Kupi Beungoh

Sumitronomics di Tanah Rencong: Merawat Gagasan, Menanam Kedaulatan

Di tengah kabut wacana dan riuh rendah pembangunan yang sering kehilangan arah, Aceh barangkali butuh menoleh ke gagasan Sumitro.

Editor: Amirullah
dok pribadi
M. Fauzan Febriansyah, Pendiri MFF Syndicate (Kelompok Kajian Politik & Kebijakan Publik 

Oleh: M. Fauzan Febriansyah 

Bertepatan dengan hari lahir Pancasila 1 Juni 2015 kemarin, sejumlah tokoh dan intelektual lintas kampus kembali berkumpul di Jakarta untuk menggali, mengembangkan dan menyebarluaskan warisan pemikiran ekonomi Prof. Sumitro Djojohadikusumo yang kini dikenal sebagai Sumitronomics melalui peresmian Sumitro Institute. 

Prof. Sumitro Djojohadikusumo adalah seorang arsitek ekonomi, teknokrat keras kepala, dan pemikir yang percaya pada logika pembangunan jangka panjang. Pemikirannya tentang ekonomi nasional adalah semacam sajak dalam angka-angka: rasional, presisi, tapi tetap berakar pada semangat membangun manusia. 

Sumitronomics, sebutan yang kini dipakai untuk merangkum gagasannya, adalah ekonomi yang percaya pada intervensi negara, perencanaan strategis, dan pemihakan terhadap sektor produktif terutama pertanian dan pangan.

Di tengah kabut wacana dan riuh rendah pembangunan yang sering kehilangan arah, Aceh barangkali butuh menoleh ke gagasan Sumitro.

Baca juga: Kronologi Karyawan Bank Jambi Bobol Rekening Nasabah Rp7,1 M Untuk Judol,Eks Bupati Ikut Jadi Korban

Aceh dan Pangan: Negeri Subur yang Sering Lupa Dapur

Aceh, dengan hamparan tanah datar di pesisir utara dan barat, serta bukit-bukit subur di Gayo dan Alas, mestinya menjadi lumbung pangan, bukan penonton dalam pasar yang dikendalikan oleh mafia logistik. Namun kenyataan berkata lain.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh 2023 menunjukkan bahwa produksi padi memang surplus secara angka—mencapai 2,3 juta ton gabah kering giling, sedangkan kebutuhan konsumsi hanya sekitar 1,5 juta ton. Tapi surplus itu tak menjamin stabilitas. Harga beras tetap fluktuatif, petani tak menikmati nilai tambah, dan infrastruktur pasca-panen seperti gudang, dryer, dan penggilingan masih timpang.

Sekalipun memiliki garis pantai yang panjang Aceh sekitar 2.666 km dengan lokasi strategis membentang di sepanjang wilayah Aceh, dengan Samudra Hindia di barat daya, Selat Malaka dan perairan Andaman di utara dan timur. 80 persen kebutuhan garam di Aceh dipasok dari Sumatera Utara dan sekitarnya.

Masalah utama garam di Aceh adalah masih adanya defisit produksi garam lokal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Produksi garam petani lokal di Aceh masih minim dan belum mampu mencukupi kebutuhan di tingkat lokal. Kebutuhan garam di Aceh diperkirakan mencapai 50.000 ton per tahun, sementara produksi rata-rata hanya sekitar 11.000 ton per tahun.

Teranyar Wakil Gubernur Aceh Fadhlullah dalam sebuah sambutan simposium ekonomi bulan April lalu, menyimpulkan kondisi ekonomi Aceh dengan anekdot setiap Senin-Jumat telur Medan masuk ke Aceh. Artinya, Aceh setelah 20 tahun menikmati situasi perdamaian dengan sejumlah kewenangan yang khusus masih mengimpor komoditas strategis seperti bawang, cabai, hingga jagung pakan dari luar daerah.

Ketahanan pangan, dalam makna Sumitronomics, bukan hanya soal cukup atau tidaknya stok. Tapi tentang siapa yang mengendalikan sistem. Tentang bagaimana negara dalam hal ini pemerintah daerah menjadi fasilitator sekaligus pelindung petani kecil dari kekuatan pasar yang mencekik.

Aceh, di bawah Qanun Lembaga Keuangan Syariah, bahkan belum memiliki skema pembiayaan pertanian yang inklusif. Di banyak kabupaten, petani masih bergantung pada ijon atau pinjaman informal. Peran negara absen di ladang-ladang, tapi hadir di seminar-seminar.

Baca juga: 4 Pulau di Aceh Singkil  Diserahkan ke Sumut: Aceh Hendak Digiring Kembali ke Jurang Konflik?

Kembali Ke Ladang Gagasan

Pemikiran Sumitro pantas kita bedah kembali, tentang gagasan industri pengolahan pangan, koperasi modern, dan negara yang tidak takut mengambil peran dalam distribusi.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved