KUPI BEUNGOH

Euforia Aktor Unjukrasa dan Duka Buah Hati Wahidin

Bermata sembab, Mardiana, menerima kedatangan saya bersama tim rektorat dan para dekan dari Universitas Abulyatama. Air matanya berderai

Editor: Muhammad Hadi
FOR SERAMBINEWS.COM
RUMAH ALMARHUM - Tim rektorat dan para dekan dari Universitas Abulyatama (Unaya) saat mengunjungi rumah almarhum Wahidin di Bueng Bakjok, Kuta Baro, Aceh Besar, Kamis (17/4/2025) 

Cerita itu saya peroleh dari kesaksian teman-teman Satgas Wahidin. Jenazahnya dibawa ke Rumah Sakit Pertamedika Ummi Rosnati. Perawat di sini bilang menerima korban sudah tak bernyawa lagi.

Dari sejumlah video unjukrasa yang beredar, saya melihat keributan terjadi berawal dari serangan lemparan batu dari rumah berpagar kokoh di samping kiri jalan masuk kampus, berhadap-hadapan dengan masjid. 

Baca juga: Mahasiswa Universitas Abulyatama Aceh Demo di Depan Gerbang, Begini Tanggapan Rektor Unaya Dr Nurlis

Kekerasan tak hanya dialami Wahidin. Bahkan ada yang lebih tragis. Dari video yang beredar, ada Satgas yang dikeroyok mahasiswa dan dosen di dalam kebun dekat masjid. 

Bajunya dikoyak. Digebuk pakai kayu, dan ditendang dan ditinju. Saya belum tahu nasibnya bagaimana.

Saya menjelaskan kepada Mardiana, bahwa Wahidin bekerja untuk pemilik kampus, Rusli Bintang. 

Ia bekerja sebagai Satgas yang sah, dikuatkan dengan Surat Keputusan dari Yayasan Abulyatama Aceh.

“Sudah sebulan terakhir dia bekerja sebagai Satgas Yayasan Abulyatama Aceh milik Pak Rusli Bintang,” kata M. Hasan, Geuchik Bueng Bakjok, kepada saya saat berkunjung ke sini pada Kamis (17 April 2025). 

Mardiana mengelus dadanya. Meski dalam keadaan duka yang mendalam, Mardiana lega suaminya berada pada posisi yang benar dan jelas.

Ketika keluarga ini dalam duka mendalam dan sejumlah Satgas sedang merawat luka, mungkin petinggi LLDIKTI Wilayah XIII Aceh sedang berada di ruangan berpendingin udara di kantornya. 

Pastinya dia telah mengetahui kondisi ini, kendati bersikap diam.

Begitu juga para aktor penggerak unjukrasa, mungkin sedang terbahak-bahak melihat para Satgas dianiaya dan Satgas yang menghembuskan nafasnya terakhir. 

Apalagi ada eforia dan sorak sorai di dalam media sosial menertawakan perilaku penganiayaan tersebut.

Saya juga memperoleh screenshot group whatsapp para penggalang unjukrasa. 

Di sana para aktornya memberi perintah menyusun narasi-narasi untuk menyudutkan korban kekerasan. Ditugaskan untuk memframing para Satgas adalah preman. 

Padahal Satgas yang telah meninggal dunia dan dianiaya itu bekerja dikuatkan dengan surat Keputusan.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved