Jurnalisme Warga

Illiza dan Misi Menyelamatkan Generasi Aceh dari Jurang Maksiat

Sosok Bunda Illiza—demikian ia biasa disapa—dikenal luas sebagai pemimpin perempuan yang tegas, berani, dan memiliki komitmen kuat dalam menegakkan ni

Editor: mufti
For Serambinews.com
ABDUL HAMID, S.Pd., M.Pd., pemerhati pendidikan Aceh dan pendidik yang aktif dalam pembinaan karakter generasi muda,  melaporkan dari Bireuen 

ABDUL HAMID, S.Pd., M.Pd., pemerhati pendidikan Aceh dan pendidik yang aktif dalam pembinaan karakter generasi muda,  melaporkan dari Bireuen

Kembalinya Hj Illiza Sa’aduddin Djamal SE sebagai Wali Kota Banda Aceh memberikan harapan baru bagi masyarakat yang peduli terhadap moral generasi muda.

Sosok Bunda Illiza—demikian ia biasa disapa—dikenal luas sebagai pemimpin perempuan yang tegas, berani, dan memiliki komitmen kuat dalam menegakkan nilai-nilai syariat Islam, khususnya di Banda Aceh sebagai ibu kota Provinsi Aceh.

Selama ini, Banda Aceh dikenal sebagai kota bersyariah, simbol pelaksanaan Islam di Bumi Serambi Makkah, juga Kota Pelajar dan Mahasiswa (Kopelma). Namun, tantangan zaman yang kian kompleks membuat nilai-nilai moral mudah tergerus oleh modernisasi dan gaya hidup bebas.

Dalam situasi seperti inilah kehadiran sosok pemimpin yang berani dan peduli sangat dibutuhkan.

Baru-baru ini, Wali Kota Illiza melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke sejumlah penginapan dan hotel di wilayah Banda Aceh. Dalam sidak tersebut ditemukan sejumlah remaja putri yang diduga terlibat praktik prostitusi terselubung atau tidur sekamar dengan laki-laki tanpa ikatan nikah.

Temuan ini menjadi tamparan keras bagi kita semua, terutama bagi kalangan pendidik dan orang tua. Saya pribadi, sebagai seorang pendidik, merasa sangat prihatin sekaligus sedih. Putroe-putroe Aceh yang seharusnya menjadi simbol kecantikan, kecerdasan, dan kehormatan perempuan Aceh, kini justru terjerumus ke lembah hitam pada usia yang begitu muda.

Air mata Bunda Illiza saat menyaksikan langsung kondisi itu menjadi cerminan kepedulian yang dalam. Beliau menangis bukan karena lemah, tetapi karena hatinya benar-benar terenyuh melihat generasi bangsanya hancur oleh pengaruh negatif zaman.

Kita tentu bertanya: bagaimana ini bisa terjadi? Di mana peran sekolah? Bagaimana pengawasan keluarga? Apakah masyarakat telah abai? Pertanyaan-pertanyaan itu harus dijawab dengan introspeksi bersama.

Kita tidak bisa hanya menyalahkan individu atau kelompok tertentu. Ini adalah kegagalan kolektif, baik dari sistem pendidikan, pola asuh keluarga, maupun pengawasan sosial.

Sebagai pemerhati pendidikan, saya menilai bahwa pendidikan kita hari ini masih terlalu fokus pada capaian akademik semata. Anak-anak kita diajarkan menghafal rumus dan teori, tetapi kurang dibekali nilai-nilai moral dan spiritual yang kuat.

Pendidikan karakter belum sepenuhnya terintegrasi dalam proses pembelajaran, baik di sekolah maupun di rumah. Akibatnya, anak-anak mudah terjerumus ketika dihadapkan pada godaan dunia luar.

Selain itu, pengaruh teknologi dan media sosial yang tanpa batas semakin memperbesar risiko penyimpangan perilaku. Akses mudah terhadap konten negatif, gaya hidup konsumtif, hedonis, serta kurangnya pengawasan membuat anak-anak merasa bebas melakukan apa pun tanpa takut diawasi.

Di sinilah pentingnya sinergi antara pendidik, orang tua, dan pemerintah dalam membangun ekosistem pendidikan yang sehat.

Apa yang dilakukan oleh Wali Kota Illiza bukan sekadar aksi simbolis. Ini adalah bentuk nyata dari kepemimpinan yang peduli dan bertanggung jawab. Ia tidak hanya memimpin dari balik meja, tetapi hadir langsung di tengah persoalan masyarakat.

Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved