Jurnalisme Warga
Pemuda dan OTSUS Aceh
Sehingga sudut pandang pemerintah Aceh diminta memaklumi dalam memulai pembangunan di Aceh tidak sama dengan daerah lain tentunya.
Sehingga waktu sangat mepet dan terbatas pula, dan kita berada pada posisi kritis saat ini dan sangat krusial, baik dari konsul-konsul maupun dinamika lainnya yang mungkin tidak harapkan oleh kedua belah pihak (Aceh - Jakarta).
Dimana kita (pemerintah Aceh) berurusan sangat kompleks, misalnya secara politik, positioning gubernur dan wakil yang saat ini, menjadi hal yang dianggap potensial/peluang bahkan intervensi dari berbagai apek dinamis lainnya.
Namun oleh karena itu pula, pemerintah Aceh memerlukan langkah langkah yang sifatnya antisipasi dengan berbagai kemungkinan dan pilihan yang tersedia.
Siap tidak siap, kita (pemerintah Aceh) harus memliki alternatif lainnya.
Mencari celah dan peluang lain jika tidak berlanjut Otsus Aceh kedepannya.
Atau kemungkinan terburuk jika tidak dapat diantisipasi, akan bergeser terurainya soliditas keAcehan dengan opsi-opsi Pemekaran ataupun lainnya.
Maka Ini pula yang dipelajari oleh pemerintah melalui rancangan yang lebih baik, apapun yang terjadi Aceh harus kuat secara ekonomi dan keuangan.
Tidak tergantung pada OTSUS maupun market ekonomi dari luar pula.
Dalam konteks keAcehan, terdapat beberapa substansial yang mendapatkan keistimewaan dan kekhususan yang dapat dipertimbangkan oleh pusat.
Yang dirasa menjadi instrumen pemersatu dan perbaikan kedepannya. Sperti bidang pendidikan, sosial, adat dan budaya Islam di Aceh. Kita harus melihat hal itu melalui pendekatan inspirasi Islam yang kaffah.
Walaupun ketika kita berbicara tentang Aceh, agak dilematis. ada apa dengan Aceh yang memiliki indikator kemiskinan tertinggi di Sumatera?
Menurut penanggap, berhubungan dengan mentalitas. Pertama, terutama mentalitas kepemimpinan/pemimpin di Aceh.
Dimana saat masyarakat kewalahan dengan harga beras misalnya, namun pejabat nya berlomba-lomba untuk membeli mobil dinas dan aspek kemewahan lainnya. Inilah menjadi faktor GAP perputaran uang di Aceh yang tidak menyentuh rakyat bawah.
Kedua Mentalitas kita selaku masyarakat sesama muslim, kita mengatakan sebagai muslim, diantaranya dimanapun harus dipikirkan.
Maupun baik yang dekat maupun yang jauh. Memperkuat lingkungan keluarga dan tetangga. Konsep ta'awun dilingkungan masyarakat yang sudah meredup.
Sehingga hari ini kita seperti hidup yang egois, tidak lagi saling peduli satu sama lainnya.
Demikian catatan ini penulis rekam sebagai upaya merawat buah pikiran dari kegiatan Gerakan Pemuda Subuh. Gerakan anak muda pinggiran yang memandang Aceh dengan cara yang tak biasa pula. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.