Pojok Humam Hamid

Khan, Aboutaleb, dan Mamdani: Fenomena Migran Muslim Menjadi Pejabat Publik di Eropa dan AS

Singkatnya, jangan pernah bayangkan orang Islam-apalagi migran minoritas, akan menjadi pejabat publik di Eropa atau AS. 

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/HO
Prof. Dr. Ahmad Humam Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. 

Komunitas Muslim pun tumbuh cepat di kota-kota besar: London, Paris, Rotterdam, Berlin, New York, Chicago, hingga Toronto. 

Mereka datang untuk bekerja, bertahan, dan membangun masa depan. 

Dalam dua hingga tiga generasi, sebagian dari mereka tidak hanya sukses secara ekonomi, tapi juga menembus ruang-ruang kekuasaan yang dulunya dianggap milik “pribumi kulit putih”.

Sadiq Khan di London

Di London, Sadiq Khan adalah simbol paling menonjol dari transformasi itu. 

Anak seorang imigran Pakistan dan sopir bus, ia tumbuh di kawasan Tooting, belajar hukum, dan menjadi pengacara hak asasi manusia. 

Karier politiknya dimulai di Partai Buruh, dan pada 2016 ia membuat sejarah sebagai Muslim pertama yang terpilih sebagai walikota London--kota metropolitan yang menjadi simbol globalisasi dan pluralisme. 

Kemenangannya bukan hasil politik identitas sempit, tapi karena kemampuannya berbicara lintas kelas, ras, dan agama. 

London, yang dulu pusat imperium kolonial Inggris, kini dipimpin oleh seorang Muslim Asia Selatan. 

Sebuah ironi sejarah yang tidak bisa dilewatkan.

Baca juga: Sosok Sadiq Khan, Muslim yang Cetak Sejarah Menang Pemilihan Wali Kota London untuk 3 Periode

Ahmed Aboutaleb di Rotterdam

Sementara itu di Rotterdam, kota pelabuhan terbesar Belanda, Ahmed Aboutaleb menjabat sebagai walikota sejak 2009. 

Lahir di Maroko, ia datang ke Belanda sebagai remaja dan memulai hidup dari bawah. 

Yang membuat Aboutaleb menonjol bukan hanya karena latar belakangnya sebagai Muslim, tetapi karena keberaniannya bersuara tegas dalam isu integrasi. 

Dalam salah satu pidatonya pascaserangan Charlie Hebdo di Paris, ia berkata kepada ekstremis Muslim: “Jika kalian tidak suka kebebasan di Belanda, kemasi barang kalian dan pergi.” 

Pernyataan itu kontroversial, tapi juga menunjukkan sikapnya yang teguh: bahwa menjadi Muslim tidak berarti menolak nilai-nilai Eropa, dan menjadi pemimpin berarti menyatukan, bukan memecah. 

Ia dihormati sebagai wali kota yang tegas, adil, dan tidak menjual identitas hanya demi suara.

Zohran Mamdani di New York

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved