Kupi Beungoh
BSS I Ob-Gin: Mengasah Keterampilan, Menyelamatkan Kehidupan
Di ruang operasi, setiap keputusan yang diambil bukan sekadar persoalan teknis medis, tetapi pertemuan antara ilmu pengetahuan
Oleh: Prof.Dr.dr. Rajuddin, SpOG(K).,Subsp.FER, Guru Besar Universitas Syiah Kuala; Ketua IKA UNDIP Aceh dan Sekretaris ICMI Orwil Aceh
Pelatihan Basic Surgical Skill (BSS I) Ob-Gin Regional Sumatra yang digelar di Banda Aceh pada 5–7 September 2025 bukanlah sekadar agenda rutin akademik bagi mahasiswa PPDS Obstetri dan Ginekologi, melainkan sebuah langkah strategis untuk memantapkan standarisasi kompetensi bagi seluruh peserta didik program spesialis Ob-Gin di Indonesia, sehingga mutu dan keterampilan yang dihasilkan setara di setiap pusat pendidikan.
Dalam pembedahan, keterampilan teknis memang sangat penting, namun yang tak kalah esensial adalah keseragaman standar agar setiap peserta didik, di mana pun mereka menempuh pendidikan, memperoleh keterampilan spesialistik yang setara dan optimal.
Pesan inilah yang ditekankan oleh Direktur Pelatihan, Prof. Dr.dr. Muhammad Rusda, M.Ked(OG),Sp.OG.,Subsp.FER saat membuka Pelatihan Basic Surgical Skill (BSS I) Ob-Gin Regional Sumatra.
Kegiatan ini tidak hanya menjadi ajang pelatihan keterampilan, tetapi juga wadah pertukaran pengalaman antar pusat pendidikan, di mana praktik baik yang diterapkan di satu senter dapat diadaptasi di tempat lain. Lebih dari itu, diskusi dan simulasi yang berlangsung selama pelatihan, memunculkan ide-ide baru yang menjadi bahan berharga untuk memperbarui modul pelatihan secara berkelanjutan.
Di ruang operasi, setiap keputusan yang diambil bukan sekadar persoalan teknis medis, tetapi pertemuan antara ilmu pengetahuan, nilai kemanusiaan, dan amanah profesi. Dalam pembedahan obstetri-ginekologi, setiap sayatan tidak hanya menyentuh jaringan tubuh, tetapi juga menjangkau harapan, menjaga martabat, dan mempengaruhi masa depan seorang perempuan.
Baca juga: Kumpulan Prompt Foto Action Figure yang Lagi Tren, Begini Cara Mengubahnya Agar Bergerak

Karena itu, pembedahan bukan hanya soal keterampilan teknis, tetapi juga ujian etika yang mendalam. Fondasinya bertumpu pada empat prinsip utama bioetika: menghargai otonomi pasien (autonomy), berbuat baik (beneficence), tidak merugikan (non-maleficence), dan menegakkan keadilan (justice), yang kemudian dilengkapi dengan kejujuran (veracity) serta kesetiaan pada amanah profesi (fidelity).
Salah satu pilar utama etika medis adalah informed consent, atau persetujuan tindakan medis. Ia bukan sekadar selembar formulir yang ditandatangani, tetapi sebuah proses komunikasi dua arah yang tulus antara dokter dan pasien. Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 Pasal 293 secara tegas mengamanatkan bahwa setiap tindakan medis hanya boleh dilakukan setelah pasien menerima penjelasan yang memadai.
Penjelasan ini mencakup diagnosis, tujuan tindakan, risiko dan manfaat, pilihan terapi alternatif, hingga konsekuensi yang mungkin timbul bila tindakan tersebut tidak dilakukan. Informed consent yang dilakukan terbukti meningkatkan kepercayaan pasien, mengurangi potensi sengketa hukum, dan kepatuhan pasien pascaoperasi. Sehingga pasien yang paham akan prosedur operasi yang dijalani, akan lebih siap secara mental dan fisik.
Baca juga: Sosok Surya dan Haris di Mata Tetangga, Diduga Otak Pembakaran Halte TransJakarta: Ga Nyangka!
Hak Menolak Tindakan Medis
Dalam dunia kedokteran, hak pasien untuk menolak tindakan medis setelah menerima penjelasan yang lengkap bukanlah sekadar formalitas administratif, melainkan wujud penghormatan yang mendalam terhadap otonomi pasien. Inilah esensi dari informed refusal: pengakuan bahwa pasien memegang kendali penuh atas tubuh dan keputusan terkait kesehatannya.
Namun, praktik kedokteran tidak selalu berlangsung dalam skenario yang ideal. Pada situasi gawat darurat, prinsip beneficence (berbuat baik) dan non-maleficence (tidak mencelakakan) menuntut dokter untuk mengambil keputusan cepat demi menyelamatkan nyawa. Dalam keadaan seperti itu, setiap menit yang terlewat untuk menunggu tanda tangan persetujuan dapat menjadi detik-detik terakhir kehidupan pasien.
Di sinilah muncul dilema etis yang tidak sederhana, bagaimana menyeimbangkan hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri dengan kewajiban moral dan profesional dokter untuk mencegah kematian yang sebenarnya dapat dihindari. Dalam kondisi demikian, dokter yang profesional atas bukti klinis benar, dapat mengambil tindakan segera tanpa persetujuan tertulis, demi kepentingan terbaik bagi keselamatan pasien.

Berbuat Baik dan Tidak Merugikan
Setiap tindakan pembedahan pada hakikatnya berangkat dari niat mulia untuk menghadirkan manfaat terbesar bagi pasien. Tujuannya beragam, mulai dari meredakan nyeri yang membelenggu, memulihkan fungsi organ, hingga menyelamatkan nyawa. Namun, semangat untuk menolong harus senantiasa diiringi kesadaran akan kewajiban yang tak kalah penting mencegah timbulnya risiko yang tidak perlu.
Setiap prosedur pembedahan harus direncanakan dengan cermat, mempertimbangkan kondisi unik setiap pasien. Pemilihan teknik operasi bukan semata persoalan keterampilan teknis, tetapi juga kebijaksanaan dalam menimbang manfaat yang diharapkan dengan potensi risiko yang mungkin timbul. Dalam proses ini, dokter hadir bukan hanya sebagai ahli bedah, tetapi juga sebagai penjaga keselamatan, pendamping setia, dan penguat harapan ketika pasien berada pada titik paling rentan dalam hidupnya.
Prinsip ini sejalan dengan firman Allah: “Janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah: 195)
Pedoman ini mengajarkan bahwa dalam setiap tindakan medis, termasuk pembedahan, niat untuk menolong harus senantiasa diiringi dengan upaya maksimal untuk mencegah terjadinya bahaya. Dengan demikian, dokter dapat menjaga keseimbangan antara beneficence (berbuat baik) dan non-maleficence (tidak merugikan), sehingga setiap keputusan klinis yang diambil menjadi amanah yang terjaga, baik dari sisi medis maupun etika.
Merancang Gema Selawat Maulid di Warkop Aceh |
![]() |
---|
Menimbang Hukum Islam atas Penjarahan Saat Aksi Massa |
![]() |
---|
25 Tahun BPKS Sabang Masih Mimpi: Ekspor Nihil, Dermaga Sepi, Visi Tinggi |
![]() |
---|
Islam Kontemporer: Dari Ortodoksi ke Transformasi Sosial |
![]() |
---|
Refleksi Maulid Nabi Muhammad SAW 1447 H: Uswatun Hasanah Karakteristik Mulia Rasulullah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.