Ekonomi

Jejak Sritex Raksasa Tekstil Nasional, Jaya di Pasar Global ke Pailit, Kini Komisarisnya Ditangkap

perjalanan PT Sritex dimulai pada tahun 1966, ketika pendirinya, H.M. Lukminto, merintis usaha sebagai pedagang kain kecil di Pasar Klewer, Solo,

Penulis: Yeni Hardika | Editor: Ansari Hasyim
Wikimedia Commons/Almuharam
Kantor pusat dan kawasan industri PT Sri Rejeki Isman Tbk. Sritex dinyatakan pailit. 

Saat itu, Pengadilan Niaga Semarang menyatakan bahwa perusahaan tersebut beserta tiga entitas afiliasinya (PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya) pailit

Pailit merupakan situasi di mana sebuah perusahaan tidak mampu melunasi utang-utangnya yang telah jatuh tempo kepada para kreditur. 

Keputusan ini bermula dari permohonan pembatalan perjanjian damai yang diajukan oleh PT Indo Bharat Rayon, salah satu kreditur Sritex. 

Putusan tersebut kemudian diperkuat oleh Mahkamah Agung pada 18 Desember 2024.

Seluruh operasional dihentikan

Sritex pun resmi menghentikan seluruh kegiatan operasionalnya pada 1 Maret 2025.

Kebangkrutan Sritex menciptakan gelombang pengangguran baru di Sukoharjo, Boyolali, dan Semarang, setelah raksasa tekstil tersebut melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran terhadap karyawannya.

Berdasarkan data dari Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Tengah yang mengacu pada informasi dari pihak kurator, tercatat sebanyak 10.669 karyawan dari grup Sritex terkena PHK.

Data tersebut menunjukkan pelaksanaan PHK terjadi pada Januari dan Februari 2025 sebagai berikut: 

  • Januari 2025: PHK terjadi terhadap 1.065 orang karyawan PT Bitratrex Semarang.
  • Februari 2025: PHK terjadi terhadap 8.504 karyawan PT Sritex Sukoharjo, 956 karyawan PT Primayuda Boyolali, 40 karyawan PT Sinar Pantja Djaja Semarang, dan 104 orang karyawan PT Bitratrex Industries.

Salah satu bosnya ditangkap Kejagung

Komisaris Utama PT Sritex Iwan Setiawan Lukminto diduga terlibat dalam kasus korupsi pemberian kredit oleh sejumlah bank sebesar Rp 3,6 triliun.

Dilansir dari Kompas.com, Kamis (22/5/2025), penangkapan bos Sritex berawal saat penyedik memeriksa laporan keuangan Sritex untuk menyelidiki dugaan korupsi.

Kejagung kemudian menemukan ada kejanggalan dalam pemberian kredit oleh sejumlah bank kepada Sritex yang tidak sesuai aturan.

Pada 2021, Sritex yang didirikan mendiang HM Lukminto melaporkan kerugian senilai 1,08 miliar dollar AS atau sekitar Rp 15,66 triliun. 

Baca juga: Jumlah Harta Kekayaan Iwan Kurniawan Lukminto, Bos Sritex yang Perusahaannya Pailit Karena Utang

Padahal, Sritex masih mencatatkan keuntungan sebesar Rp 85,32 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,24 triliun pada 2020. 

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar menyebut, kerugian dan keuntungan yang dilaporkan Sritex pada 2020-2021 sebagai hal yang janggal karena perbedaannya yang signifikan. 

Dari situlah, penyidik mendapati temuan bahwa Sritex dan entitas anak perusahaannya mempunyai kredit dari sejumlah bank dengan nilai total outstanding atau tagihan belum dilunasi sebesar Rp 3.588.650.808.028,57 hingga Oktober 2024.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved