Liputan Eksklusif

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Alami Masalah Serius, Jika Dana Otsus Tak Diperpanjang

Untuk membahas isu ini, Serambi Indonesia menurunkan Laporan Khusus dengan  mewawancarai sejumlah tokoh, yaitu Anggota DPR RI Fraksi Partai Gerindra a

|
Editor: mufti
SERAMBINEWS.COM/HANDOVER
Prof. Dr. Ahmad Humam Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

Dikatakan, sudah saatnya pemerintah pusat mengimplementasikan paradigma Otonomi Khusus Aceh secara maksimal, bukan hanya pada tataran regulasi saja tapi sangat penting pada implementasinya yang maksimal. 

“Semua rakyat Aceh khawatir kalau dana Otsus tidak berlanjut, karena Aceh masih kurang beruntung dalam perkembangan ekonominya, masih dalam kategori provinsi miskin dan banyak pengangguran,” ungkap Prof Mujiburrahman.

Di sisi lain, menurutnya, penggunaan dana Otsus Aceh secara umum sudah berjalan dengan baik. Namun pada aspek tertentu, baik secara kebijakan maupun program, perlu dievaluasi dan perbaikan yang signifikan. 

Untuk itu, pihaknya selaku rektor salah satu kampus unggul di Aceh ini mendorong agar wali nanggroe, gubernur Aceh, ketua DPRA, anggota DPR-DPD RI dan stakeholders terkait agar terus melakukan silaturahmi dan komunikasi dengan Presiden Prabowo, ketua MPR-DPR RI dan ketua partai politik serta tokoh nasional untuk menjelaskan urgennya usulan ini.

“Sehingga harus dibantu untuk pencapaiannya, kemudian harapan bagi masyarakat Aceh agar satu suara dan bersinergi dalam memperjuangkan perubahan UUPA tersebut,” pungkasnya.

 

Perempuan punya hak Tentukan Masa Depan Aceh

Kalau revisi UUPA hanya memperpanjang tanpa membenahi tata kelola, tanpa membuka ruang partisipasi publik, maka kita hanya akan mengulang kesalahan yang sama. Suraiya Kamaruzzaman, Ketua Dewan Pengawas BSUIA

SEMENTARA itu, Ketua Dewan Pengawas Balai Syura Ureung Inong Aceh (BSUIA), Suraiya Kamaruzzaman, mengatakan, bahwa otsus bukan sekedar soal angka, melainkan simbol harapan bagi para perempuan yang hidup dan tumbuh dalam masa konflik dan pasca-konflik. Baginya, damai bukan hanya soal berhenti perang, akan tetapi hadirnya keadilan sosial, pendidikan untuk anak-anak, layanan kesehatan yang layak, hingga upaya mencegah kekerasan berbasis gender serta menjamin hak-hak korban.

Menurutnya, usulan revisi UUPA untuk perpanjang dan penambah otsus itu sangat penting. Meski begitu, ia mempertanyakan, apakah peningkatan alokasi otsus itu dapat menjangkau masyarakat akar rumput atau tidak. Apakah perempuan, anak muda, penyintas kekerasan, orang dengan kebutuhan khusus dan masyarakat di desa terpencil akan merasakan manfaatnya secara langsung?

"Pembahasan otsus jangan hanya eksklusif di ruang elite. Kami ingin ikut duduk di meja itu. Karena kami tahu betul apa yang dibutuhkan. Kalau  revisi UUPA hanya memperpanjang tanpa membenahi tata kelola, tanpa membuka ruang partisipasi publik, maka kita hanya akan mengulang kesalahan yang sama," katanya, Sabtu (12/7/2025).

Menurutnya, perempuan Aceh tidak menuntut lebih, mereka hanya ingin haknya diakui. Yakni hak menentukan masa depan Aceh. Hal itu dapat dimulai dengan bagaimana dana otsus itu digunakan dalam membangun Aceh yang lebih damai, adil, setara dan bermartabat. Terlebih kata dia, revisi UUPA itu bukan hanya sekedar teknis hukum. Hal itu merupakan persoalan dalam memperjuangkan masa depan Aceh. Ia ingin adanya UUPA yang dapat menjadi dokumen hidup dan melindungi rakyat, bukan hanya simbol formal yang kehilangan makna.

"Pemerintah Aceh, DPRA, dan partai-partai politik harus berani keluar dari sekadar peran administratif. Mereka harus bersatu suara dan menjadikan ini agenda kolektif yang diperjuangkan secara terbuka, transparan, dan melibatkan publik," jelasnya.

Tak kalah penting juga dengan melibatkan masyarakat Aceh agar menyadari pentingnya revisi tersebut. Suara mereka dari para perempuan, anak muda, tokoh agama, adat, penyintas konflik, orang berkebutuhan khusus, petani, nelayan dan seluruh elemen masyarakat harus ikut mewarnai proses tersebut.  Konsolidasi moral dan politik menjadi kunci menjawab hal tersebut. Sebab, revisi UUPA itu bukan hanya sebagai simbol memperpanjang dana, tapi juga harapan.

Menurutnya, otsus itu bagai oksigen bagi Aceh. Ketergantungannya sangat besar. Namun timbul pertanyaan besar setelah hampir dua dekade otsus diberikan untuk Aceh, kemana saja anggaran tersebut disalurkan. 

"Bagi saya, ini bukan sekadar soal angka. Ini soal komitmen: apakah kita siap membangun sistem fiskal yang adil, transparan, dan berpihak pada mereka yang paling terpinggirkan-bukan hanya menjaga status quo yang sudah lama timpang," tegasnya.(ra/rn/iw)

 

 

 

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved