KUPI BEUNGOH
Menjaga Semangat Helsinki, Menjamin Keadilan OTSUS Aceh
Tanpa MoU ini, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) tak mungkin lahir.
Masuknya revisi UUPA ke Prolegnas 2026 memberi peluang untuk menjawab persoalan ini.
Pembahasan harus dilakukan dengan serius, transparan, dan partisipatif, bukan sekadar teknokratis di ruang-ruang tertutup. Revisi ini bukan hanya soal hukum, tetapi tentang nasib masyarakat Aceh.
Setidaknya ada tiga agenda besar yang mendesak. Pertama, mempertegas keberlanjutan dana Otsus Aceh.
Dana ini harus bersifat permanen, dengan formula yang jelas sebagai persentase dari APBN, bukan bergantung pada kebijakan tahunan pemerintah pusat. Kepastian ini akan menjamin keberlanjutan pembangunan.
Kedua, memastikan arah penggunaan dana tepat sasaran. Fokus harus diarahkan pada pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat, infrastruktur dasar, serta program penguatan perempuan dan pemuda.
Dana besar hanya akan bermakna jika benar-benar menyentuh rakyat kecil, bukan berhenti di kalangan elit birokrasi.
Ketiga, memperkuat mekanisme pengawasan. Tidak cukup hanya melalui audit BPK. Diperlukan kolaborasi antara DPR RI, DPR Aceh, dan partisipasi publik di Aceh. Transparansi anggaran harus menjadi budaya baru agar kepercayaan masyarakat tidak tergerus.
Dalam pleno rapat kerja 18 September 2025, semangat yang ditegaskan adalah pentingnya kualitas regulasi.
Revisi UUPA diharapkan tidak hanya menjadi catatan di lembaran negara, tetapi menghadirkan kepastian hukum, keadilan sosial, dan manfaat nyata bagi rakyat Aceh.
Menatap Aceh 2045: Dari Luka ke Harapan
Revisi UUPA juga harus dipandang dalam horizon yang lebih panjang. Indonesia sedang menyiapkan diri menuju 2045, satu abad kemerdekaan. Aceh perlu diletakkan dalam peta besar pembangunan nasional.
Dengan letak strategis di jalur perdagangan internasional Selat Malaka, Aceh berpotensi menjadi pintu gerbang maritim Indonesia. Potensi energi terbarukan, perkebunan, dan pariwisata sejarah juga dapat menjadi penggerak ekonomi baru.
Namun, semua itu hanya mungkin jika fondasi sumber daya manusia diperkuat sejak sekarang. Pendidikan dan kesehatan adalah kunci.
Pengalaman negara lain bisa menjadi cermin. Vietnam, misalnya, setelah perang panjang, memilih fokus pada pembangunan ekonomi dan SDM.
Hasilnya, kini Vietnam menjadi salah satu ekonomi paling dinamis di Asia Tenggara. Aceh bisa mengambil pelajaran serupa: menutup luka sejarah dengan kerja keras di bidang pembangunan.
Revisi UUPA bukan sekadar perubahan hukum, melainkan janji negara untuk menjaga perdamaian, menghadirkan keadilan, dan memastikan kesejahteraan rakyat Aceh.
Dari Aceh Untuk Indonesia dan Dunia: Ajarkan Sejarah Aceh Dalam Muatan Lokal di Sekolah |
![]() |
---|
Kolegium Kesehatan Antara Regulasi dan Independensi |
![]() |
---|
Revisi UUPA, Pengkhianatan di Balik Meja Legislatif yang Menjajah Hak Rakyat Aceh |
![]() |
---|
Baitul Mal Aceh: Masihkah Menjadi Lentera Umat? |
![]() |
---|
September Pendidikan Aceh: Hardikda, Darussalam, dan Jejak Abadi Prof. Safwan Idris |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.