KUPI BEUNGOH
Menggali Solusi: Menata Tambang Emas Rakyat di Aceh tanpa Represi
Tambang ilegal bukan hanya merusak lingkungan dan hutan Aceh, tetapi juga melahirkan persoalan hukum dan sosial
Dalam pengantar buku Escaping the Resource Curse, George Soros menjelaskan bahwa paradoks negara kaya sumber daya yang justru miskin dipicu oleh tiga faktor utama: apresiasi mata uang, fluktuasi harga komoditas, serta pengaruh asimetris politik.
Dari ketiga faktor ini, Soros menekankan bahwa asimetris politik adalah penyebab utama yang membuat sumber daya menjadi malapetaka alih-alih berkah, karena kekuasaan terkonsentrasi di tangan elite atau aparat yang mengabaikan kepentingan rakyat (Soros, 2007).
Situasi tambang emas ilegal Aceh yang memperlihatkan keterlibatan “cukong” dan oknum aparat dalam jaringan tambang ilegal merupakan gambaran nyata bagaimana asimetris politik bekerja.
Baca juga: Butuh Ratusan Miliar Pulihkan Eks Tambang Ilegal
Pendekatan represif yang dijalankan pemerintah selama ini terbukti tidak efektif.
Pertama, penertiban cenderung mengorbankan penambang kecil yang bergantung pada tambang untuk hidup, sementara aktor besar kerap lolos dari jeratan hukum.
Kedua, praktik setoran kepada oknum aparat membuat tambang ilegal tetap eksis, meski operasi resmi dilakukan berkali-kali (Meutia et al., 2023).
Ketiga, karena beroperasi secara sembunyi-sembunyi, para penambang semakin sulit dikontrol dan sering menggunakan teknologi berbahaya seperti merkuri yang merusak lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Tidak bisa di pungkiri dalam pelaksanaannya, proses penambangan memerlukan pembukaan lahan.
Namun aktivitas penambangan yang dilakukan secara ilegal akan memberikan dampak yang tidak terukur dan tidak bisa terpantau oleh pemerintahan.
Dalam kasus ini, Aceh dapat belajar dari pengalaman negara lain dalam menangani tambang rakyat.
Baca juga: Ketua PAS Aceh Tu Bulqaini Siap Bantu Mualem Basmi Tambang Ilegal
Pemerintah Aceh harus menetapkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di lokasi-lokasi yang sudah lama ditambang oleh masyarakat.
IUPR bisa diberikan kepada kelompok masyarakat dengan syarat penggunaan teknologi non-merkuri.
Ini akan memberi legalitas kepada penambang kecil sekaligus membuka jalur pajak dan pengawasan resmi (UU Minerba 3/2020).
Dengan jalur legal, pemerintah bisa mengawasi penggunaan teknologi, memungut pajak, sekaligus melindungi hak penambang (Lumowa et al., 2022).
Model koperasi tambang rakyat seperti di Bolivia dan Peru juga bisa diadopsi, di mana penambang bergabung dalam organisasi resmi yang memudahkan akses pasar dan pendampingan teknis, serta mengurangi ketergantungan pada cukong.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/aceh/foto/bank/originals/Edy-MirzaST_Blasting-Engineer-di-PT-Freeport-Indonesia-_Alumni-Teknik-Pertambangan-Unsyiah.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.