Korupsi Jalur Kereta Api Sumut-Aceh, Eks Dirjen Kemenhub Prasetyo Tetap Divonis 7,5 Tahun Penjara

Hal yang meringankan, Prasetyo dinilai bersikap sopan di persidangan, memiliki tanggungan keluarga, dan berusia lanjut.

Editor: Faisal Zamzami
Dok. Kejaksaan Agung
KORUPSI JALUR KERETA API - Mantan Dirjen Perkeretaapian Kemenhub Prasetyo Boeditjahjono digiring petugas Kejaksaan Agung usai ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pembangunan jalur rel kereta Api Besitang-Langsa. Dalam kasus ini Prasetyo didakwa rugikan negara Rp 1,1 miliar. Kini, Prasetyo menjalani sidang atas kasusnya di Pengadilan Tipikor, Jakarta. 

Kedua, perbuatan Prasetyo Boeditjahjono telah menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan dalam hal ini Balai Teknik Perkerataapian (BTP) Sumatera Utara khususnya dan Direktorat Jenderal Perkerataapian (DJKA) pada Kementerian Perhubungan pada umumnya.

Ketiga, Prasetyo Boeditjahjono menerima hasil dari perbuatan korupsinya.

Untuk hal meringankan, pertama, Prasetyo Boeditjahjono bersikap sopan di persidangan.

Ketiga, Prasetyo Boeditjahjono mempunyai tanggungan keluarga dan terdakwa berusia lanjut.

Vonis hakim terhadap Prasetyo Boeditjahjono lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum.

Dalam tuntutannya, jaksa menuntut Prasetyo Boeditjahjono dengan hukum 9 tahun penjara dan merugikan negara Rp 1,1 miliar dalam kasus korupsi pembangunan jalur KA Besitang-Langsa periode 2017-2023.

Konstruksi Kasus Korupsi yang Jerat Prasetyo Boeditjahjono

Kasus bermula saat Prasetyo selaku Dirjen Perkeretaapian memerintahkan Nur Setiawan Sidik selaku Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara untuk mengusulkan proyek Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa.

Pembiayaan proyek tersebut rencananya akan melalui penerbitan SBSN-PBS TA 2017 ke Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Menindaklanjuti permintaan Prasetyo, Nur Setiawan kemudian membagi proyek pembangunan itu menjadi 11 paket pengerjaan.

Masing-masing paket pengerjaan nilai proyeknya di bawah Rp 100 miliar. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari ketentuan yang berlaku.

Nur Setiawan kemudian memerintahkan anak buahnya, Rieki Meidi Yuwana, untuk melakukan pelelangan menggunakan metode penilaian pasca kualifikasi.

Nur Setiawan cs selanjutnya mulai membuka tender pengadaan proyek tersebut.

Akan tetapi sejatinya dalam prosesnya masih terdapat persyaratan yang belum terpenuhi, diantaranya belum adanya dokumen AMDAL hingga belum dilakukannya pembebasan lahan.

Tak hanya itu, Prasetyo juga diduga melakukan pengaturan pemenang tender pengadaan proyek tersebut.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved