Opini

Membaca Ulang Mahar di Aceh, Antara Mayam Cinta dan Air Mata Kecewa di Bulan Syawal

Dalam banyak kasus, keinginan menikah kandas bukan karena tak cinta atau restu, melainkan karena tak mampu beli emas. Data dari Kantor Wilayah Kemente

Editor: Ansari Hasyim
Dok Pribadi
Mustafa Husen Woyla, Pengamat Bumoe Singet dari Woyla – BARSELA 

Ulama dan Teungku Dayah harus kembali ke mimbar-mimbar, menyuarakan hadits tentang mahar termudah adalah yang paling diberkahi. Jangan biarkan suara adat yang membebani menenggelamkan ajaran Rasulullah yang memudahkan.
Berikut beberapa hadits Nabi Muhammad SAW yang menekankan pentingnya memudahkan urusan pernikahan, begini anjurannya,

"Sebaik-baik wanita adalah yang paling ringan maharnya." (HR. Ibnu Hibban dan Al-Hakim) dan "Sesungguhnya yang paling besar berkahnya adalah yang paling ringan maharnya." (HR. Ahmad & Abu Dawud)

Disini, Majelis Adat Aceh (MAA) dan Lembaga Wali Nanggroe bisa menjadi corong perubahan. Bukan untuk menghapus tradisi, tetapi menertibkan semangatnya agar tidak melenceng dari maqashid syariah. Sudah saatnya ada fatwa adat: "kemuliaan anak perempuan tidak diukur dari berat mayam, tapi dari akhlak dan ilmu.”

Menjemput Berkah, Bukan Pameran Kemewahan

Menikah bukanlah proyek pamer. Ia adalah ibadah panjang yang perlu bekal ruhani, bukan cuma materi. Maka solusi harus dimulai dari pendidikan keluarga. Orang tua perlu diajak berdiskusi agar tidak menjadikan pernikahan sebagai beban ekonomi, tapi ladang pahala.

Gerakan nikah sederhana yang sempat digaungkan di beberapa kabupaten perlu diperluas. Dayah-dayah bisa menjadi pelopor pernikahan kolektif dengan biaya ringan, mahar bersahaja, dan semangat kebersamaan. Pemerintah daerah bisa menyisihkan anggaran sosial untuk membantu calon pengantin dari keluarga kurang mampu.

Lebih penting lagi, kita harus merawat kembali makna cinta dan tanggung jawab dalam membina rumah tangga. Tidak apa-apa jika tak mampu memberi 30 mayam emas, selama mampu memberi rasa aman, kasih sayang, dan komitmen.

Kearifan Aceh

Dalam pribahasa (Narid Madja), “Laba laboh, meukri jiba meukri taboh.” Artinya, dalam mencari untung atau keuntungan, kita harus tahu dimana meletakkannya—melihat kadar kemampuan orang. Begitu pula dalam hal mahar, hendaknya kita melihat keadaan ekonomi calon menantu. Kalau bisa dipermudah, untuk apa dipersulit?

Kita boleh bangga dengan anak perempuan kita. Tapi “Walaupun anak kita intan, intan saban-saban, hareuga meulaen-laen.” Intan sama-sama berkilau, tapi harganya bisa berbeda-beda. Tak semua orang punya kemampuan yang sama, maka tak layak disamakan bebannya.

Yang penting ada mahar sebagai rukun nikah. “Hana meugruk-gruk, beuna meugrek-grek.” Tak ada uang bergulung, setidaknya recehan pun jadi. Sebab Allah dan Rasul-Nya tak pernah menakar cinta lewat timbangan emas, tapi lewat keikhlasan dan tanggung jawab.

Ureung awai cit ka meuteunte, geutanyoe mantong yang tarika-rika (pendahulu kita sudah menentukan, kita saja yang masih berasumsi), “Hana meukab, beuna meukib; hana nyang le, beuna nyang dit.” Kalau tak ada yang besar, maka yang kecil pun harus ada. Jika tak bisa banyak, setidaknya sedikit. Nilai pernikahan bukan pada jumlah mayam emas, tapi pada keberanian membangun rumah tangga yang barakah.

Sudah saatnya Aceh mengembalikan esensi pernikahan sebagai ibadah, bukan arena pameran. Membumikan kembali ajaran Rasulullah dan menyederhanakan adat demi generasi yang lebih kuat, bahagia, dan diberkahi.

Dan jangan pula sampai “leupah carong hana gaji, leupah tari lakoe ka hana.” Terlalu cerdas tanpa hasil, terlalu cantik tanpa suami. Inilah sindiran halus masyarakat Aceh kepada budaya yang menilai perempuan dari mahalnya mahar semata. Sebab pada akhirnya, pernikahan bukan hanya tentang ‘siapa yang mampu’, tapi tentang siapa yang mau berjuang bersama. [Email: risalahbuyawoyla@gmail.com]


*) Penulis adalah Pengamat Bumoe Singet dan Silangkee Judo Aceh, Aktif menulis tentang isu-isu budaya, syariat, dan perubahan sosial di Aceh.

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved