Kupi Beungoh

4 Pulau di Aceh Singkil  Diserahkan ke Sumut: Aceh Hendak Digiring Kembali ke Jurang Konflik?

Keputusan tersebut berpotensi memantik konflik baru dikalangan masyarakat Aceh dan pemerintah pusat

Editor: Amirullah
dok pribadi
Agung Fatwa Umara adalah Putra Singkil, mahasiswa prodi Hukum Tata Negara UIN Ar-Raniry 

Pada dasarnya, masyarakat Aceh Singkil khususnya dari Kecamatan Singkil Utara sejatinya telah merawat, bahkan membangun infrastruktur di pulau-pulau tersebut sejak lama. Dikutip dari (Lihat: https://www.tempo.co/politik/4-pulau-di-dekat-aceh-singkil-ditetapkan-masuk-sumatera-utara-anggota-dpd-minta-dikaji-ulang-1573699

Berbagai fasilitas telah dibangun oleh Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil dan bukti otenik, di Pulau Mangkir Ketek terdapat prasasti bangunan dibangun sejak 2018 yang terdapat tulisan “Selamat datang di Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Nanggro Aceh Dasussalam”. 

Di Pulau panjang sendiri telah dibangun tugu titik Koordinat, rumah singgah, hingga mushallah sejak 2012, tiga tahun semtelahnya dermaga di Pulau Panjang. Bahkan, masyarakat nelayan Tapanuli Tengah pun dalam berbagai kesempatan mengakui bahwa lebih suka keempat pulau itu masuk dalam wilayah Aceh Singkil. 

Namun, semua itu seakan tak memiliki makna ketika berhadapan dengan surat keputusan dari Jakarta. Keputusan Mendagri Nomor 050-145 Tahun 2022 menjadi awal malapetaka. Kemudian diperkuat lagi oleh Keputusan Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025, keputusan ini mengubah status administratif empat pulau tersebut ke dalam wilayah Sumatera Utara. 

Anehnya, dasar keputusan tersebut justru mengabaikan peta topografi resmi milik TNI-AD tahun 1978 skala 1:50.000, yang telah lama digunakan sebagai acuan batas laut antara Aceh dan Sumut.

Bukti Dikesampingkan

Surat Gubernur Aceh pada 2017 yang ditandatangani oleh Irwandi Yusuf jelas menyatakan bahwa keempat pulau tersebut masuk dalam wilayah Aceh Singkil. Surat ini mengacu langsung pada peta topografi TNI-AD. 

Lebih dari itu, sertifikat tanah dari ATR/BPN tahun 1965 juga menunjukkan bahwa beberapa warga dari Bakongan, Aceh Selatan, memiliki hak atas tanah di pulau-pulau tersebut. (https://aceh.tribunnews.com/2025/05/25/mendagri-sahkan-4-pulau-masuk-sumut-dewan-minta-bupati-aceh-singkil-berjuang-merebut-kembali#google_vignette). 

Namun, semua bukti tersebut tak dianggap cukup. Pemerintah pusat seolah lebih mempercayai klaim Sumatera Utara yang memasukkan keempat pulau itu sebagai bagian dari total 213 pulau dalam suratnya pada tahun 2009.

Pertanyaannya, apakah validitas dokumen pemerintah Aceh yang mengacu pada data militer dan lembaga agraria lebih rendah nilainya dibanding klaim administratif Sumatera Utara? Ataukah ada permainan politik yang melatarbelakangi keputusan ini?

Aceh Tidak Tinggal Diam

Kemarahan pemerintah Aceh bukan hanya luapan emosional semata, melainkan bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan yang dipertontonkan terang-terangan oleh negara. 

Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil telah menunjukkan upaya konkrit dalam menjaga kawasan tersebut, salah satunya melalui pembangunan pos penjagaan yang bertujuan untuk mencegah praktik penangkapan ikan ilegal.

Aktivitas Illegal Fishing telah terbukti merusak ekosistem di laut, termasuk terumbu karang yang menjadi habitat atau rumah alami berbagai spesies ikan. 

Lalu, bagaimana mungkin wilayah yang selama ini dijaga, dirawat, dan dibangun oleh warga serta pemerintah Aceh justru dengan mudahnya dialihkan ke provinsi lain?

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved