Pulau Sengketa Aceh Sumut

HMI Sebut Pengalihan 4 Pulau di Aceh Singkil ke Sumut Bentuk Pengkhianatan Terstruktur Terhadap Aceh

Pengurus HMI Cabang Lhokseumawe–Aceh Utara, Aris Munandar, menilai pengalihan tersebut dilakukan secara tersruktur dan merupakan pola lama yang terus

Penulis: Zaki Mubarak | Editor: Mursal Ismail
For Serambinews.com
HMI - Pengurus HMI Cabang Lhokseumawe–Aceh Utara, Aris Munandar, menilai pengalihan pulau tersebut dilakukan secara tersruktur dan merupakan pola lama yang terus berulang. 

Pengurus HMI Cabang Lhokseumawe–Aceh Utara, Aris Munandar, menilai pengalihan tersebut dilakukan secara tersruktur dan merupakan pola lama yang terus berulang.

SERAMBINEWS.COM,LHOKSEUMAWE - Empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil, yaitu Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang, dialihkan masuk ke Provinsi Sumatera Utara.

Pengalihan ini melalui Surat Keputusan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 300.2.2-2138, bahwa

Pengurus HMI Cabang Lhokseumawe–Aceh Utara, Aris Munandar, menilai pengalihan pulau tersebut dilakukan secara tersruktur dan merupakan pola lama yang terus berulang.

Keputusan-keputusan terkait Aceh sering kali diambil tanpa pelibatan maksimal dari masyarakat, pemerintah daerah, maupun lembaga adat, yang memiliki legitimasi sosial dan pemahaman mendalam terhadap wilayah serta nilai-nilai kesejarahan Aceh terkait 4 pulau tersebut.

Kali ini, Aceh kembali dikejutkan oleh sebuah keputusan yang berpotensi merusak tatanan hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. 

Keputusan ini segera memicu keresahan di tengah masyarakat Aceh, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Lhokseumawe–Aceh Utara menilai tindakan tersebut sebagai bentuk pengkhianatan sistematis terhadap Aceh, yang selama ini terus mengalami pengikisan hak-haknya melalui berbagai kebijakan sepihak dari pemerintah pusat.

Baca juga: Eks Pejuang GAM Desak Presiden Batalkan Keputusan Mendagri Soal Empat Pulau Aceh Singkil Masuk Sumut

Aris menambahkan, ini juga termasuk dalam kategori pengabaian otonomi khusus dan nilai sejarah Aceh.

“Aceh bukan sekadar wilayah administratif. Setiap jengkal tanah, daratan, hingga pulau-pulaunya memiliki nilai sejarah, adat, dan martabat.

Ketika pusat mengambil keputusan sepihak tanpa partisipasi publik yang sahih, itu adalah bentuk pengkhianatan terhadap prinsip negara kesatuan yang adil,” tegas Aris.

Lebih lanjut, tindakan kemendagri ini jelas bertentangan dengan ketentuan Pasal 8 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Bahwa kebijakan administratif berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh harus melalui konsultasi dan pertimbangan Gubernur Aceh

Artinya, Gubernur Aceh memiliki posisi strategis yang harus dilibatkan secara formal dalam proses pengambilan keputusan yang memengaruhi pemerintahan dan wilayah Aceh.

Baca juga: Penetapan 4 Pulau oleh Mendagri Cacat, Dosen Hukum Unimal: Dua Instrumen Hukum Diabaikan

Langkah sepihak tanpa konsultasi ini mencederai mekanisme koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, sekaligus mengabaikan prinsip keadilan bagi daerah yang memiliki kekhususan (Lex Specialis) secara hukum dalam sistem kenegaraan Indonesia.

Disebutkan Aris, bahwa persoalan ini bukan sekadar soal administrasi pemerintahan, melainkan menyangkut harga diri, kehormatan, dan martabat rakyat Aceh

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved