Opini

Membaca Ulang Mahar di Aceh, Antara Mayam Cinta dan Air Mata Kecewa di Bulan Syawal

Dalam banyak kasus, keinginan menikah kandas bukan karena tak cinta atau restu, melainkan karena tak mampu beli emas. Data dari Kantor Wilayah Kemente

Editor: Ansari Hasyim
Dok Pribadi
Mustafa Husen Woyla, Pengamat Bumoe Singet dari Woyla – BARSELA 

Oleh: Mustafa Husen Woyla*)

SYAWAL, bulan yang pernah disabdakan Rasulullah SAW sebagai waktu yang baik untuk melangsungkan pernikahan, dahulu menjadi musim bahagia di Aceh. Hampir setiap akhir pekan, Urueng Jak meuuroeh (undangan) ada walimah Ursy dan dentuman rapai menyambut mempelai baru menggema di gampong-gampong. Dulu, pesta walimah menjadi ajang silaturahmi dan syukur. Kini, nuansanya perlahan berubah: bulan Syawal menjadi bulan perhitungan.

Bukan perhitungan pahala, melainkan perhitungan mayam emas. Betapa tidak, dalam masyarakat Aceh, mahar bukan sekadar rukun nikah, melainkan simbol kehormatan dan status sosial. jumlah mayam menjadi penentu kelayakan. Satu mayam setara 3,33 gram emas murni. Kisaran mahar adat Aceh kini berkisar antara 15 hingga 50 mayam, atau sekitar Rp50 juta hingga Rp150 juta, tergantung silsilah, pendidikan, dan ekspektasi keluarga.

Dalam banyak kasus, keinginan menikah kandas bukan karena tak cinta atau restu, melainkan karena tak mampu beli emas. Data dari Kantor Wilayah Kementerian Agama Aceh menunjukkan, angka perceraian meningkat sementara angka pernikahan stagnan, bahkan menurun dalam beberapa tahun terakhir. Fenomena ini tak bisa dilepaskan dari tingginya mahar dan beban pesta pernikahan.

Mahar, Antara Nilai Syariat dan Simbol Sosial

Islam menetapkan mahar sebagai kewajiban suami kepada istri, namun tidak menetapkan batas minimal ataupun maksimal. Mahar adalah hak penuh istri, bukan alat tawar-menawar atau ukuran gengsi. Namun dalam praktik adat, mahar seringkali berubah menjadi ajang perlombaan kehormatan keluarga.

Dalam konteks Indonesia, Aceh nomor tiga dengan adat mahar tinggi.  Nomor satu di Sulawesi Selatan, Uang Panai dalam adat Bugis bisa mencapai Rp500 juta, bahkan miliaran rupiah untuk anak pejabat. Nomor tiga termahal di Nusa Tenggara Timur, Belis bisa berupa gading, moko, kerbau, atau emas, senilai ratusan juta rupiah. Adat Banjar dengan jujurannya, dan Sasak dengan seserahan berdasarkan jarak dan pendidikan perempuan, juga mengandung nilai material tinggi.

Sebaliknya, adat Minang yang menempatkan perempuan sebagai pihak yang melamar, justru membuat mahar menjadi simbolik dan sangat terjangkau. Begitu pula adat Sunda, Jawa, dan Bali, yang menekankan makna spiritual dan kesederhanaan.

Artinya, tingginya mahar bukanlah syariat universal, melainkan tafsir budaya yang bisa berubah sesuai kebutuhan dan konteks sosial. Namun di Aceh, tafsir ini telah menjadi tembok tinggi bagi generasi muda yang ingin menjemput sunnah.

Gengsi Emas yang Memiskinkan Cinta

Ada adagium di tengah masyarakat kita: lebih baik batal daripada malu. Maka tak jarang, orang tua memaksakan standar mahar tinggi demi menjaga "nama baik" keluarga. Calon suami yang tidak mampu, dianggap belum pantas. Maka ia memilih mundur, mencari penghasilan lebih lama, atau menikah diam-diam ke luar daerah.

Ironisnya, banyak dari pernikahan mewah itu justru berujung pada perceraian dini. Sebab cinta yang dibebani utang dan gengsi, tak kuat menahan badai rumah tangga. Lebih menyedihkan, ada pula orang tua yang menjadikan pernikahan sebagai ajang ‘pengembalian modal’ setelah membesarkan anak perempuan.

Padahal Rasulullah SAW sendiri menikahkan putrinya, Fatimah Az-Zahra, dengan Ali bin Abi Thalib hanya dengan mahar baju besi. Sederhana, namun penuh keberkahan. Tradisi Islam yang luhur ini kini justru dikaburkan oleh adat yang keliru tafsir.

Peran Pemerintah, Ulama, dan Lembaga Adat

Dalam situasi seperti ini, pemerintah tak bisa tinggal diam. Kementerian Agama dan Dinas Syariat Islam Aceh perlu menyusun regulasi yang bersifat imbauan sosial, bukan intervensi hukum, agar mahar disesuaikan dengan kondisi ekonomi masyarakat. Buku nikah semestinya disertai edukasi tentang esensi mahar.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved