KUPI BEUNGOH

MBG “Mimpi Buruk” Membangun  Generasi Cerdas

Kerentanan gizi anak Indonesai di hampir seluruh wilayah menyebabkan kerawanan gizi, stunting dan kerentanan kesehatan

Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM/HO
SYARIFAH RAHMAH berasal dari Kota Lhokseumawe, Aceh. Berprofesi sebagai pengajar di Lhokseumawe. Aktif menulis buku dan puisi. Terpilih sebagai penulis puisi terbaik pada lomba cipta puisi yang diadakan oleh CV Simpel Publisher tinggkat Nasional dengan tema “Terluka” pada tahun 2023. Menulis puisi pada surat kabar harian Republika Nasional, dan Riau Pos. Menulis puisi di Ontologi untuk Palestina, dalam kumpulan puisi “Darah dan Do’a” 2024. Menulis Cerpen Pentigraf Rekor MURI bersama penulis Nasional. Saat ini aktif di forum kelompok puisi kaum muda pelajar dan mahasiswa. 

Faktor ekonomi keluarga yang rendah menjadi pemicu utama, sering kali memaksa anak untuk bekerja demi membantu ekonomi keluarga atau tidak mampu membiayai kebutuhan sekolah selain SPP, seperti transfortasi, seragam dan buku.

Akses fisik juga menjadi topik penting, jarak ke sekolah sangat jauh, kurangnya fasilitas dan keamanan bagi anak menjadi kendala, terutama bagi daerah terpencil. 

Data statistik tahun 2024, tercatat angka putus sekolah di Indonesia mencapai 38.540 siswa (0,16 persen) di jenjang SD, 12.210 siswa (0,12 % ) di SMP, 6.716 siswa (0,13 % ) di SMA, dan 9.391 siswa (0,19 % ) di SMK. 

Menurut data Pusdatin Kemendikdasmen. Secara total SMK memiliki persentase tertinggi (0,19 % ) karena jumlah siswa yang lebih sedikit dibandingkan SD yang jumlah nya lebih tinggi. 

Data Kementrian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), jumlah anak tidak sekolah di Indonesa mencapai lebih dari 3,9 juta jiwa. 

Angka ini mencakup berbagai katagori, seperti anak putus sekolah, lulus tanpa melanjutkan , dan belum pernah sekolah. 

Provonsi terbanyak jumlah anak putus sekolah adalah Jawa Barat, yaitu 616.080 anak, diikuti Jawa Tengah dengan 333.152 anak.

Baca juga: Terpapar Demam dan Flu, Puluhan Siswa SMAN 2 Patra Nusa Manyak Payed Dipulangkan

Faktor penyebab putus sekolah adalah: Faktor ekonomi keluarga, mencari nafkah atau bekerja, menikah atau mengurus rumah tangga, disabilitas dan tidak adanya dukungan yang memadai, kecanduan game dan kekerasan, akses pendidikan yang sulit atau jarak tempuh sekolah yang sangat jauh. 

Pemerintah sebagai pihak paling bertanggung jawab dalam mengawasi dan memberi perlindungan hukum terhadap kerentanan ini, wajib memberikan perlindungan dan pengwasan difensif sejati. 

Bukankan UUD 1945 dalam pasal 34 diatur dengan jelas, bahwa “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Bunyi pasal 34 UUD 45 tersebut cukup jelas, setidaknya bukan hanya sebatas regulasi atau aturan yang “teronggok” tanpa ada kepastian. 

Pasal 34 UUD 1945 berisi tentang tanggung jawab negara untuk memelihara fakir miskin dan anak terlantar, serta menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan umum yang layak bagi warga negara. 

Pasal 34 ini menggaris kan tentang dasar kesejahteraan sosial sebagai landasan konstitusional bagi negara dalam mewujudkan kehidupan Masyarakat yang Sejahtera dan bermartabat. 

Peran negara menjadi hal wajib untuk memastikan kebutuhan dasar bagi warga negara terpenuhi, khususnya bagi kelompok rentan, pendidikan. 

Amanat konstitusi harus dijalankan terutama program perlindungan sosial oleh pemerintah sebagai bentuk pelaksanaan pasal 34 UUD 1945.

Baca juga: Manusia, Predator Tanpa Taring

Anak-anak Indonesia tidak berharap hidup dalam mimpi buruk, mereka aset negara yang harus diselamatkan.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved