Jurnalisme Warga
Gas Elpiji 3 Kg, Ketika Subsidi Disalahgunakan
Keberadaan gas elpiji 3 kilogram (kg) tentunya sudah tidak asing lagi dalam kehidupan kita. Kehadirannya membawa banyak manfaat
Akibat dari permintaan yang tinggi ini terjadilah salah satu faktor, yaitu kelangkaan. Permintaan yang memang datang dari kelompok masyarakat yang membutuhkan menjadi kendala. Contohnya, usaha mikro, seperti usaha rumah makan, warung kopi, usaha konsumsi jajanan atau minuman lokal. Dengan langkanya keberadaan gas elpiji 3 kg ini, dapat menghambat laju usaha mereka.
Malahan ada yang memilih untuk menutup sementara usahanya, dikarenakan susahnya mencari gas elpiji 3 kg. Bagi yang berhasil mendapatkan gas elpiji 3 kg, biasanya diperoleh dengan harga yang jauh di atas normal.
Masyarakat yang tujuan awalnya ingin dipermudah, nyatanya menjadi sulit. Keberadaan gas tabung melon ini yang menipis, menyebabkan perebutan sesama masyarakat. Walaupun setiap gas elpiji 3 kg ini sudah dilabeli dengan tulisan "Hanya untuk Masyarakat Miskin", tidak juga menyurutkan keinginan warga masyarakat yang dianggap mampu untuk tidak membelinya.
Padahal, pelabelan ini ditujukan untuk menyadarkan masyarakat bahwa gas elpiji 3 kg ini hanya untuk mereka yang dianggap berhak.
Hal ini dianggap tidak sepenuhnya salah, dikarenakan sudah memang sifat manusia untuk mencari jalan yang dapat memudahkan hidupnya. Dilihat dari fungsi yang sama, siapa pun tentu saja akan memilih harga yang lebih murah. Karena faktanya, gas nonsubsidi yang dikemas dalam ukuran tabung 12 kg harga jualnya jauh lebih mahal dibandingkan tabung gas ukuran 3 kg.
Pihak pangkalan juga memiliki peranan penting dalam hal penyaluran ini. Kurangnya informasi dalam hal ketersediaan barang menyebabkan ketidaktahuan masyarakat tentang keberadaan gas elpiji 3 kg tersebut. Bahkan, sering kali masyarakat tidak kebagian dalam proses pembelian ini, yang disebabkan oleh keberadaan dari para pengecer gas elpiji 3 kg.
Para pengecer tersebut dinilai dapat merugikan masyarakat, karena keberadaannya yang tidak resmi akan menjadi hambatan dalam pendistribusian elpiji 3 kg bersubsidi. Penyalur tidak resmi menjual gas elpiji 3 kg dengan harga Rp.28.000/tabung, bahkan lebih. Berkembangnya penyalur yang tidak resmi juga menyebabkan kelangkaan gas elpiji 3 kg di pangkalan resmi karena adanya pembelian oleh pengecer ilegal.
Hal yang menjadi permasalahan lainnya dapat dilihat dari kurangnya selektifnya pihak pangkalan terhadap pembeli. Pihak pangkalan memukul rata bahwa siapa pun berhak membeli tabung gas elpiji 3 kg ini. Tentunya ini tidak lepas dari keuntungan yang akan didapat pangkalan sebagai pihak penyedia barang. Pembeli yang dianggap mampu ini, tentunya sangat dipermudah pemenuhan kebutuhannya. Namun, bagaimana dengan nasib pihak yang dianggap berhak menerima subsidi gas elpiji 3 kg ini? Tentunya hal ini dapat mengurangi jatah yang seharusnya didapat pihak yang memang berhak mendapatkannya.
Kelangkaan gas elpiji 3 kg juga tidak lepas dari fungsi peran pemerintah setempat, yang dianggap sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah pusat dalam hal pengawasan. Kelangkaan ini disebabkan oleh kurangnya pengawasan dari pihak pemerintah dalam proses penyaluran gas elpiji 3 kg ini.
Jadi, sudah seharusnya pemerintah lebih awas dalam melakukan pemetaan data penerima, yaitu pendataan terhadap masyarakat miskin yang berhak menerima penyaluran dari gas elpiji 3 kg bersubsidi, agar dalam penyalurannya sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan.
Pemerintah juga perlu melakukan pengawasan yang lebih efektif agar dalam penyaluran gas elpiji 3 kg yang telah disubsidi oleh pemerintah benar-benar tepat sasaran, tepat harga, tepat kuantitas, serta menerapkan sanksi secara tegas terhadap setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pihak yang terlibat dalam penyaluran gas elpiji 3 kg. Terutama terhadap pangkalan tidak resmi yang sangat merugikan masyarakat.


 
                 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
												      	 
												      	 
												      	 
												      	 
												      	 
				
			 
											 
											 
											 
											 
											
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.