KUPI BEUNGOH
Inflasi: Pencuri yang tak Pernah Ditangkap
Dengan kata lain, inflasi bukan sekadar “kenaikan harga barang”, tetapi penurunan nilai uang itu sendiri.
Pertanyaannya: sampai kapan kekayaan bangsa ini disandarkan pada kertas yang nilainya ditentukan oleh negara lain?
Menimbang Jalan Baru
Tentu tidak mudah meninggalkan sistem uang kertas. Dunia telah terlanjur membangun seluruh fondasi ekonominya di atas sistem fiat.
Namun, bukan berarti kita harus pasrah. Indonesia memiliki peluang besar untuk membangun ketahanan ekonomi berbasis nilai riil melalui diversifikasi cadangan negara, penguatan sektor riil, dan perlahan menambah proporsi emas dalam cadangan moneter nasional.
Dalam konteks masyarakat, edukasi finansial berbasis nilai riil menjadi penting. Masyarakat perlu memahami perbedaan antara uang nominal dan nilai riil.
Baca juga: Sudah Ditolong, Kurir Paket di Aceh Timur Malah Dibunuh Rekannya, Ini 20 Adegan Diperagakan
Menabung dalam bentuk aset berharga, baik emas maupun instrumen syariah yang berorientasi pada sektor produktif, menjadi langkah kecil yang berarti dalam melawan erosi nilai uang.
Lebih jauh, sistem ekonomi Islam sebenarnya telah menawarkan solusi sejak 14 abad lalu.
Larangan riba, prinsip keadilan dalam pertukaran, dan penggunaan dinar–dirham bukanlah romantisme sejarah, melainkan prinsip ekonomi yang menjaga keseimbangan nilai.
Di sinilah urgensi re-valuasi moral ekonomi: bahwa uang bukan semata alat tukar, tetapi amanah nilai yang harus dijaga keadilannya.
Mewaspadai Pencuri Tak Kasat Mata
Inflasi bukan sekadar angka di laporan BPS atau topik debat di ruang ekonomi.
Ia adalah realitas hidup yang dirasakan di pasar tradisional, di meja makan keluarga, dan di anggaran negara.
Ia adalah pencuri yang tak pernah ditangkap, karena mencuri dengan izin sistem.
Kita tak bisa menunggu keajaiban kebijakan moneter global untuk berubah.
Baca juga: VIRAL Prompt Gemini AI untuk Edit Foto Tidur di Atas Makanan, Ada Mie Aceh, Kuah Pliek U dan Timphan
Namun kita bisa mulai dari kesadaran kolektif bahwa uang kertas bukan penyelamat, melainkan alat yang harus diawasi.
Sudah saatnya bangsa ini berpikir lebih berdaulat dalam menjaga nilai kekayaannya.
Menyandarkan stabilitas pada emas, sektor riil, dan tata kelola ekonomi yang adil bukan sekadar nostalgia masa lalu, tetapi kebutuhan masa depan. Karena ketika uang kehilangan makna, keadilan ekonomi ikut pudar.
| Perubahan Wajah Epidemi HIV di Aceh, dari Isu Medis ke Krisis Sosial Remaja |
|
|---|
| Perlindungan Anak vs Pendidikan Moral: Saat Regulasi Menyimpang dari Amanat Konstitusi |
|
|---|
| Saat Buku Fisik Mulai Tersisih oleh Layar |
|
|---|
| Ketika Perpustakaan Kehilangan Suaranya di Tengah Bisingnya Dunia Digital |
|
|---|
| Dibalik Kerudung Hijaunya Hutan Aceh: Krisis Deforestasi Dan Seruan Aksi Bersama |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/aceh/foto/bank/originals/M-Nasir-cahaya-peradaban-september-2025.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.