Opini

Membangun Aceh Utara: Menyatukan Ekonomi, Spiritualitas, & Kelestarian demi Masa Depan Berkelanjutan

Namun, tantangan terbesarnya adalah bagaimana menyatukan ketujuh prioritas ini menjadi sebuah model pembangunan berkelanjutan yang koheren

|
Editor: Ansari Hasyim
For Serambinews.com
Prof Dr Apridar SE MSi, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis USK dan Ketua Dewan Pakar ICMI Orwil Aceh. 

Pilar Sosial-Budaya: Penguatan pelaksanaan syariat Islam tidak boleh dipandang sebagai hambatan, melainkan sebagai pembentuk identitas dan etos kerja. Nilai-nilai kejujuran, amanah, dan keadilan yang dianjurkan dalam Islam harus menjadi landasan birokrasi dan dunia usaha. Program pemberdayaan perempuan dalam kerangka syariat yang memberdayakan juga dapat meningkatkan partisipasi ekonomi. Layanan pendidikan dan kesehatan yang berkualitas akan menciptakan masyarakat yang sehat, cerdas, dan berakhlak mulia, yang merupakan modal sosial terpenting untuk pembangunan jangka panjang.

Pilar Lingkungan: Pembangunan infrastruktur dan ekonomi harus berjalan beriringan dengan perlindungan lingkungan. Aceh Utara perlu belajar dari pengalaman daerah lain yang mengalami kerusakan lingkungan akibat ekspansi ekonomi yang tidak terkendali. Penguatan ketahanan lingkungan dapat diwujudkan melalui program penghijauan, pengelolaan sampah terpadu, strict enforcement terhadap AMDAL, dan promosi energi terbarukan. Infrastruktur yang dibangun harus bersifat "hijau" dan tahan terhadap bencana iklim. Melindungi hutan bakau di pesisir, misalnya, bukan hanya baik untuk ekosistem, tetapi juga menjadi benteng alami dari abrasi dan tsunami.
Data dan Realita di Lapangan

Untuk mewujudkan integrasi ini, beberapa langkah konkret berbasis data perlu diambil:
Pertama Peta Jalan Investasi Hijau dan Halal: Pemerintah perlu menyusun peta jalan yang jelas untuk menarik investasi pada sektor-sektor berkelanjutan, seperti agroindustri berbasis kelapa sawit berkelanjutan (ISPO), perikanan tangkap terukur, dan pariwisata alam yang bertanggung jawab. Data potensi wisata seperti kawasan Lhokseumawe dan pantai-pantai di Aceh Utara perlu dipaketkan dengan menarik bagi investor yang memiliki komitmen terhadap lingkungan dan pelestarian budaya.

Kedua Program Kemiskinan Berbasis Keluarga: Program pengentasan kemiskinan harus tepat sasaran. Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) harus menjadi acuan utama. Bantuan tidak hanya berupa tunai, tetapi juga pelatihan keterampilan, akses kepada permodalan, dan pendampingan usaha yang terintegrasi dengan koperasi syariah.

Ketiga Memperkuat Ketahanan Iklim: Mengingat kerentanan Aceh Utara, anggaran untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim harus ditingkatkan. Ini termasuk pembangunan infrastruktur tangguh bencana, sistem peringatan dini, dan program-program konservasi berbasis masyarakat. Kerja sama dengan LSM lingkungan dan universitas dapat memperkuat kapasitas teknis daerah.

Keempat Birokrasi yang Melayani: Reformasi birokrasi harus terukur. Targetnya adalah peningkatan skala Ease of Doing Business (EoDB) di Aceh Utara. Pelayanan perizinan yang cepat, transparan, dan bebas pungli akan mendorong iklim usaha yang sehat. Integritas aparatur dapat dibangun melalui pendekatan spiritual dengan menekankan nilai-nilai syariat Islam dalam etos kerja.

Kesimpulan: Sebuah Jalan Menuju Ketangguhan

Tujuh prioritas pembangunan Aceh Utara adalah sebuah cetak biru yang menjanjikan. Keberhasilannya sangat bergantung pada kemampuan untuk mentransformasikannya dari dokumen menjadi aksi nyata yang terintegrasi. Sinergi eksekutif dan legislatif adalah motor penggeraknya, sementara integrasi antara pertumbuhan ekonomi, pembangunan manusia, spiritualitas, dan kelestarian lingkungan adalah kompas penunjuk arah.

Model pembangunan berkelanjutan Aceh Utara bukanlah tentang memilih satu prioritas atas prioritas lainnya, melainkan tentang menemukan benang merah yang menyatukan semuanya. Dengan pendekatan yang holistik, berbasis data, dan didukung oleh tata kelola yang bersih, Aceh Utara tidak hanya akan mengejar ketertinggalan, tetapi juga membangun fondasi yang kuat untuk menjadi sebuah kabupaten yang tangguh, sejahtera, dan bermartabat di masa depan. Masyarakat Aceh Utara berhak mewarisi bumi yang tidak hanya kaya secara material, tetapi juga kaya secara spiritual dan lestari secara ekologis.(*)

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved