Kupi Beungoh

Melihat Peluang dan Tantangan Potensi Migas Lepas Pantai Aceh

Secara regional, Aceh terletak di ujung utara Cekungan Sumatera yang terbagi menjadi beberapa sub-cekungan berbeda.

Editor: Agus Ramadhan
FOR SERAMBINEWS.COM
Prof. Dr. Ir. Muhammad Irham, S.Si, M.Si. 

Di sektor lepas pantai, konsorsium internasional juga melaporkan penemuan besar, seperti Mubadala Energy (UEA) menemukan potensi gas lebih dari 6 TCF di Blok Andaman Selatan (Lepas Pantai Aceh), dengan rencana produksi dimulai sekitar tahun 2028. 

Lebih jauh, dalam konferensi akhir 2024 BPMA (Badan Pengelola Migas Aceh) mengungkap bahwa konsorsium Repsol–BPMA–Mubadala–Harbour Energy menemukan gas cadangan sekitar 9 TCF di blok Andaman Barat Aceh, sehingga total potensi cadangan migas lepas pantai Aceh diperkirakan mencapai sekitar 24 TCF.

Faktor teknis lain yang patut diperhatikan adalah potensi gas hidrat (metana padat) di Aceh Barat. Studi geofisika menduga adanya zona stabilitas gas hidrat di cekungan busur muka Simeulue (lepas pantai barat Aceh).

Secara nasional, cadangan gas hidrat sangat besar, diperkirakan mencapai 3.000 TCF di seluruh Indonesia yang menandakan bahwa sumber energi non-konvensional ini bisa menjadi masa depan migas Aceh jika teknologi eksplorasi dan produksi gas hidrat sudah matang.

Dampak terhadap Pembangunan Ekonomi Aceh

Potensi migas Aceh diharapkan meningkatkan pendapatan dan pembangunan daerah.

Penerimaan migas merupakan sumber utama APBD Aceh (pajak dan bagi hasil), dan cadangan besar seperti yang disebut di atas memberi peluang peningkatan anggaran.

Misalnya, PT Pembangunan Aceh (PEMA, BUMD migas) melaporkan bahwa 60 % gas migas Aceh saat ini diserap untuk industri pupuk (Pupuk Iskandar Muda), yaitu sekitar 46 MMSCFD dari total produksi 96 MMSCFD.

Hal ini menunjukkan migas sudah digunakan untuk mendukung industri hulu lokal dan ketahanan pangan.

Ke depan, cadangan baru bisa memicu investasi besar, seperti fasilitas LNG kecil, pembangkit listrik gas, atau pabrik pupuk tambahan, yang pada gilirannya menyerap energi kerja lokal.

Namun, Aceh yang masih menghadapi tingkat kemiskinan yang relatif tinggi (sekitar 10–15 % populasi) perlu memanfaatkan migas untuk pembangunan berkelanjutan.

Oleh karena itu, keberhasilan ekonomi jangka panjang menuntut diversifikasi usaha.

PEMA misalnya mulai merambah sektor pangan (olah hasil tani/peternakan), perikanan, kehutanan, properti, dan energi terbarukan (proyek panas bumi Seulawah).

Program hilirisasi kelapa sawit, perdagangan kopi, dan pengembangan energi hijau juga diutamakan untuk membuka lapangan kerja baru.

Selain itu, Aceh berencana menerapkan teknologi penangkapan karbon di Lapangan Arun untuk mendukung target net-zero Indonesia sekaligus membuka sumber pendapatan baru (emisii rendah).

Pengelola migas di Aceh juga mmenekankan pentingnya reinvestasi pendapatan migas ke sektor lain. Statistik Aceh menunjukkan sektor pertambangan (termasuk migas) menyumbang ~7,1 % PDB Aceh (Q3 2024).

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved