Kupi Beugoh
Pidie Jaya, Tempat Harapan Disusun Ulang di Antara Rak Buku
Keesokan harinya, saya menerima telepon dari Ibu Woro, Deputi Perpustakaan Nasional RI. Suara beliau terdengar tulus,
Kami datang bukan membawa logistik besar, melainkan buku-buku, rak darurat, dan kegiatan literasi sederhana, dengan satu tujuan: menghadirkan kembali harapan melalui pengetahuan.
Kami mengunjungi sekolah-sekolah dan ruang baca yang rusak berat. Salah satu yang paling membekas adalah perpustakaan SMU Negeri 1 Lueng Putu, yang koleksinya berserakan dan raknya roboh. Kami bantu membereskan apa yang bisa diselamatkan.
Di lokasi lain seperti Grong-Grong dan Capa Ulim, kami bertemu anak-anak yang masih diliputi rasa takut. Kami ajak mereka membaca, bermain, menggambar apa saja untuk membuat mereka tersenyum kembali.
Di Meureudu, kantor perpustakaan kabupaten dalam keadaan porak-poranda. Kami bantu menyelamatkan buku yang masih bisa dipakai sambil berdialog dengan pengelola yang tetap bertahan meski ruang kerjanya sudah nyaris tak layak pakai.
Saat itu saya makin yakin, perpustakaan bukan sekadar tempat menaruh buku. Ia bisa menjadi tempat orang-orang mencari ketenangan, membangun semangat, dan perlahan-lahan memulihkan diri.
Namun, saya juga sadar, kerja sukarelawan seperti ini hanya awal. Pemulihan sejati butuh napas panjang. Harus ada orang-orang yang terus menjaga semangat itu ketika sorotan media sudah pergi, ketika para sukarelawan sudah kembali ke kota.
Dan di tengah itulah saya mengenal dua perempuan hebat yang tetap berdiri tegak bersama perpustakaan Pidie Jaya—Ibu Manfajriah dan Ibu Cut Nurlali.
Dua perempuan tangguh, satu mimpi besar
Sebagai Kepala Dinas dan staf andalannya di Perpustakaan Kabupaten Pidie Jaya, mereka memikul tugas berat dalam sunyi.
Tahun 2021, saat mereka mengajukan proposal pembangunan gedung perpustakaan ke Perpusnas, saya turut menyaksikan bahwa proposal itu ditolak karena belum memenuhi standar kualitas perencanaan.
Saya tahu mereka kecewa, tetapi saya juga tahu: mereka tidak menyerah.
Mereka kembali ke kampung, merevisi proposal, menyusun data teknis, dan mengonsultasikan setiap detail. Saya sendiri di tahun 2022 mendapat kabar bahwa proposal mereka sudah siap.
Namun, takdir berkata lain. Tahun itu Pidie Jaya justru tidak termasuk dalam daftar daerah yang diundang oleh Bappenas untuk mengajukan proposal.
Saya menyaksikan sendiri bagaimana kekecewaan itu nyaris menghentikan langkah mereka. Akan tetapi, ternyata tidak.
Mereka melengkapi seluruh dokumen, memperkuat argumentasi, dan bahkan menggalang dukungan lintas sektor.
Lalu pada tahun 2023, Bupati Pidie Jaya, Aiyub Abbas, turun langsung mempresentasikan proposal itu di pusat. Presentasi itu bukan sekadar dokumen teknis, melainkan itu adalah bukti komitmen daerah, dari pimpinan hingga akar rumput.
Dan akhirnya, Allah Swt merestui ikhtiar itu. Tahun 2024, pembangunan dimulai. Rp10 miliar dialokasikan untuk mendirikan gedung perpustakaan yang kini berdiri megah di tengah kots Meureudu.
Empat Pulau Aceh “Dipindah” ke Sumut: Menjaga Wilayah, Merawat Martabat |
![]() |
---|
Idul Fitri, Momentum Silaturrahmi Dan Memperbaiki Diri |
![]() |
---|
Bulan Sya'ban dan Khanduri Beureuat di Aceh, Tradisi Leluhur sebagai Bentuk Syukur kepada Allah SWT |
![]() |
---|
Peringati Bulan PRB Nasional 2024, Ajang Aceh Tingkatkan Kesadaran dan Kesiapsiagaan Hadapi Bencana |
![]() |
---|
Mewujudkan Visi Kesehatan Indonesia: Sinergi di Balik Hari Dokter Nasional |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.