Breaking News

KUPI BEUNGOH

Utang: Membangun Negeri atau Menyandera Masa Depan?

Ekonom senior Kwik Kian Gie pernah mengingatkan, “Kita tidak sedang membangun. Kita sedang menumpuk risiko bagi generasi mendatang

Editor: Muhammad Hadi
FOR SERAMBINEWS.COM
Dr. Muhammad Nasir, Dosen Magister Keuangan Islam Terapan Politeknik Negeri Lhokseumawe, Pembina Yayasan Generasi Cahaya Peradaban, dan Penulis Buku Manajemen ZISWAF 

Negara seperti Malaysia, Turki, dan Uni Emirat Arab menjadikan sukuk sebagai instrumen utama pembiayaan pembangunan tanpa harus terjebak dalam jerat bunga ribawi.

2. Penguatan ZISWAF sebagai Pilar Fiskal

Potensi zakat Indonesia mencapai Rp327 triliun per tahun, sementara potensi wakaf uang menurut Badan Wakaf Indonesia diperkirakan mencapai Rp180 triliun. 

Namun realisasi penghimpunan masih jauh dari harapan: zakat baru mencapai sekitar Rp33,7 triliun (BAZNAS, 2024).

 Jika dikelola secara profesional, transparan, dan digital, potensi ini bisa menjadi sumber pembiayaan sosial yang mandiri dan berkeadilan.

Sebagaimana ditegaskan oleh Syaikh Abul A’la al-Maududi:

“The economic life of a nation cannot be truly Islamic unless it is freed from the bondage of interest.”  (Economic Teachings of Islam, 1969).

Membangun Tanpa Menyandera

Pembangunan sejati tidak diukur dari berapa kilometer jalan dibangun atau gedung tinggi menjulang, tetapi dari seberapa adil, mandiri, dan bermartabat rakyatnya. Kita bukan anti utang. Tapi kita menolak menjadikan utang sebagai napas hidup bernegara.

Prof. Muhammad Umer Chapra menekankan:

“Borrowing beyond the ability to repay is not just economically unsound, it is ethically irresponsible and Islamically unacceptable.”  (The Future of Economics, 2000).

Jika fiskal tidak dijalankan dengan keberanian, maka APBN hanya menjadi neraca angka, bukan neraca amanah. Kita harus ingat, sejarah tidak mencatat seberapa mewah monumen dibangun, tetapi seberapa bijak peradaban diwariskan.

Penutup: Membangun dengan Keberanian, Bukan Utang

Kini saatnya kesadaran kolektif digugah: bahwa bangsa yang terus hidup dari utang adalah bangsa yang perlahan kehilangan arah, kehilangan keberanian, dan kehilangan kehormatan.

Mari kembali pada prinsip-prinsip fiskal Islam yang berkeadilan dan memberdayakan. Mari berinvestasi pada keberkahan, bukan pada beban bunga. Dan mari membangun peradaban dengan keberanian, bukan dengan ketergantungan.

Baca juga: Cara Nabung Agar Rekening Tidak Dianggap Dormant Lalu Diblokir PPATK, Pakar Siber Sarankan Hal Ini

"Utang mungkin solusi sesaat, tapi hidup dari utang adalah jalan buntu bagi bangsa yang kehilangan arah, kehilangan daya, dan kehilangan kehormatan."

*) PENULIS adalah Dosen Magister Keuangan Islam Terapan Politeknik Negeri Lhokseumawe, Pembina Yayasan Generasi Cahaya Peradaban, dan Penulis Buku Manajemen ZISWAF

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved