuan puasa Ramadan bagi musafir dalam membatalkan atau melanjutkan puasa tergantung pada kondisi.

Walaupun boleh membatalkan atau tidak berpuasa, seorang musafir tetap wajib mengganti pausa tersebut di luar bulan Ramadan, menqadha puasanya.

Ada kondisi yang menyebabkan kamu harus dan boleh membatalkan puasa, ada pula kondisi yang membuat kamu tidak boleh membatalkannya.

Hal ini sebagaimana tertuang dalam sebuah hadis, "Dari Aisyah RA, ia berkata bahwa Hamzah bin Amr al-Aslami pernah bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai puasa dalam perjalanan. Lantas beliau pun menjawab, 'Jika kamu menghendaki maka berpuasalah, dan jika kamu tidak menghendaki maka batalkanlah". (HR. Muslim).

Dalam kesempatan tersebut, Tgk Wahyu turut membeberkan setidaknya ada empat ketentuan puasa bagi orang yang musafir:

1. Haram berpuasa

Ketentuan puasa Ramadan bagi musafir yang pertama adalah haram berpuasa jika kamu menduga akan terjadi kerusakan pada dirimu, anggota tubuh atau fungsi (dari tubuh) karena puasa. Atau sebenarnya tidak membahayakan untuk sekarang, namun berpikir akan membahayakan untuk di masa yang akan datang.

Jadi, pada kondisi seperti ini kamu diwajibkan berbuka atau tidak berpuasa. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh imam al Bajuri di dalam kitabnya:

“Bahkan bila seseorang menduga kuat akan meninggal, rusaknya anggota tubuh, dan fungsinya sebab puasa, maka haram baginya berpuasa sebagaimana al-Ghazali berpendapat dalam al-Mustashfa. Jika ia tidak merasa berbahaya pada saat berpuasa, namun dikhawatirkan terjadi bahaya di waktu mendatang, maka berbuka puasa itu lebih baik baginya, sebagaimana al-Rafi‘i menukil dari kitab at-Tatimmah, dan ia membenarkan pendapat tersebut.”

Baca juga: Bincang Serambi Ramadhan - Tgk Alizar Usman Ungkap Tiga Orang Sakit yang Boleh Tidak Puasa

2. Makruh Berpuasa

Ketentuan puasa Ramadan bagi musafir kedua, menjadi makruh berpuasa bagi kamu yang sudah memenuhi syarat diperbolehkannya tidak berpuasa bagi musafir. Syarat tersebut antara lain:

  • Perjalanan yang ditempuh adalah perjalanan yang diperbolehkan qasar salat,
  • Perjalanan yang mubah, bukan perjalanan untuk melakukan kemaksiatan,
  • Perjalanan yang dilakukan adalah pada malam hari sebelum terbit fajar Subuh dan melewati batas desa sebelum fajar Subuh tiba.

"Jadi, jika kamu pada kondisi seperti yang telah disebutkan, bagi musafir disunahkan untuk berbuka puasa. Sebagaimana dijelaskan oleh Imam Abu Bakar al Ahdali dalam kitab nadzam qawaid fiqhiyyahnya yang berjudul al Faraid al Bahiyyah," timpal Tgk Wahyu.

3. Wajib Berpuasa

Ketentuan puasa Ramadan bagi musafir yang ketiga yaitu wajib berpuasa bagi musafir yang tidak memenuhi syarat diperbolehkannya tidak berpuasa.

Syaratnya sama seperti yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu musafir yang menempuh perjalanan yang belum diperbolehkan mengqasar salat (kurang dari 97 kilometer), perjalanannya untuk melakukan kemaksiatan, perjalanan yang dilakukan setelah fajar Subuh dan musafir itu telah menetap di suatu tempat.

4. Lebih Baik Berpuasa

Berpuasa lebih utama daripada berbuka bagi musafir yang sudah memenuhi syarat dan kamu tidak merasa berat atau kesulitan, bahkan kamu kuat dan tidak ada bahaya yang ditimbulkan.

Bahkan inilah yang dipilih oleh jumhur ulama’ (mayoritas ulama) sebagaimana yang diterangkan oleh Hasan Sulaiman anNuri di dalam kitab Ibanatul Ahkam.

"Lebih baik berpuasa daripada dia buka, ini tentu melihat situasi dan kondisi orang ini musafir memenuhi syarat, mencapai jarak tempuh yang ditentukan oleh syarat namun tidak ada kesulitan dalam perjalanannya. Misal mobil penuh AC, ada bantal dan situasi mengenakkan tidak ada yang membuat dia sulit dalam perjalannya," imbuh Tgk Wahyu.

Jika kondisi seperti itu, artinya lebih baik baginya berpuasa.

Meski pendapat ini banyak dipilih oleh jumhur ulama, namun pendapat itu berbeda dengan Imam Ahmad yang mengatakan lebih utama berbuka daripada berpuasa meskipun ia kuat karena ini merupakan hadiah dari Allah SWT.

(Serambinews.com/Firdha Ustin)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved