Batalyon Baru di Aceh

MaTA Kritisi Pembangunan Batalyon Baru, Alfian: Bisa Munculkan Persepsi Pusat Masih Curigai Aceh

Sebab, sejak awal wacana pembangunan batalyon mencuat, berbagai lapisan masyarakat kompak dan lantang menyuarakan penolakan.

Penulis: Rianza Alfandi | Editor: Saifullah
SERAMBINEWS.COM/RIANZA ALFANDI
KRITISI PEMBANGUNAN BATALYON – Koordinator MaTA, Alfian menilai wacana Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Republik Indonesia membangun sejumlah batalyon baru untuk TNI AD di Aceh dapat memicu timbulnya persepsi masyarakat bahwa pemerintah pusat masih curigai Aceh sebagai bekas daerah konflik. 

Laporan Rianza Alfandi | Banda Aceh 

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Rencana pembangunan sejumlah batalyon baru di Aceh mendapat sorotan dari kalangan elemen sipil Aceh.

Salah satunya adalah Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) yang mempertanyakan urgensinya pembangunan batalyon baru tersebut, di tengah kebijakan efisiensi yang diterapkan Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Di sisi lain, MaTA juga merasa khawatir jika wacana Kementerian Pertahanan (Kemenhan) tersebut bisa memunculkan persepsi di kalangan masyarakat bahwa pusat masih curiga dengan Aceh.

Koordinator MaTA, Alfian menilai, wacana pembangunan batalyon baru di Aceh secara tidak langsung kembali membangun persepsi masyarakat bahwa pemerintah pusat masih sangat mencurigai Aceh sebagai daerah bekas konflik. 

Hal tersebut, urainya, sudah terbukti.

Sebab, sejak awal wacana pembangunan batalyon mencuat, berbagai lapisan masyarakat kompak dan lantang menyuarakan penolakan. 

“Karena perlu diingat bahwa ketika penempatan batalyon dan penempatan pasukan dengan jumlah besar, maka pesan yang ada di benak rakyat Aceh adalah pusat masih mencurigai Aceh,” papar Alfian kepada Serambinews.com, Kamis (3/7/2025).

“Dan ini akan berpotensi menjadi preseden buruk untuk jangka panjang,” ungkapnya.

Oleh karena itu, Alfian berharap kepada Gubernur Aceh, Muzakir Manaf dan DPRA yang saat ini diisi oleh para pelaku sejarah perdamaian Aceh, dapat bersikap bijaksana dalam menyikapi wacana pembangunan batalyon baru tersebut. 

“Gubernur Aceh dan DPRA, saya pikir paham betul masalah ini karena mereka bagian dari orang-orang yang berbasis pelaku sejarah,” tutur Alfian.

“Mereka paham bahwa ada kesepakatan yang telah dibangun sebelumnya pada saat MoU Helsinki,” ungkapnya. 

“Intinya ini tidak ada penambahan baru, walaupun kita tahu sekarang kan ada upaya dari pemerintah pusat modus berbagai macam soal ketahanan pangan misalnya,” tukas dia. 

Bebani anggaran

Alfian juga menekankan, bahwa membangun sejumlah batalyon baru untuk TNI AD di Aceh akan ikut membebani anggaran pemerintah daerah. 

Menurut dia, di tengah kondisi fiskal yang tidak sehat, rencana pembangunan batalyon di sejumlah wilayah Aceh ini akan menjadi beban tambahan bagi anggaran pemerintah daerah karena pemda harus menyediakan lahan. 

“Walaupun secara anggaran pembangunan baru adalah sumbernya APBN, tetapi dalam konteks daerah, bagi pemerintah daerah kan juga akan beban ini,” ulas Koordinator MaTA ini. 

“Walaupun misalnya pemerintah daerah tidak mengeluarkan pernyataan secara resmi mereka terbeban, tapi secara tidak langsung bagi pemerintah daerah ini menjadi beban karena harus menyediakan lahan,” tandasnya. 

Menurut Alfian, Kemenhan seharusnya membuat kajian lebih mendalam terlebih dahulu sebelum memutuskan program.

Karena saat ini kondisi keuangan pemerintah daerah sedang tidak baik-baik saja. 

“Seharusnya kan pemerintah daerah hari ini fokus bagaimana memaksimalkan terhadap inflasi, memaksimalkan terhadap fiskal yang memang kita tahu bahwa sedang kacau balau,” ujarnya. 

Alfian menyarakan Kemenhan agar dapat mengalihkan anggaran pembangunan batalyon baru tersebut untuk difokuskan pada program-program kolaborasi antara TNI dengan masyarakat.

“Seperti membangun infrastruktur di daerah-daerah yang masih terisolir di Aceh misalnya,” saran dia. 

“Jadi sangat populer kalau misalnya uang ini, Menhan menggunakan misalnya membangun program-program di daerah-daerah telisolir di Aceh,” papar Alfian.

“Daerah-daerah yang belum tersentuh pelayanan publik yang itu ada kolaborasi antara TNI dengan rakyat Aceh, itu lebih keren saya pikir lebih populer,” tukasnya.  

Seperti diketahui, Kemenhan Republik Indonesia berwacana menambah enam batalyon TNI AD di Aceh dengan nilai kontrak mencapai Rp 238,2 miliar. 

Enam titik pembangunan batalyon tersebut direncanakan tersebar di Aceh Singkil, Nagan Raya, Pidie, Gayo Lues, Aceh Tengah, dan Aceh Timur. 

Namun belakangan, salah satu lokasi yakni di Aceh Singkil dibatalkan, sehingga hanya tersisa lima lokasi.(*)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved