Laporan Khusus

Menyibak Arah Baru Pertahanan RI, Liputan Mendalam Kunjungan Menhan ke Mane Pidie

Sjafrie Sjamsoeddin adalah tokoh militer Indonesia, Beliau salah satu tokoh paling penting dalam lingkaran terdalam Prabowo

Editor: mufti
COVER KORAN SERAMBI INDONESIA
HEADLINE KORAN SERAMBI INDONESIA EDISI SELASA 20251118 

Nah, itu dia. Defensif aktif diarahkan untuk menjaga kedaulatan ekonomi dengan cara membangun kekuatan militer. "Defence supporting economy," Sjafrie menjelaskan filosofi doktrin pertahanan pemerintahan Prabowo. Pertahanan mendorong pertumbuhan ekonomi. Ujungnya, kesejahteraan rakyat. Defensif aktif, menurut Sjafrie, diarahkan untuk mendukung dua program prioritas Prabowo: swasembada pangan dan energi.

Sjafrie menjelaskan mengenai swasembada energi, misalnya di sektor tambang. Banyak yang bocor ke luar. Timah di Bangka, misalnya. Menurut Sjafrie, antara 1998 sampai September 2025, hanya 20 persen timah Bangka yang bisa diselamatkan. Sebanyak 80 persen diselundupkan ke luar negeri.

Bangka pulau kecil. Timah ditambang di darat dan laut. Laut wilayah yang rawan. Kapal menyedot pasir, memprosesnya di kapal, mengambil timahnya, lalu diselundupkan ke Singapura atau Malaysia. Wilayah laut Bangka adalah blank spot besar. Bukan baru sekarang tapi sejak puluhan tahun yang lalu.

"Bayangkan," kata Sjafrie. "Singapura tercatat sebagai negara ketujuh terbesar pengekspor nikel. Padahal, sebiji nikel pun dia gak punya". Kenapa bisa begitu? Ya, diyakini karena timah selundupan dari Bangka.

Sejak September, sesuai instruksi Prabowo, TNI "mengepung" Bangka. Mencegah semua kapal penyelundup. Dalam rangka itulah, untuk mencegah penyelundupan timah, misalnya, kekuatan TNI harus dimodernisasi. Harus bisa mencegah kapal-kapal penyelundup yang semakin modern dari segi peralatan, sistem, dan cara.

Butuh biaya besar, memang. Tetapi kekayaan negara yang bisa diselamatkan juga sangat besar. Menurut Sjafrie, 20 persen timah Bangka itu senilai Rp 1 triliun per tahun. Bayangkan kalau 80 persen penyelundupan itu bisa dihentikan.

"Pak Purbaya tentu senyum-senyum saja," kata Sjafrie. Maksudnya, usaha TNI mencegah penyelundupan akan diikuti dengan penyitaan. Barang sitaan akan diserahkan ke negara, ke Menteri Keuangan, Purbaya.

Contoh lain, Morowali. Daerah penghasil nikel di Sulawesi ini juga menyisakan lubang menganga yang besar. Sjafrie mengungkapkan, ada oknum-oknum, bahkan perusahaan, yang menyelundupkan nikel melalui pesawat komersial. 

Ada juga yang lebih canggih: memiliki akses pelabuhan udara tanpa imigrasi. Artinya, leluasa menyelundupkan nikel lewat udara, dengan pesawat khusus, tanpa kemampuan otoritas secara efektif untuk mengawasi. Blank spot, lubang gelap, yang besar. TNI, katanya, sedang mempersiakan operasi menghentikan penyelundupan timah di Bangka dan nikel di Morowali.

Sjafrie tidak secara spesifik menjelaskan bagaimana melindungi udara Indonesia yang masih banyak blank spot. Secara high level, ia menjelaskan tentang selimut udara, air blanket.

"Kita memerlukan kekuatan udara untuk melindungi wilayah Indonesia yang teritorialnya seluas Eropa. Kita perlu membangun air blanket," katanya. Airbus A400m dan pesawat-pesawat tempur yang sudah dan sedang dipesan merupakan bagian dari "strategi selimut udara".

Indonesia juga sedang dan akan membangun drone. Pesawat tanpa awak, katanya, bisa diproduksi masif di dalam negeri karena teknologinya tidak terlalu canggih. 

Biayanya pun murah, sekitar 400 dolar AS per biji. "Ini kan seperti pesawat mainan anak-anak," katanya. Tapi, tegas Sjafrie, pesawat ini bisa menjadi efektif secara militer.

Di laut, untuk menjaga chokepoint seperti Selat Malaka, Indonesia membangun kapal selam tanpa awak (Unmanned Underwater Vehicle, UUV). PT PAL di Surabaya menjadi pusat produksi mulai 2026.

"Anak-anak bangsa kita sudah bisa memproduksi kapal selam tanpa awak, bisa menyelam enam bulan, dan balik lagi ke permukaan untuk pengisian ulang baterai," tuturnya. "Semua celah (chokepoint) akan diisi kapal selam tanpa awak."

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved