Berita Banda Aceh

Urgensi Revisi UUPA, Akademisi, Politikus dan Tim Revisi Kupas Tuntas Penyebabnya

Penulis: Indra Wijaya
Editor: Nurul Hayati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Zainal Abidin SH MSi MH (Unsur Tim revisi UUPA), H Dahlan Jamaluddin SIP (Anggota Komisi I DPR Aceh), Dr Badri Hasan SH MH (Akademisi FSH UIN Ar-Raniry), menjadi narasumber talkshow bersama Hurriah Foundation, dengan tema Membedah Revisi UUPA, Dari konsultasi kepada persetujuan? ”, yang dipandu Tieya Andalusia di Radio Serambi FM 90.2, Sabtu (11/3/2023).

Saat ini sendiri revisi UUPA memang sudah masuk dalam Prolegnas DPR RI 2019-2024. 

Karena menurutnya, semua pihak harus melakukan konsolidasi ke-Acehan dan bagaimana posisi Aceh dengan Jakarta. 

Baca juga: Jaring Masukan Masyarakat, DPRA akan Sosialisasi Draf Revisi UUPA ke Kabupaten/Kota  

Hal ini untuk penguatan UUPA dan memberi penguatan untuk keberlangsungan perdamaian.

Dalam kontek dinamika sosiopolitik perjalanan, Aceh sudah dinisbatkan sebagai keistimewaan dan punya kewenangan khusus. 

Pada akhirnya, semua sepakat meneguhkan semangat bernegara dengan NKRI.

Namun, Aceh akan mengatur pemerintahan sendiri dan punya perbedaan dengan provinsi lain.

"Ini yang paling penting menegaskan pola hubungan baru Aceh dengan Jakarta. Dan apa yang menjadi subtansi dari Helsinki harus menjadi kenyataan dimana Aceh akan menjalani politik asimetris,".

"Dimana Aceh harus mengurus dirinya sendiri. Kalau tidak praktIk menjalani pemerintahan tidak mengikuti UUPA. Oke nggak ada kewenangan persetujuan di DPRA gak masalah. Namun, qanun yang diperkuat," sebutnya.

Persetujuan internasional, Dalam konteks perundingan Helsinki, kewenangan negara didelegasikan ke Aceh. 

Namun tidak berwujud sama sekali. 

Baca juga: Jelang Revisi UUPA, Masalah Sebenarnya di Mana?

MoU tidak menjadi ruh UUPA.

Menurutnya, Pemerintah Aceh dan stakeholder duduk bersama membahas ini. 

Seperti memperkuat Qanin pendidikan Aceh dan beberapa lain. 

Saat ini sendiri, ada beberapa qanun Aceh yang digantung oleh pemerintah pusat.

Kontitusi memberi ruang untuk perbedaan. 

Dalam kontek bernegara kebhinekaan, itu punya ruang bersama.  

Pertanyaannya hari ini, 17 tahun UUPA praktek penyelenggaraan pemerintahan Aceh belum memberikan kontribusi.

Karena problemnya tidak ada kepastian hukum.

Baca juga: Komisi 1 DPRA Sebut Bawaslu Labrak UUPA dan Putusan MK Terkait Pembentukan Panwaslih

Misal kata Dahlan,  ada kewenangan UUPA tentang pertambangan pengelolaan di Aceh, tapi UU minerba mendelegasikan itu. 

Pemerintah Aceh ketika ingin mewujudkan itu tidak bisa.

"Penguatan UUPA ini termasuk menegaskan hal-hal ini. Harus ada advokasi bersama, makanya kita harus duduk bersama  apa yang harus diatur. Artinya memberi ruang bersama, bagaimana mendudukan kehendak bersama ini, terlepas dari cita-cita besar. Agar harapan kesejahteraan dan kepastian hukum itu bisa tercapai," imbuhnya.

Akademi Dari FSH UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Dr. Badri Hasan menyebutkan, hal urgent apa yang harus direvisi dari UUPA ini, dan hingga saat ini pun belum dipahami.

"Jadi apapun yang dilakukan oleh DPR, akademis harus tetap sesuai standar UUD 1945. Jangan hari ini kita lihat terjadi perbedaan pandangan perihal revisi ini. Saya melihat reaksi revisi UUPA ini, dari mana datangnya," kata Badri.

Menurutnya, perlu ada kejelasan untuk publik terkait apa-apa saja yang harus diperkuat dan diubah, sehingga revisi UUPA ini dianggap perlu.

Hal itu agar apa yang diinginkan dalam perdamaian sesuai MoU, harus dilakukan secara menyeluruh dan berkeadilan. 

Makanya menurut dia, perlu ada komitmen bersama.

Jikapun ada revisi, harus tetap konstitusional. 

Namun dalam hal yang bersifat politis, jangan sampai di politisasi.

"Yang kita harap harus ada kesejahteraan jikapun di revisi. Jangan sampai hanya sebagai bersifat regulasi politik saja. Intinya yang harus kita lakukan ialah kecintaan terhadap rakyat dan pembangunan," jelasnya.

Ia berharap, bagaimana merasionalkan aturan yang dibuat itu terkesan emosional dan memiliki kepentingan atau keuntungan kelompok tertentu.  

Ia tiga ingin kedaulatan rakyat itu dijual.

Selain juga harus dipikirkan jangan diabaikan, bagaimana membangun mentalitas generasi muda.

"Dari sisi hukum kita harus pahami ada tiga hal, yakni yuridis konstitusional, kemudian sisi filosofis nya Dimana jika UUPA . Proses yang dilakukan harus disesuaikan dengan dan betul-betul bisa dilaksanakan.  Jangan sampai revisi ini terus menerus. Harus ada kematangan jangan UUPA ini tidak ada artinya," pungkasnya. (*)

Baca juga: DPRA Jaring Pendapat Terkait Revisi UUPA

 
 

 
 

Berita Terkini