KUPI BEUNGOH

Euforia Aktor Unjukrasa dan Duka Buah Hati Wahidin

Bermata sembab, Mardiana, menerima kedatangan saya bersama tim rektorat dan para dekan dari Universitas Abulyatama. Air matanya berderai

Editor: Muhammad Hadi
FOR SERAMBINEWS.COM
RUMAH ALMARHUM - Tim rektorat dan para dekan dari Universitas Abulyatama (Unaya) saat mengunjungi rumah almarhum Wahidin di Bueng Bakjok, Kuta Baro, Aceh Besar, Kamis (17/4/2025) 

Penulis: Dr Nurlis Effendi*)

RUMAHNYA terletak di Bueng Bakjok, Kuta Baro, Aceh Besar. Di jendela rumah bertuliskan “Keluarga Tidak Mampu Penerima Bantuan BKH”. 

Di sinilah Wahidin, 50 tahun, bersama istrinya, Mardiana, membesarkan lima buah hatinya. 

Hari itu, Kamis (17 April 2025), di depan rumahnya terpasang tenda dan kursi-kursi berwarna oranye. 

Di beberapa sudut simpang jalan menuju rumah terpasang bendera warna merah. Ramai warga yang berwajah duka berkumpul di sini.

Bermata sembab, Mardiana, menerima kedatangan saya bersama tim rektorat dan para dekan dari Universitas Abulyatama. Air matanya berderai. Begitu juga anak-anaknya terus menangis. 

Si bungsu yang masih baru masuk sekolah dasar terlihat bingung, belum mengerti apa yang terjadi.

“Keluarga kami hanya ingin tahu, suami saya berjuang untuk siapa dan untuk apa, dia berada di pihak mana,” Mardiana bertanya. 

Baca juga: Demo di Gerbang Universitas Abulyatama Aceh, Ini Tuntutan Mahasiswa Unaya

Suaranya bergetar. Air matanya mengalir bertambah deras. Saya tak mampu menahan kesedihan ini.

Saya menjelaskan, bahwa Wahidin menghembuskan nafas terakhirnya di dalam masjid yang di samping kampus Universitas Abulyatama, Lampoh Keudee, Aceh Besar. 

Hari itu, Kamis (17 April 2025) terjadi gelombang unjukrasa dari kalangan mahasiswa, para dosen, dan ratusan orang-orang yang bukan dari kalangan kampus.

Sebagai Satgas, Wahidin yang hari itu bertugas dipintu gerbang, menjadi bagian terdepan menerima terjangan para pengunjuk rasa setelah mereka merubuhkan gerbang masuk kampus. 

Wahidin terjerambab dan terinjak-injak pengunjukrasa. Entah ada yang sengaja melakukannya atau tidak, saya tidak bisa memastikannya. 

Pastinya Wahidin adalah manusia yang tergeletak di jalan dan tidak ada yang berusaha membantunya.

Terseok-seok, Wahidin berusaha bangkit, dan tertatih-tatih menuju masjid. Di sinilah ia menghembuskan nafas terakhir. 

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved