Jurnalime Warga

Dari Luka ke Kata: Belajar Menulis Bersama Aksara USK

Berani mulai menuangkan apa yang tergiang-ngiang di kepala agar tidak menjadi beban dan luka batin.

Editor: mufti
IST
SHAKY PRAMUDIA, Mahasiswa Semester 5 Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK) dan peserta Pelatihan Menulis Aksara USK, melaporkan dari Banda Aceh 

SHAKY PRAMUDIA, Mahasiswa Semester 5 Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK) dan peserta Pelatihan Menulis Aksara USK, melaporkan dari Banda Aceh

Menuangkan unek-unek yang ada dalam pikiran menjadi sebuah tulisan membutuhkan keberanian dan nyali yang besar. Sebab, ada kekhawatiran terhadap sikap remeh atau ejekan orang lain yang memenuhi ubun-ubun kita. Namun, kali ini saya harus berani melakukannya. Berani mulai menuangkan apa yang tergiang-ngiang di kepala agar tidak menjadi beban dan luka batin.

Kehadiran Aksara USK membuat saya belajar banyak hal, mulai dari bagaimana memulai sebuah tulisan, merangkainya menjadi bait-bait cerita, hingga menulis persoalan-persoalan yang sejatinya menjadi aspirasi keresahan banyak orang.

Pada 26 Juni 2025, UPT Percetakan dan Penerbitan Universitas Syiah Kuala Press (USK Press) menyelenggarakan sebuah pelatihan menulis pemula bagi mahasiswa semester tiga ke atas selama dua hari. Kegiatannya dilaksanakan di gedung USK. Dari sekian banyak yang mendaftar, hanya 14 orang saja yang dipilih untuk mendapatkan ilmu gratis itu. Sesama peserta, kami saling kenal sekaligus bertambah teman-teman baru.
Hayatullah Pasee menjadi materi tunggal dalam pelatihan itu. Ia mengajarkan kami menulis, berkreativitas, dan menumbuhkan optimisme dalam menulis. Satu kalimat yang membuat saya ingin terus menulis dan mengejar mimpi, yaitu Pramoedya Ananta Toer itu menulis dengan rutin dan menjadikan menulis sebagai pekerjaannya.

Hari pertama menulis membuat saya seperti menemukan kembali jati diri yang sudah lama saya kuburkan. Banyak sekali ilmu pengetahuan yang Hayatullah Pasee bagikan kepada kami selama dua hari. Sebagai penulis pemula, saya merasa apa yang diajarkan oleh Koordinator Forum Aceh Menulis (FAMe) itu sangat sesuai dengan kebutuhan kami. Jadi, saya merasa berada di kelas yang tepat.

Tidak hanya dari aspek kapasita pemateri saja, pengalaman berkesan lainnya juga saya dapatkan dari peserta lain yang ikut serta dalam kegiatan menulis ini. Cerita yang mereka bagikan membuat saya termotivasi untuk bangkit dari lingkaran kemalasan untuk berusaha lebih giat menulis dan rajin membaca buku. “Karena, penulis yang baik adalah pembaca yang lahap,” ungkap Hayatullah Pasee.

Aktivitas tulis-menulis merupakan minat saya sejak kecil. Semua hal yang hinggap di dalam pikiran selalu saya tuangkan dalam bentuk tulisan. Saya punya pengalaman lucu sewaktu kecil. Suatu hari, saya merenungi nasib karena cinta saya bertepuk sebelah tangan terhadap seorang perempuan. Orang yang saya sukai ternyata sudah memiliki pasangan. Kesedihan itu saya tuangkan dalam selembar kertas binder.

Suatu malam, kakak saya memeriksa tas dan menemukan kertas itu yang bertuliskan, “Cintaku hilang diambil orang.” Membaca tulisan itu, kakak langsung meneriaki saya sambil tertawa, “Hei, masih SD sudah galau. Mbak bilang ke mama ya, biar kamu diejek.”

Rasa malu pun tidak dapat dibendung. Saya segera merebut kertas itu dan merobeknya tanpa pikir panjang. Meskipun terkesan konyol, cerita itu menjadi pengingat bahwa saya sudah pernah menuangkan isi pikiran dalam bentuk tulisan, meskipun sangat singkat.

Setelah mendapatkan materi pada hari pertama, kami semua diberikan tugas menulis terkait isu yang kami senidiri alami yang isu tersebut menjadi keresahan orang lain juga. Tugas yang diberikan disepakati awalnya antara 300-400 kata saja, tetapi saya menuliskannya hingga mencapai 800 kata. Syukurnya, pemateri memperbolehkannya. Tugas ini menjadi tantangan tersendiri buat saya. Dari banyak kegiatan yang saya ikuti, baru  Aksara USK-lah yang mampu membangkitkanku dari trauma panjang yang saya alami selama dua tahun terakhir. Trauma “dikejain” oleh senior saat awal masuk kampus dengan dalih orientasi  studi dan pengenalan kampus (Ospek) terhadap mahasiswa baru.

Saya tidak sanggup membahasnya lebih dalam karena dalam dunia pendidikan seharusnya tidak ada ruang untuk kekerasan. Hal itu sangat berbeda dengan kampus di negara-negara maju saat pengenalan akademi terhadap mahasiswa baru. Cerita itu nanti akan saya tuangkan dalam tulisan untuk memenuhi tugas menulis.

Pelatihan hari kedua dilaksanakan pada 30 Juni 2025. Sama seperti hari pertama, kelas diwarnai keceriaan dan ilmu pengetahuan yang jauh lebih dalam. Kami bersama-sama memeriksa tulisan yang telah ditugaskan Hayatullah Pasee pada hari pertama. Hari itu juga, ia mengajak seorang teman dekatnya untuk ikut serta membagikan pengalaman sebagai penulis, Riazul Iqbal, penulis buku  “Sudah Kubilang Jangan Jadi Guru” dan "Hikayat Musang".

Saat itu, optimisme datang kembali. Siang yang panas di Banda Aceh seolah tak terasa bagi saya. Saya fokus mencatat setiap perbaikan yang telah dikoreksi Hayatullah Pasee. Saya juga menampung berbagai respons dari teman-teman terhadap tugas tersebut.

Yang membuat sayang lebih semangat lagi ketika pemateri mengungkapkan bahwa kegiatan menulis merupakan sebuah pekerjaan intelektual. Seketika saya merasa berada di forum yang benar dan sedang belajar menjadi seorang intelektual tersebut. Kita menggunakan akal dan pikiran untuk merangkai kata, memikirkan ide di setiap paragraf yang kita tulis. Ketika membahas soal keuntungan, belajarlah dari penulis terkenal yang penghasilannya diperoleh dari untaian-untaian kata yang mereka tulis.

Meskipun terasa singkat, dua hari belajar begitu berharga. Karya yang awalnya saya anggap buruk, ternyata justru mendapat apresiasi, baik dari teman-teman maupun dari narasumber. Pelatihan menulis Aksara USK bukan hanya tentang belajar menyusun kata, melainkan juga tentang menemukan kembali semangat yang sempat hilang.

Dari dua hari yang singkat itu, saya belajar bahwa setiap orang punya kisah dan setiap kisah layak untuk dituliskan. Saya percaya, ini bukan akhir dari perjalanan menulis saya, justru baru sebuah permulaan.

Pelatihan Menulis Aksara USK telah menjadi ruang aman bagi saya untuk kembali mengenal diri sendiri. Dari awal yang penuh keraguan, saya perlahan menemukan keberanian untuk menulis dan membagikan cerita yang selama ini hanya saya simpan sendiri.

Terima kasih saya ucapkan kepada panitia USK Press, melalui Aksara USK dan teman-teman luar biasa yang telah menciptakan suasana belajar yang hangat, penuh dukungan, dan menginspirasi. Saya belajar bahwa menulis tidak harus selalu sempurna; yang penting adalah berani memulai, kejujuran dalam menyampaikan isi hati dan pikiran.

Apresiasi yang saya terima menjadi pengingat bahwa sekecil apa pun karya, tetap memiliki makna. Saya berharap Aksara USK terus menjadi wadah tumbuh bagi mahasiswa yang ingin berbicara melalui tulisan. Bagi saya pribadi, ini adalah langkah pertama untuk terus menulis tanpa takut dan ragu. Bangkitlah dari keterpurukan, kamu akan menang!

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved